Chereads / The Adventure of Detective Karl / Chapter 26 - File Case 10: Hot Chocolate (Part Two) - Monster Jenius

Chapter 26 - File Case 10: Hot Chocolate (Part Two) - Monster Jenius

"Eh! Anda siapa?!" Tanyaku heran.

Pria itu hanya menoleh ke arah kami lalu kembali memandang pria misterius yang terbaring di tempat tidur. Aku dan Danny keheranan. Lagi, kami menghadapi seorang pria misterius dengan masker. Dia, siapa dia sebenarnya? Apakah orang SCARLET? Tidak. Jika dia anggota SCARLET, seharusnya dia sudah membunuh pria misterius itu dari tadi, atau paling tidak dia sudah menembaki kami dari pertama kami memasuki ruangan.

Suasana menjadi hening beberapa saat hingga akhirnya pria itu mengeluarkan suara.

"Kalian. Kalian tidak ingat denganku?" Tanya dia.

"Eh? Memang anda siapa? Apa hubungannya dengan kami?" Danny balik bertanya.

"Sungguh keterlaluan…" Pria itu berdiri dan mulai membuka topinya, lalu membuka maskernya, dan menggunakan kacamata.

"KARL MILLER?!" Kataku dan Danny kompak seakan tidak percaya kalau dia adalah Karl.

"Iya. Ini gue. Apa kabar, Herman, Danny?" Sapa Karl.

Aku… Entah apa yang aku rasakan. Aku langsung berlari memeluk Karl.

"Woo wooo Herman. Sebegini kangennya kah lo sama gue, Man?"

"Banget Karl! Banget!" Lalu aku mulai melepas pelukan ku. "Lo kemana aja selama ini? Menghilang kemana?"

"Gue? Hahahaha. Gue tinggal di rumah sepupu gue ini, Albert Heathcliff Miller. Dia lulusan hukum terbaik yang pernah gue kenal." Karl menunjukan jarinya ke arah pria yang sedang terbaring di tempat tidur.

"Dia? Sepupu? Haduh. Gue bingung."

"Yaudah, nanti gue jelasin. Oh ya, Danny, apa kabar?"

"Ya. Aku baik-baik saja."

"Masih mencoba menjadi Blackbird?"

"Hmm. Tidak. Aku tidak akan bisa menjadi Blackbird kembali. Sekarang seperti yang kamu tau, aku membantu Herman untuk mencari mu dan memecahkan kasus-kasus yang lain. Ya seperti itu."

"Tapi ambisi untuk mencari dan mencuri berlian masih ada pada dirimu kan?." Kata Karl dengan serius.

Aku bisa merasakan ketegangan di antara dua orang ini. Seorang detektif muda, dan seorang mantan pencuri yang hebat. Walaupun mereka sudah sama-sama berdamai, tapi aku bisa merasakan kalau Karl masih tidak percaya dengan Danny.

"Ya, setidaknya tidak akan aku lakukan sampai kamu kembali dan SCARLET dihabisi, Karl." Jawab Danny.

"Eh, gue masih punya banyak pertanyaan nih buat lo Karl. Mulai dari identitas Blackbird, sampai lo bisa selamat." Kataku untuk meredakan suasana.

"Oke. Kita bahas disini. Mau mulai dari mana? Identitas Blackbird? Oke" Karl lalu duduk kembali sambil meminta agar aku dan Danny duduk di sofa yang ada. "Analisisnya cukup sulit. Pertama Suara. Gue selalu mengenali suara orang-orang yang patut di curagai dalam sebuah kasus, dan Danny adalah salah satu orangnya. Dari awal, memang udah gue curigain kalau Danny terlibat dalam kasusnya sir Alfred Issac. Dia mengincar berlian yang dia pikir, sir Alfred punya. Tapi ternyata tidak. Justru yang kita temukan di ruang bawah tanah sir Alfred adalah barang-barang keluarga yang baginya adalah permata yang tidak ternilai. Dari situ gue udah hafal suara dia. Yang kedua, adalah tinggi badan. Tinggi badan Danny sekitar 178. Sama dengan Blackbird. Yang ketiga dan yang paling penting adalah gaya. Entah itu gaya berbicara, gaya berpaikan, gerak-geriknya, antara Blackbird dan Danny memiliki kesamaan. Jadi sudah dapat disimpulkan. Lalu apa lagi man?"

"Mengenai kematian Cloudy dan lo masih bisa hidup itu gimana?"

"Oh. Itu. Gini. Inget waktu gue megang granat dan nindih badan Cloudy? Saat itu gue belum lepas pemicunya. Gue masukin ke bajunya Cloudy dan gue selipin kertas di kantong belakang celana Cloudy. Agak mesum sih memang. Gue berdiri terus gue lari ke pintu belakang. Ngeliat Cloudy ngambil granat dari dalam bajunya, gue ambil pistol dan ngarahin ke granat. Cloudy tau dia bakalan tewas, dia teriak 'Ini semua belum berakhir!'. Setelah itu gue tembak granatnya dan boom! Rumah itu meledak di luar perkiraan gue. Sialnya gue kepental jauh. Waktu gue bangun, gue udah di rumah orang lain. Gitu."

"Oh itu sebabnya mengapa tubuh lo gak pernah di temukan. Tapi waktu pemakaman, orang tua lo ada disana yang mengindikasikan kalau lo udah tewas. Terus-terus, ini sepupu lo? Kok dia bisa di rumah Tanaka?" Tanyaku penasaran.

"Iya, orang tua gue memang ada. Tapi lo liat adik gue, si Theresia? Gak ada kan? Suatu kejanggalan jika seorang adik tidak melihat pemakaman kakak yang dia sayangi. Orang tua gue tau gue masih hidup. Gue di jemput kok sama mereka dari rumah orang yang udah ngerawat gue. Terus mengenai Albert di rumah Tanaka. Awalnya gue yang mau kesana. Tapi Albert malah bersikeras menggantikan gue. Dan ya, akhirnya dia yang terbaring di sini. Gimana?" Tanya Karl sambil menaikan sebelah alisnya.

"Ya ya. Lo menang lagi Karl. Ajaib memang kalau hidup sama lo." Kataku sambal sedikit tersenyum.

"Oke. Sampai disini ya pengungkapa misterinya. Sekarang fokus ke kasus. Anggota Scarlet tersisa empat orang. Alfonso, Erina, Levi, dan tentu saja si pria misterius, Mr. S. Jujur sampai detik ini gue masih belum tau identitas Mr. S. Tapi, dari informasi yang sudah terkumpul, dia adalah seorang pengusaha yang mempunyai koran, stasiun televisi, radio, dan bahkan media sosial juga dia kuasai. Kalian tidak akan percaya dengan fakta yang selanjutnya. Tiga perempat anggota parlemen di Indonesia dia yang kuasai. Jadi dia bisa membentuk negara ini suka-suka dia." Kata Karl dengan nada yang serius.

"Bahkan presiden sekalipun?" Tanya Danny.

"Tidak akan bisa berbuat banyak. Percayalah." Jawab Karl.

"Polisi? Bagaimana dengan polisi dan militer?" Tanyaku.

"Percuma. Mereka adalah budak dari Mr. S, kecuali satu orang…"

"Inspektur Susilo!"

"Benar. Yang membuat mereka tidak bisa berbuat banyak adalah, Mr. S menyimpan data dari setiap anggota parlemen dan orang penting di negeri ini. Dia bisa saja mengancam keluarga mereka atau bahkan membunuhnya karena dia punya SCARLET. Selain itu, dia menyimpan aib dari setiap orang-orang ini. Sedikit saja menggerakan jari untuk perlawanan, maka dia akan membuka aib mereka di media yang dia miliki. Jika dia tidak mempunyai aib mereka, dia akan memburu keluarganya. Ini tipikal orang yang senang menyiksa lawannya." Kata Karl sambil mengepalkan tangannya dan menajamkan pandangannya. Karl lalu melanjutkan. "Dia ini… Tidak lebih dari seekor monster. Sudah 15 negara bertekuk lutut di hadapannya dengan cara seperti itu. Termasuk Singapore, Jerman dan Australia. Selalu punya sepuluh ribu langkah kedepan. Itu motonya. Dia bukan lagi manusia. Dia monster jenius."

To Be Continued