"Kita akan ke London. Aku akan pulang" Kata Karl.
"Tunggu! Kenapa ke London?!" Tanyaku penasaran.
"Ruangan tempat Rin disekap. Aku mengenalnya dengan baik. Lebih dari apa yang kalian kira."
Aku bisa melihat wajah Karl yang penuh dengan rasa frustasi, bingung dan kecewa menjadi satu. Aku mencoba untuk bertanya kepada Karl mengenai Beverly dan masa lalunya. Apa yang terjadi dengannya? Maksudku, apa dia benar-benar cinta pertama Karl? Karl bahkan tidak pernah membahasnya. Sepanjang perjalanan menuju bandara, aku terus mencoba memulai pembicaraan dengan Karl. Namun selalu saja gagal karena aku melihat Karl yang sudah terlalu frustasi. Luka-lukanya belum sembuh total. Tapi dia sudah berani untuk terbang ke London.
Sudah tiga puluh menit kami diam. Tidak ada satupun di antara kami yang berani membuka pembicaraan. Bahkan untuk sekedar bertatapan enggan rasanya. Aneh, tapi ini nyata.
"Karl." Kata Levi mencoba membuka pembicaraan. "Apa yang sebenarnya terjadi?"
Karl awalnya diam. Matanya fokus menatap ke luar jendela seakan dia tidak mau menjawab pertanyaan Levi. Tapi lama kelamaan dia akhirnya mau membuka mulutnya.
"Gary menangkap Rin. Dari awal dia tau, Rin adalah kelemahan terbesarku. Rin wanita yang aku sayang. Sekarang dia berada dalam bahaya. Dia di dalam sebuah ruangan yang sangat aku kenal. Aku bahkan mengingat setiap benda yang di tempatkan disana."
"Tapi itu dimana?" Tanya Levi.
"Itu… di London. Di rumah Beverly yang lama." Jawab Karl.
Suasana kembali menjadi dingin. Aku mencoba untuk mencari tahu siapa itu Beverly. Bertanya pada Levi? Tidak akan. Lagi pula, dia saja tidak tahu masa lalu Karl. Satu-satunya cara adalah, bertanya langsung pada Karl. Tapi, apa mungkin dia akan menjawab pertanyaanku? Masa bodo. Coba dulu, baru aku akan tau jawabannya.
"Karl?"
"Iya Man?"
"Siapa itu Beverly?"
Karl terdiam kembali. Kepalanya merunduk. Tangannya gemetaran. Dia berusaha menenangkan dirinya, tapi tetap tidak bisa. Ada yang salah dengannya. Seperti ada masa lalu yang menghantui diri Karl. Yang pasti, ini masa lalu yang cukup pahit baginya. Karl menarik nafas panjang-panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan. Dia kemudian mulai membuka mulutnya untuk berbicara.
"Beverly… Dia… Merupakan sahabat terbaik yang gue punya ketika di London, Man. Dia juga…. Cinta pertama gue."
"Cinta pertama?"
"Iya."
"Jadi Rin bukan…"
"Bukan. Rin bukan cinta pertama gue."
"Terus apa yang terjadi pada dia?"
"Dia…. Dia tertembak. Lebih tepatnya meninggal setelah di tembak oleh… Gary… Beverly… Meninggal di dalam pelukan gue.." Karl berusaha tegar. Dia mencoba menahan air matanya agar tidak menetes. Tapi usaha itu sia-sia. Air matanya tetap saja menetes. Satu demi satu, butiran air mulai mengalir dari matanya.
Aku mencoba menenangkan Karl. Memberitahunya bahwa untuk tidak usah melanjutkan cerita itu lagi. Dia mengangguk setuju. Setidaknya sekarang aku bisa memperkirakan apa yang terjadi. Gary membunuh Beverly dan Karl mempunyai alasan kuat mengapa dia membenci Gary. Tidak terasa, kami sudah tiba di bandara. Levi cepat-cepat menelepon pilot pribadinya untuk segera menyiapkan pesawat dengan tujuan ke London.
Setelah semuanya sudah siap, kami memasuki pesawat jet pribadi milik Levi.
Tapi sebelum itu, aku melihat kea rah televisi di bandara. Berita mengenai Karl dan Levi masih menjadi headline utama. Aku hanya bisa menelan ludah. Sudah dua hari berita itu mengudara. Aku yakin, mindset rata-rata orang Indonesia juga sudah pasti berubah. Mereka akan membenci Karl. Tiga puluh menit kemudian, pesawat akhirnya take off. Karl duduk di bangku barisan belakang. Aku duduk di tengah bersama Levi. Ya, aku mengerti. Disaat seperti ini, dia tidak akan bisa di ganggu gugat.
"Herman. Bisakah Karl melawan Mr.S? Maksudku, Gary?" Tanya Levi.
"Entahlah. Tapi anak itu ajaib. Walau tidak sebanding dengan Sherlock atau Shinichi, tapi dia selalu mempunyai cara unik untuk memecahkan kebuntuan. Dia datang disaat yang tepat." Jawabku.
"Bisa. Kita bisa mengalahkan Gary" Kata Karl dari belakang
"Tapi bagaimana? Dia sudah membuat nama kita buruk. Bahkan polisi mengincar kita. Kalau bukan karena perlindungan Gary, mungkin kita tidak akan selamat. Bahkan untuk naik ke pesawat ini saja sudah pasti akan sangat sulit." Kata Levi.
"Bisa. Jika mereka menguasai media, kita lawan juga dengan media. Masih ada You Tube. Aku akan mengunggah video tentang diriku di You Tube. Itu akan meninggalkan perpecahan presepsi di antara orang-orang. Mereka akan mencari kebenarannya dan BOOM! Kita dapatkan kemenangan. Video itu harus kita upload di saat yang tepat." Kata Karl.
"Tapi kapan?" Tanyaku.
"Saat aku berhadapan dengan Gary. Nanti akan kuberitahu kapan."
Perjalanan dari Jakarta sampai ke London membutuhkan waktu 14 jam dengan tambahan 4 jam untuk keperluan pesawat dan lainnya. Total keseluruhan waktu perjalanan adalah 18 jam.
><><><><><
10 January 2014. London - England
Setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya kami tiba di London. Kami lalu turun dari pesawat dan sudah ada mobil yang menunggu di depan bandara.
"Itu kendaraan kita. Gary sudah mempersiapkan semuanya." Kata Karl.
Kami masuk kedalam kendaraan tersebut. Beruntung, aku dan Levi sudah lebih baik. Kami sudah bisa jalan sekarang yang walaupun masih sedikit sakit. Tapi setidaknya kami sudah bisa berjalan lebih baik. Sesampainya di dalam mobil, Karl memberikan secarik kertas yang berisi tempat tujuan kami.
"Sudah sembilan belas jam kita di pesawat. Dari bandara ini sampai di sana dibutuhkan waktu paling cepat tiga puluh menit. Total sudah Sembilan belas jam dan tiga puluh menit. Sisa empat jam, tiga puluh menit. Gary adalah orang yang perhitungan. Kita telat atau salah sedikit saja, alur dari permainan ini akan berubah. Levi, Herman. Tolong jangan buat kesalahan. Kita bermain dengan seorang penjahat dan nyawa taruhannya. Bisa saja salah satu dari kita akan mati nantinya. Tapi saya mohon. Jangan ada yang mati. " Kata Karl serius.
"Ya. Gue ngerti kok. Tenang. Kita kan team. Right?" Kataku seraya memberi semangat.
"Ya. Saya mengerti." Tambah Levi.
Satu jam berlalu. Kami tiba di rumah Beverly. Aku baru pertama kali melihat rumah ini. Rumah yang cukup mewah untuk ukuran seorang pengusaha. Karl mengamat-amati pintu.
"Ini… Ada yang aneh. Ada seseorang yang sebelum kita telah datang ke mari. Sekitar dua puluh? Tidak. Sepuluh menit yang lalu. Herman. Liat noda coklat ini." Karl lalu menunduk dan mengambil sepotong coklat kecil yang hampir cair. Dia endus beberapa kali.
"Iya. Ada beberapa orang yang sudah ada disini. Mereka membawa senjata. Kita harus berhati-hati." Karl memperingatkan.
Karl membuka pintu dengan sangat berhati-hati. Ruangan disini sangat gelap. Kemungkinan pemiliknya belum pulang dari beberapa hari yang lalu.
"Sudah seminggu orang tua Beverly tidak ada sini. Kebiasaan lama. Mereka sedang mengurus bisnis di luar kota. Ayo kita ke atas. Kamarnya ada di atas." Kata Karl
Kami lalu pergi ke kamar Beverly. Menaiki tangga dan menemukan pintu kamarnya. Karl memberi isyarat dengan tangannya agar kita semua tetap diam, tidak bersuara. Karl membuka pintu secara pelan pelan. Sangat pelan. Dan…..
"Kosong? Kamar ini kosong?" Kataku.
"Kita di permainkan." Tambah Levi.
"Tidak… Ini memang sudah di setting seperti ini." Karl lalu mengambil sebuah tab di kasur dan menyalakannya. Aku dan Levi tidak melihat isi tab tersebut. Tapi dari raut wajah Karl, terlihat jelas isinya bukan sesuatu yang baik.
"Gary…. Biadab…" Kata Karl.
"Lah? Maksudnya? Memang isinya itu apa?" Tanyaku.
"Dia memberikan kita clue. Di antara langit dan bumi, tapi masih di topang oleh besi. Kalian dapat melihat semua, tapi tidak dapat memegang. Terlihat kecil, namun kenyataan sebaliknya." Kata Karl.
"Maksudnya?"
"Itu adalah sebuah tempat. Tempat diantara langit dan bumi, tetapi masih ada yang menopang. Dari sana kita bisa melihat semuanya. Dari jauh benda itu terlihat kecil, padahal sangat besar. Cuman ada satu benda seperti itu di London. Yaitu, London Eye. Sial! Dia mengingatkanku akan kejadian empat tahun lalu. Dasar brengsek!"
"Tenang Karl… Lo harus tenang." Kataku.
"Ini gak bisa di biarkan. Dia mencoba men-setting ulang semuanya seperti empat tahun lalu. Dia masih ingin balas dendam. Tidak terima dengan kekalahannya. Ayo, kita berangkat ke London Eye!" Perintah Karl.
Kami lalu bergegas turun ke bawah. Betapa terkejutnya kami ketika melihat ada seseorang sedang duduk di sofa dan mengelap kapaknya. Itu….
"Alfonso!" Teriak Levi kaget.
Alfonso menoleh ke arah kami. Sambil tersenyum jahat, dia berdiri. Mengayun-ayunkan kapaknya dan mulai tertawa.
"Levi levi… Anda akan berakhir disini."
Sial sial sial! Kami bahkan tidak bisa berlari dengan keadaan kami yang seperti ini. Terakhir kami bertemu dengan Alfonso, kami berakhir sangat buruk. Dan sekarang harus berhadapan dengan dia lagi dengan keadaan minus begini?
"Hey hey. Tidak usah takut. Aku tidak akan menyiksa kalian seperti kemarin. Kali ini, kalian tidak akan menjerit lagi. Kalian akan langsung tertidur dengan sangat pulas."
Alfonso lalu mengayunkan kapaknya ke arah Levi. Beruntung Levi dapat menghindari serangan pertama Alfonso. Alfonso segera melancarkan serangan kedua. Kali ini dengan kakinya. BUM! Tendangan dari kakinya yang kuat dan cepat mampu membuat Levi terpental cukup jauh ke arah jendela di ruang tamu. Belum sempat berdiri, Alfonso langsung menendang perut Levi sehingga dia terjatuh kembali.
"MATII! MATI SAJA LEVI!!!" Teriak Alfonso.
Selagi Alfonso sibuk dengan Levi. Karl menarik lengan bajuku untuk segera kabur dari rumah itu. Belum sempat sampai di pintu, tiba-tiba sebuah pisau melayang dari samping melewati depan muka Karl dan menancap di dinding. Karl segera berhenti.
"Kalian mau kemana?" Tanya seorang perempuan.
Tunggu! Aku pernah melihat perempuan itu! Perempuan yang ada di rumah Tanaka… Erina!
"Aku akan menyelesaikan kalian sebelum kalian menyentuh Mr.S." Katanya.
To Be Continued