Chereads / MY TRUE FAMILY / Chapter 4 - Festival Kampus Lanjutan

Chapter 4 - Festival Kampus Lanjutan

Babak pertama pertandingan Jeje berakhir dengan skor kemenangan untuk tim lawan. Cukup tertinggal jauh, namun Jeje dan timnya masih terus optimis dan saling menguatkan untuk babak selanjutnya.

Seperti yang dikatakan oleh pelatih mereka, bermain hingga akhir adalah yang paling utama, namun kemenangan tetaplah tujuannya.

Juno cemas, dia berdiri dengan terus menatap kearah lapangan. Belum pernah sebelumnya dia melihat tim Jeje mengalami kekalahan yang cukup telak seperti ini.

"Jun, gimana?" seorang pria bertampang bule dengan rambut pirang menghampiri Juno dengan agak tergesa-gesa.

"Babak pertama sudah selesai. Mereka kalah telah, tuh …," ujar Juno seraya menunjuk papan skor di tepi lapangan.

"Huhh! Mereka pasti menang!" Joni mehela napas panjang. Dia lantas meminta Ara agar bergeser agar dia dapat duduk disamping kembarannya itu.

Tidak lama berelang, wasit kembali memulai pertandingan untuk babak berikutnya. Dengan spontan dan sangat tiba-tiba, Joni berdiri sambil berteriak kencang hingga membuat semua mata tertuju padanya.

"Zea! Semangaaat!" teriak Joni. Dia bahkan berteriak tidak hanya sekali, namun berkali-kali hingga membuat Jeje menatapnya dan menggeleng heran dengan sikap kembarannya.

Joni sama sekali tidak mempedulikan tatapan mata penonton yang lain, dia bahkan membalas tatapan mata mereka dengan mengangkat kedua alis dan mengunyah keripik dengan santai.

"Ayo semangat! Mereka mendukung kamu," kata Tata, salah seorang anggota tim Jeje yang menepuk pelan bahunya untuk memberi semangat.

Jeje hanya mengangguk dan mehela napas panjang.

Pertandingan menjadi semakin panas ketika tim Jeje berhasil mendapatkan poin dan membalas kekalahan mereka pada babak sebelumnya. Riuh penonton kembali terdengar, terlebih para teman Jeje dan timnya yang bersorak kegirangan.

Tim lawan nampak kesal. Mereka menatap tajam semua penonton yang hadir dan seolah ingin membungkam semua yang membuat suara berisik itu.

Kapten dari tim lawan yang sangat tidak menyukai situasi kekalahan ini, dengan sengaja menabrak Jeje hingga tersungkur ke lantai.

Wasit segera meniup peluit sebagai tanda pelanggaran. Spontan saja semua penonton menjadi lebih ribut setelah kejadian itu. Mereka semua meneriaki si kapten lawan yang curang itu.

Teman satu timnya berusaha untuk membangunkan Jeje dengan sedikit menepuk dan menggoyangkan tubuhnya. Jeje masih cukup pening hingga dia membutuhkan waktu yang cukup lama.

Dua saudara kembarnya menjadi semakin khawatir.

Perlahan, Jeje bangun dan berdiri untuk melakukan lemparan bebas sebagai hukuman dari pelanggaran yang dilakukan oleh tim lawan tadi.

Mendadak suasana menjadi hening, semuanya tegang dan mencemaskan lemparan Jeje. Joni dan Juno bahkan hingga bergandengan, mereka sangat berharap kalau saudarinya itu dapat membalaskan rasa sakitnya itu dengan kemenangan.

Masih sedikit pusing, Jeje menyeka darah yang sempat mengalir pada hidungnya itu dengan bajunya. Lalu dia melakukan lemparan yang pertama.

"Yeay!" sorai penonton saat bola itu berhasil masuk ke ring dengan sempurna.

Jeje masih harus melakukan lemparan bebas satu kali lagi. Walau mereka sudah mengantongi kemenangan, tetap saja ini menjadi sangat penting untuk mereka.

Jeje mehela napas panjang, dan kembali melempar untuk kedua kalinya.

Sempurna.

Seluruh penonton bersorak gembira karena poin tim Jeje yang bertambah. Beberapa rekan Jeje segera menghampirinya untuk sekedar melakukan kompak. Mereka puas sekali.

Permainan kembali dilanjutkan di babak terakhir. Semakin panas, dan semakin menjadi-jadi. Namun tim Jeje sudah cukup paham hingga berhasil beberapa lagi menghindar dan mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan.

Tepat beberapa detik sebelum peluit panjang ditiup oleh wasit, Tata berhasil memasukkan bola lemparan terakhir dan membuat tim mereka menjadi pemenangnya.

Semuanya mehela napas lega. Walau ada beberapa cidera, setidaknya mereka benar terobati dengan kemenangan.

"Yeay! Menang!" sorak Juno kehimungan. Dia dan Joni sempat saling berpelukan karena sangat cemas sebelumnya.

"Ayo kita turun. Dia perlu bantuan." Joni menarik Juno untuk segera menghampiri saudari mereka.

Sementara itu, Jeje sudah menepi dari lapangan. Dia hendak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tangan dan wajahnya yang sedikit terluka. Dia berjalan dengan sedikit terhuyung karena kepalanya yang terbentur cukup keras tadi masih menyisakan pening.

Hanya sendirian, Jeje sempat berhenti di depan kamar mandi untuk menarik napas panjang dan bersandar sebentar.

"Ini." Seorang pria tiba-tiba saja berdiri di depan Jeje dengan menyodorkan sebuah sapu tangan.

Jeje mengangkat wajahnya, dia mendapati sosok itu adalah temanna dari tim basket putra.

"Tidak perlu," ujar Jeje segera. Dia masih beberapa kali menyeka hidungnya yang masih berdarah sedikit.

"Tangan kamu tidak bisa menyerap darah. Tangan kamu juga tidak bisa membersihkan hidung kamu dengan baik," ujar pria itu lagi. Dia sama sekali tidak mengubah posisi, masih menjulurkan tangannya yang memegang sapu tangan.

Jeje berdecak, dia segera meninggalkan pria itu masuk ke kamar mandi. Namun hanya dalam hitungan detik perempuan berambut pirang itu kembali menghampiri pria bersapu tangan dan segera mengambil sapu tangannya lalu kembali masuk ke kamar mandi.

Pria itu berdecak seraya menggelengkan kepalanya. "Ahh dasar perempuan yang sulit dimengerti. Bersikap acuh padahal sangat butuh," gumamnya.

Jeje membersihkan wajahnya, dia juga membersihkan darah pada hidungnya. Belum pernah dia mengalami cidera seperti ini, cukup membuatnya merasa ngeri.

.

.

.

"Wah gila! Kamu keren banget, Je! Lemparan kamu tadi itu wiiihhhh aku bahkan sampai gemeteran melihatnya," ujar Joni yang sangat berlebihan. Dia sangat antusias untuk menampakkan rasa bahagia atas kemenangan adiknya itu.

"Iya, Je. Saat kalian disebutkan sebagai pememangnya tadi, duhh aku langsung lompat dari tempat duduk dan memeluk Joni," sambung Juno yang tidak kalah hebohnya.

Jeje mehala napas panjang. Suara kedua saudaranya itu membuat beberapa pengunjung kafe yang lain memandangi mereka yang mencuri perhatian.

"Stop! Berhenti bicara berlebihan! Kalian tidak perlu alay dan lebay seperti itu. Aku masih sangat pusing dan tidak ingin mendengar keributan apapun!" Suara Jeje meninggi. Jelas sekali, Jeje sedang dalam perasaan yang buruk.

"Eh … baiklah," ujar kedua saudaranya yang seketika diam. Mereka selalu menghindari masalah saat Jeje marah, karena suaranya yang lebih nyaring dan sikapnya yang kasar akan membuat mereka kesakitan jika tidak menurut.

Joni dan Juno melanjutkan makan siang mereka. Keduanya telah memesan soto daging, cukup membuat keduanya diam karena itu masih panas.

Jeje masih belum ingin makan, dia masih disibukkan dengan hidungnya yang disumbat dengan tisu. Dia kesulitan untuk bernapas, namun itu lebih baik daripada ia harus kembali melihat darah keluar dari hidungnya.

Sementara kedua saudaranya makan, Jeje memilih untuk diam sambil memainkan ponselnya. Sesekali dia melirik Juno yang sudah hampir selesai makan, dia lalu menyodorkan soto miliknya agar dapat dihabiskan oleh si bungsu sekaligus.

Juno sama sekali tidak menolak, dia bahkan sanggup untuk makan lagi ditambah dengan makanan lainnya.

***