Jenna tak hanya membeku akibat pagutan yang diberikan Ryan padanya, sekaligus juga lunglai. Ia seolah berada antara dua dimensi, tak mungkin untuk memilih salah satunya, atau keluar dari salah satunya. Terjebak, untuk sesaat.
Kedua tangan yang semula berada di dada Ryan hendak mendorongnya menjauh, justru terkulai. Ia pasrah, tanpa perlawanan. Kebodohan yang seharusnya tak dilakukan, mengingat ia sebentar lagi akan melangsungkan pesta pertunangan dengan Blake.
Apakah ini sepenuhnya salah Jenna? Bukankah Ryan yang terlalu intens mendekat, hingga Jenna tak menyadari bahwa tak ada lagi celah baginya untuk lari, menghindar.
Lantas kini ketika semua sudah terlambat, apa yang harus ia lakukan. Tak ada hal lain yang ia ingat saat ini kecuali Ryan, Ryan, Ryan ... hanya nama dan bayang pria itu yang berputar di kepalanya saat ini.