Gwentama Tbk
Di sebuah gedung pencakar langit, tepatnya di sebuah ruangan paling atas dari gedung tersebut, berdiri seorang laki-laki menghadap ke arah jendela, melihat luar dengan tatapan tajamnya.
Jayden Armand Gwentama
Ia adalah seorang laki-laki berparas rupawan, dengan rahang tegas dan bibir tipis merah. Punggung dengan bahu lebar menjadi penunjang baginya, memikat semua kaum wanita di sekitarnya dengan satu orang wanita sebagai kecuali.
Dibekali dengan sepasang mata yang selalu melihat sekitar tajam, alis tebal terbentuk dengan sempurna, serta jangan lupa hawa dingin yang selalu menguar dari tubuhnya. Membuatnya menjadi sosok yang paling sempurna, di antara orang-orang sempurna lainnya.
Jayden Gwentama
Di setiap langkahnya selalu menuai pekikan kagum.
Dan Jayden Gwentama... Si arrogant yang selalu dingin terhadap wanita, wanita yang selalu memandangnya dengan tatapan memuja.
Di antara semua wanita yang mendekatinya, hanya ada satu wanita yang entah kenapa tidak takhluk akan pesonanya. Di saat ia hanya butuh menjentikan jarinya, untuk membuat wanita itu takhluk, wanita yang disukainya itu bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arahnya.
Dan itu membuatnya merasa tertantang, dengan sikap sombong yang hanya di tunjukkan untuknya, ia berfikir akan sangat menyenangkan jika memiliki wanita tipe seperti itu, untuk menjadi pendamping hidupnya.
Tapi bukan itu saja alasan ia ingin mendapatkan si wanita, terlebih ternyata si wanita memiliki sesuatu yang semakin membuatnya ingin memilikinya.
Jayden pov on
Jayden Gwentama adalah aku dan biasa di panggil dengan sebutan Jay oleh orang di sekitarku.
Saat ini aku berusia 26 tahun. Aku lulusan universitas swasta terbaik di kota X ini, seorang mahasiswa berprestasi dengan segala macam piagam penghargaan.
Apapun jika aku mau, pasti akan menjadi milikku.
Aku adalah anak tunggal dari pasangan Arlando Gwentama dan Monika (Sutanto) Gwentama.
Papa menyerahkan perusahaan di saat aku baru lulus dari universitas, karena aku memang sudah memegang perusahaan, bahkan ketika aku masih duduk di bangku menengah atas.
Itu artinya aku sudah memegang perusahaan ini, hampir tiga tahun lamanya dan tentu saja perusahaanku semakin sukses, bahkan aku sedang melebarkan sayapku hingga negara tetangga.
Lalu mama hanyalah ibu rumah tangga biasa, dengan parah cantik serta baik hati dan penyayang. Bahkan katanya ketampananku menurun dari perpaduan papa serta mama.
Aku sangat menyayanginya, apapun keinginannya sebisa mungkin aku turuti. Maka dari itu saat aku bilang menyukai dan ingin menikahi seorang wanita pilihanku, mama paling antusias dan bertanya siapa namanya.
Tentu saja aku dengan semangat menyebut namanya, dengan hati berdegub kencang saat membayangkan Mama berhasil meminangnya untukku.
Aku ikut senang saat melihat beliau senang, aku bahkan tidak berhenti tersenyum saat beliau memberitahukan, jika bulan depan adalah hari pernikahanku.
Dari dulu aku ingin dia jadi milikku , tapi sayang dia selalu menghindariku. Ini salahku yang terlalu memperlihatkan sikap seperti penguntit, sehingga dia merasa enggan untuk berdekatan denganku.
Jayden pov end
Normal pov on
Kring! Kring!
Bunyi dering dari telepon di mejanya, membuat Jayden yang sedang melamun tersentak kaget dan menoleh sebelum berbalik, kemudian berjalan menuju meja kerjanya.
"Bisa-bisanya aku melamun di saat bekerja," gumamnya sebelum mengangkat gagang telepon.
Klik!
"Hn?"
Ia duduk dengan tangan memegang gagang telepon, mendengar dengan seksama saat tangan kanannya, memberitahukan ada rapat dadakan di ruang rapat hari ini.
"Hn, tunggu aku sepuluh menit."
Klik!
Obrolan singkat pun selesai, dengan Jayden yang memutuskan panggilan sepihak. Lalu, ia pun berdiri dari duduknya, memakai kembali jasnya dan berjalan menuju pintu keluar.
Ting!
Lift pun terbuka, setelah ia sampai di lantai yang di tujunya.
Di saat ia keluar dari dalam lift, ia melihat seorang wanita berdiri di depan pintu lift, dengan dahi mengernyit melihatnya.
Siapa dia? batin Jayden penasaran.
Ia melirik dengan tajam, saat ia ingat jika wanita ini adalah wanita yang sama saat mereka bertabrakan kemarin. Ia juga mendapati jika wanita itu memandangnya balik dan sama sekali tidak takut akan tatapan tajamnya .
Heh.... Baru ini ada wanita yang tidak takut akan tatapan tajam dari seorang Jayden Gwentama.
Ia pun berlalu, meninggalkan si wanita asing yang segera memasuki lift dengan mengangkat bahu tak acuh, ia berfikir masa bodo akan kehadiran wanita asing tersebut karena itupun bukan urusannya.
"Lumayan cantik," batinnya memuju sebelum menjadi kernyitan, saat pemikiran aneh hinggap di kepalanya.
"Cantik dari mana? Lebih cantik dia kemana-mana," gumamnya kemudian memasuki ruangan, yang adalah ruang rapat di perusahaannya.
Skip
Rapat berjalan dengan lancar, saat pembahasan sengketa lahan menjadi hal, yang menurutnya sangat mudah tapi juga sulit di saat bersamaan.
Saat ini ia sedang dalam perjalanan pulang, di tengah perjalanan ia melihat seorang wanita, berjalan kaki dan memasuki area pemakaman. Sebenranya bukan gayanya melihat atau memperhatikan seseorang, tapi wanita yang ia lihat adalah wanita yang sama ia temui di perusahaannya tadi.
"Apa yang di lakukannya, di pemakaman, sore hari pula?" tanyanya entah pada siapa.
Aneh rasanya, kenapa selalu bertemu dengan wanita itu seakan dunia ini sangat sempit dan menginginkannya bertemu terus-menerus dengan wanita itu. Tapi setelahnya ia pun mengangkat bahu tak acuh, bukan urusannya fikirnya.
Ia pun melanjutkan lagi perjalanannya, mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, menuju apartemen pribadinya. Sudah lama ia tinggal sendiri, meski sesekali ia akan pulang saat sang mama memintanya pulang sekedar bertemu.
Di depannya saat ini ada gedung tinggi apartemennya, dengan jumlah empat buah tower, ia memiliki satu dari ratusan ruangan apartemen di depannya.
Apartemen mewah dengan penghuni, rata-rata kaum elite dan jetset.
Memasuki halaman apartemennya, ia pun memarkirkan mobilnya di basement, berjejer dengan mobil miliknya yang lain.
Brak!
Terdengar gema pintu mobil tertutup saat sekitarnya sepi dan sunyi, karena memang ia ada di dalam ruang bawah tanah, tempat parkir mobil milik penghuni lainnya.
Ia berjalan santai, dengan sesekali merengangkan lehernya yang kaku, akibat bekerja seharian. "Aku tidak sabar, pulang di sambut oleh senyum dan ciuman darinya. Sudah kukatakan jika itu pasti sangat menyenangkan," monolognya.
Ia pun terkekeh dengan segala pemikirannya, sepertinya ia sudah tidak sabar untuk menunggu, hari dimana ia bisa memiliki wanita pujaannya.
"Aliana…."
Ting!
Lift pun terbuka, ia segera memasuki dan menekan tombol angka tiga puluh, lantai dimana huniannya berada. Apartemen 301 adalah miliknya, di lantai ini hanya lima ada tiga pintu, saat lantai lainnya bisa mencapai lima bahkan enam pintu.
Ceklek!
Blam!
Suasana gelap di gantikan terang menyambutnya, saat ia menekan tombol saklar, di dinding sebelah pintu apartemennya. Ia melepas sepatu dan meletakkan di rak, berkumpul dengan sepatutnya yang lain.
Ia tidak memiliki pembantu yang tinggal di apartemennya, pembantunya hanya akan datang di saat ia berangkat bekerja dan pulang, saat pekerjaannya selesai. Ia tidak ingin waktu istirahatnya di ganggu oleh orang lain, tapi lain lagi jika itu nanti, saat ia memiliki seorang istri, istri yang sangat di tunggu kehadirannya.
"Sebaiknya aku mandi, lalu melanjutkan pekerjaanku."
Setelahnya ia melaksanakan niatnya, mandi, istirahat sebentar, lalu berlanjut mengerjakan pekerjaannya yang entah kenapa selalu datang, tanpa ada jeda sama sekali.
Bersambung