"Akhhh…"Diana mendesah dan menjambak rambut hitam milik Danny saat pria itu masih terus menyusu. Rasa perih bercampur nikmat membuat Diana mengerang kuat, mencoba mengalahkan suara hujan yang bertambah deras.
Danny menjauhkan tubuhnya, matanya makin tertutup kabut gairah. Dia menunduk dan mengangkat Diana kemudian membawanya ke kamar tamu.
"Kamu tidak bisa lari lagi.. tak ada waktu untuk menyesal.." Desis Danny setelah menjatuhkan tubuh telanjang Diana diatas kasur yang empuk itu, dengan gerakan cepat, dia membuka seluruh pakaiannya hingga tubuh atletisnya terpampang jelas dihadapan Diana.
Diana menelan ludahnya dengan susah payah, ada kemenangan dalam hatinya saat melihat bagaimana pria yang begitu mencintai Maira, saat ini dengan penuh nafsu menyerangnya.
"Maira.. akhirnya akulah wanita pertama Kak Danny, keperjakaannya bukanlah milikmu. Kamu yang begitu menjaga kehormatanmu, bahkan hanya mendapatkan sisa dariku."
Diana tersenyum manis kearah Danny, menarik tangannya dan dengan penuh nafsu menciumi seluruh tubuh Danny hingga pria itu mengerang nikmat. Ciuman Diana di tubuhnya, terus turun hingga menghadap kearah juniornya. Tanpa malu dan segan, Diana menghisap tongkat milik Danny yang menegang sempurna.
"Akhhh.. terus sayang, ini sangat nikmat.."Erang Danny, wajahnya terpejam penuh kenikmatan dan tangan kirinya memegang rambut Diana, menekan kepala wanita itu agar miliknya masuk lebih dalam, membuat Diana tersedak.
"Begitu sayang.. kamu benar-benar binal.."Danny menatap Diana. Tatapan mereka saling beradu. Danny menarik miliknya dari mulut Diana dan membalik wanita itu hingga berada dibawahnya "Apakah kamu benar-benar ingin di puaskan olehku?" Tanyanya lagi.
Diana mengangguk "Yaa.. aku selalu memimpikan Kak Danny siang dan malam"Jawab Diana membuat Danny menyeringai puas. Dia membuka kedua kaki Diana lebar-lebar dan mulai menggesekkan miliknya.
"Ahhh.." Diana menutup mulut dengan tangannya. Rasa sakit karena milik Danny yang berusaha menerobos masuk serasa sampai ketulang-tulang "Akhhh.. pelan-pelan.."Rintihnya.
"Jangan tutup wajahmu.. aku ingin melihat ekspresi nikmat dan sakitmu"Danny menyingkirkan tangan Diana dari wajahnya. Diana sedikit tersipu dengan perlakuan Danny, apakah sekarang pria itu akan terangsang hanya dengan melihat ekspresinya saat berhubungan badan?.
"Akhhh.."Diana berusaha menyatukan kedua kakinya, tapi lagi-lagi Danny membukanya, dia menggesek-gesekkan miliknya dan memaksanya untuk masuk.
Milik Diana sudah sedikit licin karena cairannya yang keluar dari sela kewanitaanya.
"Berteriaklah.. biarkan hujan menjadi saksi. Malam ini aku ingin melihat bagaimana ekspresi kesakitanmu" Dan dengan hentakan kasar, Danny mendorong miliknya sampai masuk sempurna.
"Akhhhh… "Diana menjerit, kukunya menancap di bahu Danny tanpa dia sadari, kedua kakinya bergetar. Milik Danny sedikit lebih besar dari ukuran normal, membuat Diana kesakitan tiada tara, tapi dia tidak menyesal melakukannya dengan Danny, sebaliknya dia merasa begitu bahagia.
Hanya saja kebahagiaannya tidak berlangsung lama, karena beberapa detik kemudian kalimat Danny bagai menghempaskannya kejurang tak berdasar.
"Ahhh.. Maira sayang, kamu sangat sempit dan nikmat.."
Duarrr…
Perasaan Diana menjadi dingin dan hampa seketika, apa…?? Jadi selama permainan ini Danny membayangkan bahwa dia adalah Maira?, bagaimana pria ini menjadi begitu kejam dan tak berperasaan? Bisakah dia menghargainya?
"Kak.."Diana berusaha mendorong Danny, tapi sia-sia karena Danny mulai menggerakkan tubuhnya dengan liar, dia mulai memompa masuk dan keluar tanpa lelah sambil terus meracau.
"Mai.. Maira sayangku.. betapa nikmatnya milikmu, aku sudah lama membayangkan ini, menyetubuhimu tanpa ampun hingga kamu tidak bisa menggerakkan kakimu besok pagi.." Hati Diana berdarah-darah.
Tubuhnya terguncang naik turun karena hentakan kasar Danny, tapi perasaannya sangat hampa. Tidak ada lagi rasa nikmat, melainkan sakit dan perih di area intimnya yang sedang di lahap Danny dengan rakus, dan rasa sakit dihatinya yang paling dalam.
Air matanya kembali menganak sungai di sudut matanya, dia berharap pengorbanannya malam ini, akan memberikan sedikit tempat di hati Danny untuknya, tapi semuanya sia-sia. Karena pria itu, bahkan meneriakkan nama Maira tanpa tahu malu tepat di atasnya dan merasakan kenikmatan dari tubuhnya.
Penghinaan ini membuat rasa sakit Diana kian berlipat-lipat.
Beberapa jam berlalu, setelah Danny memuntahkan cairan miliknya yang kesekian kalinya, dia akhirnya bangun dari tubuh Diana, menatap wanita itu sekilas dan berkata.
"Aku memenuhi keinginanmu, maka penuhi janjimu. Malam ini, jika ada orang lain yang mengetahuinya maka kamu akan menyesal" Diana menatap Danny dengan marah.
"Bisakah Kakak jangan terlalu kejam?" Desisnya dengan airmata.
"Kejam apanya?, bukankah aku memenuhi harapanmu?"Sela Danny dingin sambil memakai celananya, tubuh bagian atasnya basah dengan keringat "Apakah sekarang kamu berubah pikiran dan menuntut pertanggungjawaban?"
"Bukan.. Tapi kakak menyakitiku dengan menyebut Maira saat memasukiku…"
"Hahh.."Danny meletakkan tangannya di pinggang, menatap Diana dengan arogan"Aku memenuhi hasratmu, kita hanya saling menuntaskan hasrat birahi kita. Apakah kamu berfikir aku bisa melakukannya tanpa membayangkan Maira?"
"Dengar Diana, aku akan memberimu uang sebagai kompensasi atas pelayananmu malam ini, aku bukan pria picik yang hanya ingin menikmati tubuh tanpa membayar. Aku jamin, kamu tidak akan rugi"
"Aku tidak menjual diri.." Sela Diana emosi.
"Bagiku samasaja.."
"Kakak kejam…!!"Pekik Diana "Tidak bisakah malam ini menjadi milikku? Mengapa harus ada perempuan lain?"
"Ckckck…"Danny berdecak kesal, dia jongkok dihadapan Diana, memperhatikan wajahnya yang emosi. "Sekarang terlihat kamu sangat serakah.."Cibirnya kemudian berlalu pergi.
"Aaaa.. aku benci pada kalian.. mengapa kalian sama egoisnya?" Diana berteriak marah, dia menangis penuh rasa putus asa, dia sadar bahwa Danny sangat mencintai Maira, dan dia hanya berharap malam pertamanya bersama Danny, setidaknya pria itu akan meneriakkan namanya, siapa yang menduga yang dibayangkan Danny adalah Maira.
Barusaja dia merasa menang karena menjadi orang pertama bagi Danny, tapi kenyataan akan perlakuan Danny yang hanya menjadikan tubuhnya sebagai objek bagi pria itu untuk menuntaskan hasratnya terhadap Maira, membuatnya kalah telak dari Maira tanpa perlawanan dari wanita itu, perasaan kalah yang telah menghantui hidupnya selama ini.
"Maira… Humairah, aku membencimu… sangat membencimu, aku berharap kamu menghilang di muka bumi agar Danny tidak bisa memilikimu.."Sumpah Diana. "Tuhan benar-benar tidak adil jika membuatmu bahagia diatas penderitaanku"
Nyatanya Maira tidak melakukan apapun tapi dia dibenci hanya karena seorang pria, di benci oleh wanita yang berstatus sahabatnya. Bagaimana bisa penderitaan yang di ciptakannya sendiri malah harus di tanggung oleh orang lain?
****
Hujan masih turun dengan deras, Diana menutup kepalanya dengan tas selempang miliknya, dan berjalan menembus hujan berusaha mencari tempat berlindung. Sekarang dia tidak tau kemana langkah kaki akan membawanya pergi setelah Danny mengusirnya tanpa perasaan.
Diana terus berjalan sampai dia mencapai halte dan menunggu kendaraan disana. Ingatannya kembali pada peristiwa malam itu, dua bulan yang lalu.
Setelah menangis semalaman dan menyumpahi Maira dengan kejam, akhirnya Diana memutuskan untuk pergi dari rumah Danny saat adzan subuh berkumandang. Dia memakai kembali celana panjangnya, kemejanya yang robek, kemudian melapisinya dengan kemeja milik Danny.
Hujan sudah berhenti sejak beberapa jam yang lalu, tapi cuaca benar-benar dingin. Diana mencoba berdamai dengan hatinya dan amarahnya kembali, mengembalikan akal sehatnya dan menertawakan kebodohannya serta kemarahan untuk Maira yang tak berdasar.
Faktanya dialah yang menyakiti Maira, dia menggoda tunangannya bahkan berhubungan badan dengannya.
Dalam hatinya mencibir "Diana, kamu manusia atau bukan? Bukankah apa yang kamu lakukan malam ini lebih rendah dari binatang? Kamulah yang menjadi orang ketiga, bayangkan jika kamu dan Maira bertukar posisi?"
Diana menoleh kearah rumah Danny saat keluar dari gerbang, dia telah merapikan tempat tidur bahkan mengganti sprey dan mencucinya sebelum subuh tadi. Dia tidak ingin Bik Sum akan melihat sisa pertempuran antara dia dan Danny dan menimbulkan dugaan yang aneh-aneh dari wanita paruh baya itu.
Beruntung beberapa kali dia mengunjungi rumah ini bersama Maira, mereka biasanya akan menghabiskan sepanjang hari dengan memasak, membuat kue bahkan membersihkan rumah bersama Bik Sum.
Sehingga Diana sangat paham seluk-beluk rumah ini, menghela nafasnya Diana berbalik dan melangkah pergi dengan yakin.
Dia akan memenuhi janjinya terhadap Danny, meski sakit hatinya toh semua yang terjadi juga atas permintaannya. Lagipula tidak ada kesepakatan di awal sebelum semuanya di mulai, bahwa Danny tidak boleh menyebut nama Maira saat mereka sedang bercinta.
Membungkus tubuhnya, dia kembali melangkah cepat, menjauh dari rumah Danny, berharap ini adalah kunjungannya yang terakhir.