Suara decitan pintu terdengar saat Regan memasuki kamar Rachelia. Matanya seketika mengamati sang istri dari ujung kaki hingga kepala. Ia tidak bisa menampik bahwa Rechelia benar-benar cantik malam ini. Ah, bukan malam ini saja. Regan tidak munafik, Rachelia memang sangat-sangatlah cantik, dia benar-benar tumbuh menjadi wanita penggoda dengan segala pesonanya.
Apalagi malam ini, wanita itu berdandan begitu memukau, tangan-tangan perias itu patut diacungi jempol karena telah merubah Rachelia sedemikian rupa. Ditambah dengan gaun hitam panjang melewati mata kaki, benar-benar melekat di tubuh rampingnya. Heels yang senada. Lalu neck yang terbuka hingga pundak, menampilkan leher jenjang putih mulusnya. Sederhana namun tetap terlihat mewah dan elegan. Dan juga bagian dada yang masih tertutup aman.
Benda padat itu tak terlihat seinci pun, karena Regan tidak ingin dan tidak akan pernah memiliki keinginan untuk memamerkan milik kesayangannya itu. Hanya dia satu-satunya pria yang mengetahui segi bentuk dan rupanya. Tidak ada satu pun lelaki yang berhak dan boleh melihat itu selain dirinya. Tidak boleh!
"Kau sudah siap rupanya."
Regan kemudian menghampiri wanita cantik yang baru saja berdiri ketika menyadari kedatangannya. Satu tangannya terulur cepat menggamit erat pinggang kecil itu, lalu menyentaknya mendekat ke tubuhnya. Bibirnya tersungging keji ketika mendengar pekikan kaget dari Rachelia. Ia menangkup pipi wanita itu dengan tangannya yang lain. Tatapannya sama sekali tidak teralihkan dari paras anggun istrinya tersebut.
"Jangan mengulangi perbuatanmu jika kau tidak ingin aku membuatmu tidak bisa berjalan hingga berminggu-minggu. Jika kau berniat kembali untuk kabur, maka aku akan menghukummu lebih parah dari yang kemarin." Regan menatap Rachelia dengan tatapan tajam dan lekat. "Dan aku harap kau tidak berbuat ulah di pesta itu. Mengerti?"
God damn ....
Napas Rachelia tertahan seketika saat Regan menegaskan kalimat itu tepat di atas bibirnya. darahnya terasa berdesir hebat. Wajah keras Regan yang menunduk di atasnya semakin menguatkan ancaman yang baru saja terucap, tidak ada kesan main-main.
"Mengerti?"
Suara berat itu kembali terdengar, mengembalikan kesadarannya. "Y—ya ..." jawab wanita itu dengan nada suara yang bergetar.
Lalu tanpa peringatan, Regan meraup bibir ranum Rachelia, melumatnya dengan lembut dan intens. Matanya terpejam menikmati daun bibir lembut nan penuh itu dan membawa kedua tangan Rachelia bertumpu di dadanya, lalu kembali menahan tengkuk wanita itu dan memperdalam lumatannya. Bunyi kecupan-kecupan basah bahkan tidak menjadi masalah. Pria itu mengeratkan rengkuhannya pada pinggang Rachelia ketika ia tersadar bahwa wanita itu masih belum memberinya jalan.
Rachelia yang mendapat perlakuan itu segera menurut jika tidak ingin kembali mengambil resiko. Ia merasakan lidah hangat pria itu yang bergerak lincah, menyapu seluruh rongga mulutnya. Hangat dan terasa tulus. Wanita itu bahkan tanpa sadar turut serta memejamkan mata dan membalas lumatan Regan.
Kedua tangannya meremas bebas tuksedo hitam milik suaminya ketika pria itu semakin intens. Ini adalah kali pertama Regan menciumnya dengan lembut dan penuh perasaan. Benar-benar tanpa nafsu. Entah apa yang membuat suaminya seperti ini.
Apakah hati Regan sudah luluh?
Demi Tuhan! Rachelia sangat ingin menertawakan dirinya ketika ia masih sempat memikirkan hal itu. Lagi pula, kenapa Regan harus luluh kepadanya? Sudah sangat jelas pria itu membencinya setengah mati. Dan wanita itu tentu menyadari bahwa rasa benci tersebut telah melekat erat di jiwa Regan. Bahkan terselip di setiap tarikan napas lelaki itu. Apa pun yang terjadi, Regan sudah pasti benar-benar membencinya.
Tidak lama setelah itu, Regan melepaskan ciumannya dan semakin merunduk, menempelkan hidungnya ke leher jenjang Rachelia. Ia menghirup dalam-dalam aroma khas wanitanya.
"Kau cantik ... dan wangi," ucap Regan di sela-sela kecupan lembutnya.
Rachelia menelan ludahnya dengan kasar. "R—Regan, kita akan terlambat."
Regan tersadar, lalu sedikit menarik kepalanya, dan dengan berat hati menjauhkan tubuhnya dari tubuh Rachelia yang mengeluarkan aroma wangi yang menenangkan.
"Kau benar. Kita akan terlambat jika melakukannya sekarang. Aku juga tidak ingin merusak riasanmu malam ini. tetapi tenang saja, akan kutuntaskan semuanya setelah pesta itu berakhir."
****
Mereka baru saja sampai di tempat berlangsungnya pesta pernikahan rekan bisnis Regan. Sebuah ruangan gedung mewah dengan nuansa putih khas pernikahan. Semuanya serba putih, menandakan bahwa pesta ini benar-benar pesta sakral yang suci. Para undangan pun sepertinya orang-orang kelas atas, tidak ada yang sederhana, semuanya terlihat mewah dengan pakaian pilihan mereka masing-masing.
Regan merangkul posesif pinggang ramping Rachelia. Mereka benar-benar terlihat serasi malam ini dan hampir semua orang yang ia temui mengatakan hal itu. Membuat Rachelia yang mendengarnya hanya tersenyum kecil, bahkan sangat ingin tertawa miris.
Rachelia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya dan mengamati orang di sekelilingnya. Wanita-wanita berpakaian bagus dan mewah, juga para prianya yang terlihat rapi dan berkelas. Semua orang yang ada di pesta itu terlihat menikmatinya, tidak seperti dirinya yang sangat tidak menyukai berada di tempat seperti ini dan berbaur dengan orang yang tidak dikenalnya.
Regan menggenggam erat tangan Rachelia dan mengajaknya untuk masuk, sangat menyadari kalau wanita di sampingnya terlihat gugup dan ketakutan. Membawa Rachelia berjalan melewati para penjaga di depan pintu masuk yang dibuka lebar.
"Jangan takut seperti itu, mereka tahu kau istriku jadi mereka tak akan memperlakukanmu dengan buruk," bisik Regan di telinga Rachelia.
Rasa hangat yang berasal dari tangan Regan memberikan perasaan nyaman dan merasa terlindungi. Gadis batin Rachelia tertawa sambil terisak. Terlindungi? Yang benar saja, terlindungi dari apa? Toh, jika memang ada bahaya yang mengancamnya. Sudah pasti itu datangnya dari si empunya tangan ini. Karena dialah satu-satunya ancaman terberat dalam hidup Rachelia. Karena dia laki-laki bejat yang menyiksa secara fisik maupun batin.
Saat ini, Regan tengah berbincang-bincang dengan rekan bisnisnya yang lain. Sedangkan Rachelia, jangan tanyakan lagi. Sejak tadi ia bergerak gelisah. Terlalu banyak perasaan aneh yang menggerogotinya. Selain tidak mengerti apa yang Regan perbincangkan, dia juga merasa asing. Ia benar-benar tidak mengenal siapa pun di tempat itu. Lalu tatapan para wanita-wanita lain terhadapnya sepertinya tidak menyukai kenyataan bahwa Rachelia-lah yang menjadi istri seorang Regan—benar-benar membuatnya risih.
"Aku ingin ke kamar mandi," bisiknya pada Regan.
Ia menengadah, menatap sang suami yang sepertinya tengah mencari kebohongan di dalam matanya dengan raut wajah curiga yang membuat Rachelia mendengkus kasar.
"Hanya sebentar. Kau boleh mengikutiku jika itu perlu."
Ya, Regan benar-benar akan melakukannya. Pria itu bahkan akan mengikuti Rachelia hingga ke toilet wanita sekalipun jika saja ia sedang tidak berlagak menjadi seorang pebisnis yang ramah saat ini.
Sialan! Tidak bisakah wanita itu bertahan sebentar lagi?
"Pergilah! Kurang dari sepuluh menit, kau sudah harus kembali ke sini," sahut Regan sembari melepas rangkulannya dengan sangat tidak ikhlas, lalu kembali berbincang. Tetapi sorot matanya masih setia memandang tajam kepergian istrinya, hingga tubuh mungil itu menghilang di persimpangan koridor.
Rachelia berjalan dengan sedikit tergopoh akibat kakinya yang sepertinya sudah lecet karena heels yang dikenakannya. Kepalanya menunduk, melihat heels sialan yang berhasil membuatnya nyaris tak bisa berjalan normal. Sesekali mendesis ketika denyutan perih itu semakin terasa.
Namun, sedetik kemudian, ia merasa tubuhnya tertarik kasar oleh seseorang dari arah belakang, lalu menyeretnya entah ke mana. Teriakannya tertahan ketika telapak tangan besar itu membekap kuat mulutnya.
"Diam!"
Matanya terbelalak takut saat suara pria itu terdengar dari atas kepalanya. Dan ia tahu, itu bukan Regan tangan-tangan kecilnya mulai bergerak berusaha menjauhkan lengan besar yang berlingkar sempurna di perut wanita itu.
Oh Tuhan! Regan ... tolong aku!