"Karl Miller! Keluar dari café sekarang juga! Anda telah di kepung!" kata seorang polisi menggunakan pengeras suara.
"Kita lari! Sekarang!" Perintah Karl.
Aku, Levi dan Karl segera berlari dari café melalui pintu belakang. Kami lalu berjalan melalui gang kecil untuk menghindari polisi. Kami bisa mendengar suara sirine polisi dan suara beberapa polisi yang meneriaki nama Karl. Kami lari dari satu gang ke gang yang lain. Berusaha mengendap-endap agar tidak ketahuan polisi. Ketika keadaan sudah aman, Karl memberi tanda, dan kami kembali lari.
"Sial sial sial! Gue gak tau kalau Mr.S. akan sekuat ini. Damn!" Kata Karl.
"Sudah ku katakan pada kalian. Dia bukan orang sembarangan. Dia kuat." Tambah Levi.
Ketika tiba di perempatan, hal buruk mulai terjadi. Helikopter datang dan mulai menggunakan lampu sorotnya. Mencoba mencari kami. Sementara itu, HP ku berbunyi. Ada telepon masuk dari inspektur Susilo. Aku yang merasa sedang tertekan sekarang berpikir jika aku menjawab telepon dari inspektur Susilo, mungkin dia dapat membantu kami memberikan perlindungan atau bisa saja jalan keluar.
"Jangan di angkat!" Teriak Karl.
"Kenapa? Ini kan dari inspektur Susilo!" Kataku
"Jangan pokoknya!"
Masa bodoh dengan Karl! Aku bersikeras dan mengangkat telepon tersebut
"Halo inspektur?" Kataku.
"Herman! Sekarang kalian di mana?"
"Kami berada di perempatan. Kurang tau ini dimana. Tapi bisakah inspektur memberikan perlindungan?"
"Dengarkan aku. Sekarang kalian menjadi buronan polisi! Kalian harus segera pergi dari sana!"
"Inspektur! Tapi bisa kah anda…."
"Herman. Maafkan aku…." Telepon pun mati.
"Bodoh! Lo angkat teleponnya?" Tanya Karl
"Iya."
"Dia melacak kita! Inspektur melacak kita! Lo tau seharusnya di saat seperti ini, para polisi pasti mengintimidasi inspektur untuk membantu mereka memburu kita! Sekarang mereka tau lokasi kita!" Kata Karl
Dan benar. Hal itu terjadi.
Ketika aku menoleh kebelakang, aku melihat tiga puluh orang polisi mengejar kami dan mengeluarkan pistolnya.
"Karl! Mereka di belakang!" Kataku dengan keras
"Lari lebih cepat!" Kata Karl
Kami berusaha lari lebih cepat. Tapi polisi di belakang kami mengeluarkan tembakan. Sialnya, itu mengenai betis Levi.
"ARGHH!! Damn!" Levi lalu terjatuh
Aku dan Karl mencoba membangunkan Levi, menopangnya, dan coba berjalan lebih cepat tapi ketiga polisi itu semakin mendekat
"Sudah! Tinggalkan aku disini! Aku hanya akan menghambat kalian!" Kata Levi.
"Tidak! Tidak akan kita tinggalkan seseorang disini! Ayo bangkit Levi!" Kata Karl.
Kami kembali menopang Levi dan berusaha berjalan secepat mungkin. Polisi di belakang kami berteriak "Berhenti! Atau kami akan menembak lagi!"
"Jangan dengarkan mereka! Terus jalan!" Kata Karl.
Para polisi di belakang kami kini menembaki kami. Beruntung tembakan mereka meleset. Aku mencoba menengok ke belakang dan melihat ada seseorang entah muncul dari mana, membawa kapak dengan gagang yang panjang dan mulai menebas polisi-polisi tersebut. Ketiga puluh orang polisi itu rubuh seketika. Pria tersebut menatap aku dengan tajam. Dia menangkat kapaknya dan mengarahkannya kepada ku. Mulutnya bergerak seakan mengucapkan "Kalian tak akan bisa lolos dari sini".
Dia lalu menurunkan kapaknya, menyeretnya dan berlari sangat cepat menghampiri kami.
"Karl! Ada orang bawa kapak di belakang kita!" Kataku panik.
"Cih! Itu pasti Alfonso. Lari saja! Gak ada yang bisa kita lakuin! Kita gak bisa lawan dia!" Jawab Karl.
Kami hanya bisa berlari dan berlari sementara Alfonso semakin mendekat. Kami memasuki sebuah gang dengan harapan Alfonso tidak akan mengikuti kami. Tapi dugaan ku salah. Gang ini buntu!
"Anjrit! Gimana ini?" Aku mulai panik.
"Jalan buntu yah? Hah. Ini sudah berakhir. Alfonso akan membunuh kita semua." Kata Levi.
"Belum. Ini belum berakhir. Herman. Sandarkan Levi pada dinding itu. Aku akan melawan Alfonso." Kata Karl.
"Lo gila? Lo bisa mati!"
"Gue bisa lolos dari kematian waktu lawan Cloudy. Lawan Alfonso aja masa gak bisa?"
"Jangan bodoh Karl! Kita baru ketemu!" Protesku
"Gak. Gue gak bodoh Herman. Tunggu disana."
Alfonso kini berdiri di depan kami sambil menyeret kapaknya di jalan. Dia lalu mengangkat kapaknya, dan mengacungkannya pada Karl.
"Kali ini, saya pastikan anda tidak akan selamat, Karl Miller." Kata Alfonso dingin.
"Coba saja." Jawab Karl.
Tanpa basa-basi, Alfonso berlari kearah Karl dan mengayunkan kapaknya ke kepala Karl. Namun dengan sigap, Karl berhasil menghindar. Kini Karl mengarahkan tinjunya ke arah Alfonso. Dan tepat mengenai wajah Alfonso. Karl melakukanya sekali lagi, kali ini tinju dari arah kirinya. Tepat mengenai wajah Alfonso lagi. Alfonso mundur beberapa langkah. Wajahnya mengeluarkan darah.
"Lumayan." Katanya.
"Terima kasih." Jawab Karl.
Kini Alfonso serius. Dia berlari kencang ke arah Karl, mengayunkan kapaknya. Karl berhasil menghindar pada serangan pertama. Tapi tidak pada serangan kedua. Alfonso menendang perutnya Karl. Dan seketika Karl terpental jauh dan terjatuh di tanah. Belum sempat Karl berdiri, Alfonso kembali berlari kencang dan mengayunkan kapaknya ke arah Karl dengan nafsu membunuh yang kuat. Karl bisa menghindar dengan berguling ke arah kiri. Tapi Alfonso lagi-lagi menggunakan kakinya dan menendang wajah Karl.
Karl berguling semakin jauh. Ketika Karl ingin berdiri, Alfonso menendang perut Karl berakali-kali dengan nafsu. Karl tidak bisa menghindar. Alfonso lalu menendang wajah Karl sekali lagi. Telak. Tendangannya telak. Membuat Karl tidak mampu lagi berdiri. Kini dia hanya dapat terkapar lemas di tanah.
"Hanya seperti itu? Payah! Mengapa Cloudy bisa mati dengan orang seperti mu! Orang payah!" Teriak Alfonso.
Karl tidak bisa menjawab apa-apa. Aku mencoba berdiri ingin melawan Alfonso. Tapi Levi menahan ku.
"Jangan! Anda bisa mati! Karl saja tidak mampu, apa lagi anda!"
"Tapi Karl bisa mati!" Kataku.
"Karl sudah mengorbankan dirinya! Lebih baik kita pergi menyelamatkan diri!"
Aku menatap tajam Levi. Dasar manusia egois! Aku kembali melihat Karl. Karl kini di ambang bahaya. Alfonso mengangkat tangannya Karl dan….
"ARGGHHHHHH!!" Teriak Karl kesakitan. Tangan kanan Karl kini patah.
"PAYAH!! DASAR PAYAH!! HAHAHAHA" Teriakan Alfonso kini mengerikan layaknya psikopat.
Kini, Alfonso mengangkat kapaknya tinggi-tinggi dan…. 'JLEB!' Mata kapak itu menancap di paha kanan Karl. Karl sudah tidak dapat teriak lagi. Dia hanya dapat mengerang kesakitan.
"Ah! Sial! Kenapa paha kanan?! Seharusnya perut!" Gerutu Alfonso.
Alfonso kini kembali menangkat kapaknya. Namun aku dengan cepat berlari dan menabrakan diri ke Alfonso sehingga dia terjatuh. Kapaknya lepas dari genggamannya. Aku berusaha mengambil kapak itu tapi Alfonso segera bangkit dan memukul perut lalu wajahku. Dan dengan pukulan kuat yang mendarat di perut ku, membuat ku mampu terjatuh dan tak dapat bangkit.
"Dasar tikus!" Kata Alfonso
Alfonso mengambil kembali kapaknya, dan mengayunkannya ke kaki kiri ku
"ARGGHHH!" Teriak aku kesakitan.
"Ini akan menghambat tikus seperti kau! Tunggu Karl aku habisi, baru aku berurusan dengan mu." Kata Alfonso
Kini Alfonso menyeret kapaknya dan berjalan ke arah Karl. Sekali lagi. Dia mengangkat kapaknya tinggi-tinggi, mengukurnya agar tepat menancap di perut Karl, dan akhirnya…
'JLEB!'
Aku spontan berteriak
"TIDAK!! KARL!!!"
To be Continued