Ketika Rachelia terbangun, yang dirasakannya pertama kali adalah rasa sesak di dadanya. Dia menggeliat panik, mencoba menarik napas sekuat-kuatnya, dalam usahanya mencari oksigen sebanyak-banyaknya.
"Tenang, kau sudah ada di daratan. Kau bisa bernapas secara normal." Suara Regan membawa Rachelia kembali pada kesadarannya.
Dengan waspada dia menoleh dan mendapati Regan sedang duduk di tepi ranjangnya. Rachelia beringsut menjauh sejauh mungkin dari Regan dan tingkahnya itu memunculkan secercah cahaya geli di mata Regan.
"Apakah kau takut padaku setelah kejadian tadi? Di mana mulut cerewetmu itu menghilang?" Nada geli pun tersamar dalam suara Regan.
Kurang ajar, batin Rachelia dalam hati. Dia berjuang meregang nyawa, dan lelaki ini malah duduk di sini dan menertawainya.
Tetapi, apakah benar Regan yang terjun ke kolam waktu itu dan menyelamatkannya? Kenapa? Bukankah jelas-jelas dalam kemarahannya Regan sudah memutuskan untuk membunuhnya? Kenapa lelaki ini kenapa berubah pikiran?
"Ya, aku memang menyelamatkanmu." Regan bergumam seolah-olah bisa membaca pikiran Rachelia. "Tetapi itu bukan demi dirimu, itu demi kepuasanku."
Rachelia menatap Regan geram. "Apa maksudmu?"
Dalam keadaan lemah, Rachelia berusaha bangun dari pembaringan untuk menghindari apa pun yang ada dalam niatan Regan.
Melihat hal itu, Regan terkekeh. Dengan tidak sabaran mendorong tubuh Rachelia hingga kepala dan punggungnya terbentur keras di kepala ranjang.
"Apa yang akan kau lakukan? Jangan sentuh aku!"
"Sesuatu yang membuatmu menyesali perbuatanmu seumur hidup!"
Suara Regan membuatnya merinding hebat. "Aku tidak mau. Kau menjijikkan!"
"Kau akan mau."
Rachelia semakin memberontak ketika salah satu tangan Regan mulai bermain ke dalam gaun tidurnya. Ia memukul keras lengan kekar pria itu. Namun, semuanya tidak berarti apa-apa, Regan tetap berhasil. Tangannya bahkan sudah merambat masuk hingga ke dadanya. Tetapi entah kekuatan dari mana yang Rachelia dapatkan. Ia berhasil memukul wajah Regan dan menendang perut laki-laki itu dengan lutut kecilnya, sehingga membuatnya sedikit terhuyung ke belakang. Hanya sedikit. Dan apa yang baru saja ia lakukan itu justru membuat Regan semakin geram.
"Kau akan menyesalinya."
Pria itu benar-benar tidak percaya dengan kekuatan istri kecilnya ini. Keadaannya yang masih lemah dan tubuhnya yang mungil bahkan dengan tangan-tangannya yang kecil, hampir membuatnya nyaris kalah. Dan sungguh, tidak bisa dipungkiri bahwa wanita itu tidak selemah yang dia pikirkan. Ia pikir Rachelia tidak akan kuat melawannya lagi setelah keadaannya yang lemah dan dibantai habis-habisan setiap malamnya. Namun, Regan salah besar. Entah harus dengan cara apalagi untuk membuat Rachelia menunduk takut padanya.
Dengan tenang lelaki itu melepas dasinya, gerakannya pelan tetapi mengancam hingga tanpa sadar Rachelia bergidik ngeri dan kembali beringsut menjauh.
"Kali ini kau tak akan pernah bisa menolakku." Senyum di bibirnya tampak kejam.
Ketika Rachelia menyadari maksud Regan semuanya sudah terlambat. Laki-laki itu mencengkram kedua lengannya dengan satu tangan. Kekuatan Rachelia tidak sebanding dengan kekuatan tubuh Regan yang besar dan kuat di atasnya. Dengan mudahnya lelaki itu mengikat kedua pergelangan tangannya dengan ikatan mati yang sangat rapi, lalu menalikannya di kepala ranjang.
"Kau ... kau mau apa?" Rachelia mulai panik ketika Regan yang setengah duduk di atasnya membuka kancing kemejanya.
Senyum Regan tampak penuh kepuasan melihat kondisi Rachelia yang tidak berdaya. Lelaki itu membuka seluruh kancing kemejanya sehingga dada dan perutnya yang berotot terlihat. Sejenak Rachelia terpana melihat kulit berwarna perunggu yang berkilauan bagai satin itu, tetapi kemudian dia sadar bahwa dia ada dalam kondisi genting. Dengan panik Rachelia mulai meronta dan menendang, sedapat mungkin bergerak untuk melepaskan diri.
Tetapi percuma, ikatan Regan ke tangannya sangat kuat, dan dalam kondisi terikat seperti itu, Rachelia benar-benar tidak berdaya.
"Puaskan aku sekarang!"
****
Dalam kondisi terikat tak berdaya, Rachelia melihat ketika Regan melepas kemejanya dan setengah menindihnya. Mulutnya sangat dekat dengan bibir Rachelia, hingga napas mereka beradu, Regan menundukkan kepalanya, mencium sisi leher Rachelia, membuat wanita itu berjingkat dan berusaha meronta lagi.
"Sshh ... kau akan menyakiti lenganmu kalau kau meronta-meronta terus seperti itu." Bibir Regan merayap dan mendarat di bibir Rachelia. Lelaki itu mengecup sedikit ujung bibir Rachelia, lalu lidahnya menelusup masuk, membuka bibir Rachelia yang lembut, mengecapnya dan merasakan seluruh tekstur bibir Rachelia yang hangat dan panas. Lidahnya mengait lidah Rachelia dan memainkannya dengan intensitas yang sangat ahli.
Ketika Regan melepaskan bibirnya, napas Rachelia terengah-engah. Ciuman ini adalah ciuman yang paling intens yang pernah dirasakannya.
"Kamu menyukainya, bukan?" Regan berbisik lembut dengan napasnya yang panas di telinga Rachelia. "Aku sangat menyukai bibirmu dan sensasi kelembutannya di bibirku." Tangan Regan kemudian merayap ke bawah, meraba kulit leher Rachelia. "Seluruh tubuhmu hangat, Sayang. Seakan menggodaku."
Tak lama kemudian jemari Regan kembali menyingkap gaun Rachelia dan menelusup ke dalam sana, menggoda pusat gairahnya. "Di sini ... yang paling panas."
Rachelia menggelinjang, mencoba meronta, tetapi tubuh kuat Regan yang setengah menindihnya membuat gerakannya terbatas. Apalagi tangannya yang terikat ke atas, membuat lengannya terasa kram dan pergelangan tangannya yang ngilu ketika dia menggerak-gerakkannya.
Regan melirik ke pergelangan tangan Rachelia yang terikat, dan menyadari bahwa ikatan itu menyakiti Rachelia. "Jangan bergerak-gerak, atau kau akan mengalami memar-memar ketika ini selesai."
Setetes air mata kembali mengalir di sudut mata Rachelia, dia putus asa dalam usahanya untuk melepaskan diri.
"Jangan lakukan ini! Please …."
Mata Regan sedikit melembut ketika mendengar permohonan Rachelia, tetapi kemudian senyumannya tampak mengeras.
"Aku hanya ingin membuatmu sadar di manakah tempat kau seharusnya berada, Rachel." Regan membuka gaun Rachelia dengan gerakan pelan, membiarkan dada wanita itu terbuka bebas untuknya.
"Ini milikku." Regan menyentuh dada itu dan menggodanya, menikmati ketika mendengar erangan tersiksa Rachelia. "Seluruh tubuhmu adalah milikku."
Regan kembali mengecup ujung dada Rachelia, mengecapnya dengan lidahnya. Lalu bibirnya berpindah menelusuri bagian samping dada wanita itu, menikmatinya dengan bibirnya sehingga meninggalkan jejak-jejak basah dan panas di sana.
Rachelia melengkungkan punggungnya atas sensasi yang menyiksanya tanpa ampun. Dalam kondisi terikat dan tak berdaya, merasakan lelaki itu mencumbunya, dan menyiksanya dengan godaan-godaan yang sangat ahli, ada perasaan aneh yang menjalar di tubuhnya. Seperti gelenyar panas yang bergulung-gulung, terasa seperti arus listrik yang mengalir dari jemarinya, dan menjadi semakin panas ketika menyatu di pusat tubuhnya.
Dan jemari Regan menyentuh ke sana dengan begitu ahli, memainkan Rachelia sesuka hatinya. Tubuh Rachelia meronta tak tahan akan alunan sensasi permainan jemari Regan, tetapi lengan Regan yang kuat menahan tubuhnya.
Kemudian bibir Regan mengikuti jemarinya. Rachelia terkesiap merasakan hembusan napas panas di pusat tubuhnya. Seketika dia menegakkan tubuhnya dan tertahan oleh ikatan di pergelangan tangannya.
"Jangan!" teriaknya panik, mencoba merapatkan kaki, mencegah bibir Regan menyentuhnya.
Tetapi lengan Regan yang kuat menahannya, dan kemudian Rachelia melengkungkan punggungnya dan mengerang keras merasakan sensasi itu. Sensasi sentuhan bibir dan lidah Regan di pusat tubuhnya, dengan hembusan napasnya yang panas. Panas bertemu panas dan dia terbakar. Pandangannya menggelap karena sensasi kenikmatan yang tak tertanggungkan.
"Semua bagian tubuhmu adalah milikku, Rachelia. Milikku!" Regan mencumbu pusat gairah Rachelia dan menyatakan kepemilikannya.
Dan ketika Regan selesai bermain-main, Rachelia sudah terbaring lemas dan tak berdaya dengan napas terengah-engah dan tubuh membara. Regan menaikkan kembali tubuhnya dan mengecup lembut bibir Rachelia. Dada bidangnya menggesek dada wanita itu dan Rachelia merasakan tubuh Regan yang begitu keras menyentuh pahanya dengan begitu menggoda seolah mengerti apa yang paling Rachelia inginkan. Regan menempatkan dirinya dengan begitu tepat, seolah telah mengenal setiap jengkal tubuh Rachelia. Dan Rachelia merasakan tubuh Regan yang keras dan panas menyatu dengan tubuhnya memberikan gelenyar kenikmatan yang makin menghujam.
"Rachelia." Regan mengerang merasakan tubuhnya Rachelia yang panas, halus, dan membungkusnya dengan begitu erat. Menggodanya untuk mencapai kepuasan secepat mungkin.
Ketika Regan bergerak, Rachelia mengerang. Semua ini terlalu nikmat untuk ditanggungnya, dia tak bisa menjangkau kesadarannya lagi, hampir frustasi karena pada akhirnya tubuhnya menyerah dalam pusaran gairah Regan. Regan menundukkan kepalanya, lalu mengecup sudut bibir Rachelia dengan posesif, menyatakan kepemilikannya, dan menghujamkan dirinya dalam-dalam.
"Kau milikku, Rachelia. Ingat itu baik-baik."
Sedetik kemudian, Regan membawa Rachelia melewati pusaran gelombang semakin dan semakin naik hingga guncangan kepuasan menerjang mereka berdua. Menyatukan mereka dalam satu titik kenikmatan.