Pada tiap helaan napasnya, ada sesak yang tak terdefinisi di sana. Sesak yang selalu ada tatkala ia membuka kembali laci masa lalunya, sesak yang selalu menyapa saat ia mencoba untuk mencicip bahagia di setiap hari, dan sesak itu pula yang mengantarkan wanita paruh baya ini pada pemadangan indah kolam di taman kantor yang tampak tenang tak terkira. Tidak ada manusia yang berlalu di tempat ini, hanya ia seorang diri karena semua pegawainya sedang bekerja.
Berteman kerikil yang berserakan di kaki, wanita paruh baya ini menghela napasnya. Tentu saja redanya sesak di dalam adalah tujuan dari helaan napas itu. Namun, ia tahu beribu-ribu kali pun ia menghela napas, tiada selembar pun sesak yang dapat ia kurangi.
Semuanya masih utuh di sana. Semua luka menganga itu masih berada di bahkan setelah usai ia menyuarakan seikhlas apa ia akan semua hal yang terjadi di hidupnya.