"Levi, Herman. Kita pergi. Sekarang!" Perintah Karl.
Saat kami hendak pergi, dari tangga, muncul seorang pria dengan setelan layaknya bangsawan lalu menyapa kami. Sialnya, dia menggunakan topeng merah. Dia… Mr.S.
"Halo, Karl." Sapa Mr.S.
Kami semua kaget bukan main. Kapan dia datang? Dari mana? Mengapa dia mengetahui tempat ini? Ah. Kami benar-benar dalam keadaan gawat sekarang. Jika tidak segera lari, aku yakin kami akan dibunuh. Tapi hal aneh terjadi. Karl tidak lari. Malah ia tersenyum dan menjawab sapaan Mr.S.
Tetapi muka Karl berubah pucat sama seperti ketika dia menghadapi Blackbird dan Cloudy. Tangannya gemetaran. Ini menandakan bahwa orang yang kami hadapi saat ini bukan orang biasa. Dia lebih dari itu.
"Cih. Hallo, Mr.S. Senang bertemu dengan anda." Jawab Karl sambil mengulurkan tangannya.
Tanpa ragu, Mr.S. menyambut uluran tangan Karl untuk bersalaman.
"Saya baik-baik saja. Bagaimana dengan anda? Saya tidak terkejut jika anda bisa hidup dan berhasil membunuh Cloudy. Kau tau? Cloudy merupakan anak didik ku sendiri! Dia sudah kuanggap anak sejak dulu! Dan anda membunuhnya!" Mr. S. Kehilangan kendali atas dirinya. Namun dia segera menghela nafas dan kembali tenang.
"Anda hebat Karl. Cukup hebat. Oh yah, dan Levi. Terima kasih atas pengkhianatan anda. Sekarang saya tau siapa musuh di balik selimut selama ini. Apa kalian tertarik untuk melihat berita? Aku baru saja menulis artikel baru untuk berita siang ini. Mau lihat?" Tanya Mr.S. sambil tersenyum.
"Mengapa tidak?" Jawab Karl.
"Baik lah kalau begitu. Pelayan! Aku pesan empat coklat hangat dan tolong nyalakan televisinya." Perintah Mr.S. Kepada sang pelayan.
Sementara kami menunggu coklat hangat itu datang, suasana menjadi aneh. Karl dan Mr.S. kini saling bertatapan. Mereka memulai perang mental. Tidak ada satupun dari mereka yang mau mengalihkan pandangannya sampai pada akhirnya Levi memecah keheningan.
"Mr.S. Berita apa yang anda tulis kepada media akhir-akhir ini?" Tanya Levi.
"Bukan berita besar. Hanya menyangkut beberapa nama. Ada Cloudy, Renald, Tanaka. Dan tentu saja sebagai bintang utamanya. Levi dan Karl Miller. Oh. Maafkan aku. Bagaimana aku bisa lupa? Herman tidak masuk kedalam artikel yang aku tulis. Tapi itu bukan masalah besar kan, Herman?" Tanya Mr.S.
"Eh… Ten….Tentu saja bukan." Jawabku gelagapan.
Tidak lama kemudian seorang pelayan datang dengan membawakan empat coklat hangat dan menyalakan televisi. Ketika acara berita di mulai, aku kaget bukan main. Isi dari berita itu. Sungguh. Sungguh mampu membuat orang normal menjadi frustasi.
"Selamat siang. Berita siang hari ini mengenai seorang anak muda bernama Karl Miller. Kini Karl Miller di tetapkan sebagai tersangka utama dan otak dari gembong teroris yang telah membunuh dua orang pengusaha. Tanaka dan Renald. Siapapun yang melihat Karl Miller agar segera melapor polisi setempat dan disarankan menghindari kontak langsung darinya karena dia merupakan orang yang berbahaya yang akan memubunuh tanpa ampun. Berita selanjutnya, perusahaan jasa dan minyak milik Levi McMarvin kini dinyatakan bangkrut setelah Levi dinyatakan meninggal dunia. Sekian kabar berita kali ini. Selamat siang."
Aku, Karl dan Levi hanya dapat diam terpaku. Ini? Ini kah kekuatan Mr.S? Inikah super power yang dia punya?
"Ada apa dengan kalian? Kenapa muka kalian seperti badut? Hahahaha. Oh ayolah. Ini hanya sebagian kecil dari permainan yang akan kita mulai!" Kata Mr.S.
Sebagian kecil? Sebagian kecil katanya? Apa-apaan ini?!
"Sudah-sudah. Sekarang kita masuk ke ronde ke dua. Sudah ada empat cangkir coklat hangat disini. Saya mau kita meminumnya bersama-sama. Tapi tunggu dulu! Tahan. Tidak ada kesenangan jika kita hanya meminumnya seperti ini. Saya akan menambahkan ini.." Mr.S. mengeluarkan sebuah botol kecil mirip botol Tobasco. Eh tunggu. Itu bukan Tobasco. Itu….
"Sianida. Ya. Kita akan menambahkan sianida kedalam empat cangkir ini. Eh… tidak tidak tidak. Kedalam tiga cangkir. Satu cangkir akan dibiarkan tanpa sianida. Kita lihat. Siapa yang akan keluar dari ruangan ini hidup-hidup. Pelayan! Tolong tuang cairan ini kedalam tiga cangkir. Lalu secara acak, berikan kepada kami." Perintah Mr.S.
Gila! Dia sudah gila? Dia yakin dengan apa yang dilakukannya? Ini… Ini tidak masuk diakal! Pelayan yang di suruh tadi melakukan apa yang diminta Mr.S. setelah selesai, dia memberikan masing-masing kami cangkir berisi coklat hangat tersebut. Kami tidak tahu yang mana yang mengandung sianida yang mana yang tidak. Aku dan Levi sudah panik dari tadi. Tapi, Karl? Dia malah tampak senang dan tersenyum. Sama gilanya dengan Mr.S.
"Mari kita minum." Kata Karl.
"Lo gila Karl?" Protesku.
"Sudah. Minum saja. Gak usah protes" Jawab Karl.
Dengan sangat terpaksa, aku mengikuti yang lainnya. Meminum coklat hangat tersebut. Satu… dua… tiga teguk. Tunggu. Ini aneh. Aku tidak merasakan perubahan apa-apa dalam tubuhku. Aku menengok kearah yang lainnya. Sama. Mereka juga sama. Tidak ada reaksi aneh yang terjadi pada mereka. Seharusnya, jika benar-benar ini di isi sianida, tiga orang dari kami sudah mati. Tunggu! Jika? Jadi ini… Ini…
Mr.S. tiba-tiba bertepuk tangan lalu dia berdiri.
"Selamat tuan-tuan" Katanya. "Kalian menang di ronde kedua ini. Sesungguhnya ini bukan…"
"Bukan Sianida kan? Ini hanya gula. Aku sudah tau dari awal." Sela Karl.
"Cukup pintar Karl. Kalian memang bisa lolos dari ronde ke dua ini. Tapi kita lihat. Mampukah kalian bertahan di ronde ke tiga? Lihat keluar jendela. Sudah ada beberapa polisi disana. Ooops. Maafkan aku. Sebelum kesini, aku telah menelepon Kapolri untuk menyergap kalian di tempat ini. Baik, saya pergi dulu. Selamat siang dan semoga kalian senang dengan permainan ini." Kata Mr.S. yang lalu pergi dari café.
"Sial! Gue gak tau kita bakalan ketemu dia disini." Kata Karl.
"Sekarang gimana Karl?" Tanya Levi.
"Kita harus lari. Ya. Lari."
"Tunggu Karl! Gue mau nanya!" Kataku
"Apa lagi sih? Kita harus pergi!"
"Kenapa lo tau itu gula, bukan Sianida?"
"Mudah. Tau cerita tentang orang Belanda yang harus mati dengan cara diberikan racun di empat cangkir berisikan coklat hangat? Tau kelanjutan dari cerita itu?"
"Enggak."
"Aduh. Jadi gini. Tiga cangkir diberi racun. Tapi satu cangkir tidak. Mereka minum bersama-sama. Tapi pada akhirnya mereka tidak mati. Karena yang di masukin itu gula. Bukan racun. Malah si Kapten Belanda meminta mereka pergi sejauh mungkin dan bersembunyi supaya selamat. Kapten tau mereka ini keluarga baik-baik. Dia tidak tega menghabisi keluarga tersebut. Bagaimana? Sudahkan?"
"Ohh.. jadi begitu.."
"Sudah. Sekarang kita harus lari dari kejaran orang-orang yang kita anggap teman selama ini."
To Be Continued