"Aku mau dia."
Kalimat itu diucapkan dengan nada malas yang tenang, tetapi gaungnya terdengar ke seluruh ruangan. Entah kenapa suasana hiruk pikuk itu menjadi hening seketika. Dan Rachelia merasakan semua tatapan tertuju padanya. Pada dirinya yang sedang bersandar di meja bar, sibuk dengan pikirannya sendiri.
Dengan gugup Rachelia menegakkan tubuhnya yang sejak tadi menunduk lemas, berusaha membalas tatapan mata semua orang, lalu matanya terpaku pada mata itu. Mata coklat pucat sehingga nyaris bening, menyebabkan pupil matanya tampak begitu hitam dan tajam.
Pria bertubuh gemuk yang sejak tadi berdiri di samping Regan tentu saja kaget mendengar permintaan pria itu. Bagaimana mungkin Regan memilih seorang perempuan yang jauh dari kata sempurna. Masih banyak perempuan cantik yang berjejer dengan tubuh seksi dibandingkan wanita tidak berpengalaman itu yang kebetulan hanya menjadi pengganti dari Drey.
"Sir, tetapi dia orang baru di sini dan hanya menjadi pengganti. Sama sekali belum berpengalaman," ucap pria bertubuh gempal itu mencoba mengingatkan Regan agar tidak salah pilih wanita yang bisa memberinya penghiburan dan kenikmatan malam ini.
Regan langsung menoleh dan menatap pria tersebut dengan tatapan tajam. "Tetapi aku menginginkan wanita itu. Aku sama sekali tidak peduli dia orang baru atau sudah berpengalaman. Cepat bawa wanita itu kepada saya!"
Ucapan Regan benar-benar menciutkan semangat pria tersebut, dia kini ketakutan mendapati sorot tajam yang dipancarkan oleh Regan.
"Oh, dia memang pengganti Drey untuk malam ini. Sepertinya dia akan memberimu kepuasan seperti yang selalu dilakukan oleh wanita kesayangan Anda, Tuan."
Laki-laki gemuk itu mencoba membela diri dengan kembali membanggakan wanita baru itu. Dia hanya berharap semoga wanita itu tidak mengecewakan Regan, atau dia akan hancur malam ini juga.
Sedangkan Rachelia terus berusaha mengulur waktu untuk mendekat, berharap Regan akan mulai kesal dan jengah dengan perilakunya sehingga berubah pikiran dan memilih wanita lain untuk menemaninya. Rachelia benar-benar tidak punya keberanian untuk mendekati pria menakutkan tersebut.
"Cepat ke sana. Ternyata kamu yang terpilih malam ini, dan kau tahu itu adalah suatu kehormatan bisa dipilih oleh Tuan Regan." Sang bartender, yaitu Dion, berdiri di belakangnya berbisik kepadanya, seolah takut kalau Rachelia tidak cepat-cepat menuruti keinginan Regan, dan akan berakibat fatal.
Rachelia mengernyit pada Regan, mencoba menantang mata laki-laki itu, yang masih menatapnya dengan begitu tajam tanpa ekspresi.
"Apakah ... apakah ...." Rachelia berdeham karena suaranya begitu serak dan terbata-bata. "Apakah Anda ingin dibawakan minuman?"
Regan hanya menatapnya beberapa saat yang menegangkan, lalu menganggukkan kepalanya.
"Bawakan satu, minumanku yang bisa."
Secepat kilat Dion sang bartender meracik minuman kesukaan Regan, minuman yang biasa dipesannya. Melihat itu, sekelebat pikiran merasuk ke dalam kepala Rachelia. Oh, seandainya dia tahu kalau dia akan bertemu Regan di sini, dan akan menjadi wanita pengantar minuman pria itu. Rachelia tentu saja akan menyiapkan segalanya. Mungkin sedikit racun yang bisa membunuh seseorang saat itu juga. Ya, begitu berniatnya Rachelia membunuh pria itu, sehingga segala cara akan dia lakukan. Ah, seandainya dia seberani itu.
Rachelia berusaha tidak menunjukkan ekspresi berarti, dengan langkah gemetar dia mendekati Regan yang duduk bagaikan sang raja, tengah menunggunya. Setelah meletakkan minuman itu di atas meja dan berharap agar Regan segera mengusirnya menjauh ternyata itu sama sekali tidak terjadi. Mata pria itu malah tertuju pada Rachelia dan memandangnya dengan tajam.
"Duduk." Regan menjentikkan jarinya. Melirik tempat di sebelahnya.
Sekujur tubuh Rachelia menegang menerima perintah yang begitu arogan. Tanpa sadar matanya memancarkan kebencian. Apa mau pria ini, kenapa berani-beraninya memerintahnya seperti ini?
Ketika Rachelia termenung, seorang waitress lain dengan gugup mendorongnya supaya duduk, menuruti permintaan Regan. Sehingga dengan terpaksa Rachel duduk di sebelah Regan.
"Siapa namamu?" Regan menatap tajam ke arah Rachelia.
Apa-apaan pria ini? Permainan apa yang sedang dimainkan, padahal Rachelia tahu betul karena mereka bukan hanya saling tahu nama, tetapi sudah saling kenal.
Tetapi Rachelia tetap mengikuti permainan yang dimainkan oleh pria itu dan juga mengikuti arusnya. Lagian Rachelia sudah menyiapkan nama samaran selama dia berada di sini.
"Chelia," jawab Rachelia dengan kaku.
Regan mengernyit menatapnya dengan seksama, lalu jemari panjang itu tiba-tiba terulur dan menarik dagu Rachelia mendekat, supaya dia bisa mengamati wajah Rachelia dengan cermat. Sebelum mencondongkan wajah, kemudian berbisik.
"Apakah kau menikmati permainan ini, Rachel?" sindir Regan dengan nada yang mencicit, dan hanya mereka berdua yang bisa mendengarnya. Namun, meskipun tergolong kecil tetapi sangat jelas terdengar kalau Regan menyebut namanya dengan penekanan suara.
Wajah Rachelia tampak pias dengan mata melotot mendengar kalimat pria itu. Tetapi sebisa mungkin dia mencoba menghalau rasa takutnya agar tidak dinikmati dan menjadi sumber kesenangan untuk Regan. Baru saja dia akan berteriak, tetapi suara lain kembali terdengar.
"Maafkan kelancangannya, Tuan. Dia memang hanya pengganti Drey di sini, makanya belum terlalu paham. Saya juga belum mengajarinya bagaimana membawakan minuman untuk tamu sepenting Anda." Pria bertubuh gemuk itu menyela dengan gugup. Wajahnya tampak cemas melihat Rachelia melayani dengan setengah hati. Dengan pandangan memarahi, pria itu memperingatkan Rachelia. "Ayo, Chelia. Perkenalkan diri kamu kepada Tuan Regan dengan baik. Tuan Regan telah memilihmu untuk menjadi pelayan minumannya. Itu merupakan suatu kehormatan untukmu. Sudah seharusnya kau berterima kasih."
Perintah itu membuat Rachelia menegakkan dagunya dengan angkuh. "Saya sudah memperkenalkan diri saya, dan saya juga sudah membawakan minuman untuk Tuan Regan yang terhormat, karena itu saya rasa pekerjaan saya sudah selesai dan sudah waktunya saya pergi," jawab Rachelia ketus, sambil beranjak dari tempat duduknya. Toh, dia sudah tidak sudi berlama-lama dengan pria itu. Dan sudah dipastikan, ini untuk terakhir kalinya Rachelia menginjakkan kaki di tempat terkutuk ini.
Tetapi sebelum Rachelia sempat berdiri, Regan meraih jemarinya dan menariknya kencang, supaya terduduk lagi. Kali ini tepat di atas pangkuan Regan.
"Apa ... apaan—" Suara Rachelia terhenti ketika bibir yang keras dan dingin itu tiba-tiba melumat bibirnya. Rachelia berusaha memberontak ketika menyadari bahwa Regan sedang memagut bibirnya dengan ciuman yang basah dan panas.
Ciuman itu sungguh tidak sopan karena bibir dingin Regan tanpa permisi langsung memagut bibirnya, melumatnya tanpa ditahan-tahan. Lidahnya langsung menyeruak masuk merasakan keseluruhan diri Rachelia, menghisapnya, menikmatinya, dan menggilasnya tanpa ampun.
Sekujur tubuh Rachelia terasa terbakar, panas karena amarah dan karena perasaan asing. Lelaki ini sudah jelas-jelas sangat ahli ketika mencumbu perempuan, sehingga Rachelia yang belum berpengalaman pun terbawa oleh suasana mengalahkan kebenciannya. Tetapi pikiran bahwa lelaki ini telah memanfaatkan begitu banyak wanita demi memuaskan rasa arogan dan kekuasaannya membuat Rachelia merasa muak. Dan tiba-tiba muncul kekuatan dari dalam dirinya untuk mendorong laki-laki itu menjauh dan menamparnya dengan sekuat tenaga.
Plakk!