"Aku berikan putriku padamu dan kamu harus membayarku sebanyak lima puluh juta sebagai maharnya"Ucap Jaka dengan nada yakin.
Semua orang yang berada di ruangan itu nampak terkejut, apa maksud ucapan Jaka? Mengapa dia menyerahkan putrinya seperti sedang melakukan transaksi jual beli?
"Bagaimana Tino, apa kamu tertarik dengan putriku?" Jaka kembali memecah kesunyian. Tino yang ditanya nampak bimbang, dia melepaskan kartu ditangannya dan berjalan kearah Jaka dan Diana yang mulai waspada.
Bagaimanapun ingatan tentang malam bersama Tuan Ramon menjadi alarm bagi Diana untuk menjaga diri, dia sudah bersyukur bisa terlepas dari pria tua itu, bagaimana bisa sekarang ayahnya mau menjodohkan dirinya lagi dengan pria lain?.
Dengan Tino pula, apakah ayahnya tidak bisa mencarikan dia jodoh yang lebih baik dan santun?. Selamanya Diana tidak akan pernah mau menikah dengan pria hidung belang, penjudi dan pemabuk. Dia ingin mendapatkan pria normal yang hidupnya tidak hanya di habiskan untuk foya-foya, wanita dan judi.
Tino tersenyum kearah Diana yang menatapnya tajam dan jijik "Aku pikir uang lima puluh juta terlalu murah"Ucap Tino dengan ekspresi menantang.
"Apakah.. bisa lebih dari itu.."Jaka mulai bernegosiasi, cukup takjub karena Diana bisa bernilai lebih tinggi dari yang di targetkannya.
"Ayah.. apa-apaan, Aku tidak mau menikah dengan siapapun"Sentak Diana melepaskan pegangan ayahnya dan berjalan pergi.
"Heiii.. Anak tidak tau di untung, kamu itu jangan jual mahal. Kamu sudah bukan anak perawan lagi, jadi tidak boleh pemilih begitu… "Jaka berteriak dan wajah Diana menjadi merah padam.
Sialan, apakah pria pemabuk itu benar-benar ayahnya? Bagaimana bisa dia menghancurkan putrinya di depan banyak orang seperti ini? Ayahnya telah membuatnya hancur sejak malam itu, dan dia juga masih belum puas jika tidak mengumumkannya kepada orang banyak?.
"Memangnya siapa yang peduli…!!!" Diana balas berteriak dengan marah "Apakah kamu ayah kandungku? Kamu benar-benar ayah sialan di dunia..!!"Maki Diana dengan tanpa perasaan. Persetan dengan ayah yang selalu mempermalukannya berulang-ulang.
Diana keluar dari ruangan dengan rasa marah memenuhi seluruh pembuluh darahnya "Berhenti di situ anak setan.." Jaka terlalu terkejut dengan makian putrinya, hingga dia gemetar karena begitu murka. Mengejar Diana yang berlari keluar terlebih dahulu.
"Kamu mengatakan aku ayah sialan, dasar anak setan kamu…" Jaka berhasil mengejar Diana di halaman kafe dan menjambak rambutnya.
"Awww.." Diana yang terkejut hanya mampu berteriak kesakitan sehingga pengunjung kafe yang saat itu sedang ramai mulai berdiri dan menonton adegan ayah dan anak yang berkelahi.
"Lepaskan aku..!!"Diana berteriak kesakitan.
"Berani-beraninya kamu mengataiku ayah sialan, memangnya siapa yang sudah membesarkanmu selama ini, yang memberimu makan dan tempat tinggal?" Jaka masih menarik rambut putrinya dan menghempaskannya sehingga Diana terseret ke kiri dan kekanan.
"Lepaskan Jaka, dia putrimu.."Tino yang merasa kasihan menahan tangan Jaka yang masih menjambak rambut putrinya. Bagaimana jika beberapa bagian rambut wanita itu tercabut? Bukankah rugi jika dia membayar mahal dengan barang yang sudah cacat?.
"Aku harus memberi pelajaran pada anak durhaka ini.."
"Tapi dia putrimu.."Tino masih berusaha melerai bersikap seolah dia begitu perhatian.
Mungkin karena bantuan Tino, atau Diana yang terus meronta, atau karena Jaka yang sudah sangat mabuk, akhirnya Diana bisa melepaskan diri. Hal ini tidak disia-siakan Diana dan berlari keluar Kafe.
Diana tidak tau apa ini takdir atau hanya kebetulan saja, karena saat dia melewati parkiran, dia melihat Danny hendak memasuki mobilnya. Diana tanpa pikir panjang berlari dan memasuki mobil Danny. Ini adalah pertemuan pertama mereka semenjak kejadian malam itu.
Karena Diana selalu berusaha menolak jika Maira mengajaknya bertemu disaat dia sedang bersama Danny, atau jika Maira mengajaknya kerumah Danny.
"Apa yang kamu lakukan?" Danny menatapnya terkejut "Keluar..!!"Bentaknya dengan nada dingin.
"Kak, aku mohon selamatkan aku.."Diana menyatukan kedua tangannya dengan nafas memburu, beberapa keringat membasahi wajahnya."Ayahku akan menjualku lagi.."
"Itu bukan urusanku.."Sentak Danny kesal.
"Kak.. aku mohon, bawa aku pergi dari tempat ini, dan aku akan segera turun.."Diana masih mengharap belas kasihan dari pria itu."Aku hanya butuh tumpangan sebentar.."
Mendengar ucapan Diana, Danny merasa lebih kesal lagi, apakah dikiranya aku ini adalah supir taksi?
Tak berapa lama, Diana melihat Jaka dan Tino, keluar dari Kafe dan mencarinya, hingga Diana menundukkan kepalanya, bersembunyi di jok belakang takut jika terlihat.
Danny menghembuskan nafasnya kasar, menghidupkan mesin mobil dan mulai melajukannya keluar dari tempat itu. Bukan karena ingin menolong Diana dari ayahnya, tapi dia terlalu malas berhadapan dengan Jaka.
Diana masih tetap bersembunyi dan baru mengangkat kepalanya setelah dirasanya sudah cukup jauh dari kafe.
"Terima kasih Kak.."Ucap Diana tulus, tapi Danny membuang pandangannya. Tak berapa lama dia menepi dan dengan dingin berkata.
"Turun.."Diana terkesiap. DIa menatap sekeliling yang gelap dan hanya ada rerumputan saja. Diana gemetar karena dia merupakan tipe orang yang sangat percaya dengan hantu dan takut dengannya. "Turun kataku.."Bentak Danny lebih keras.
"Kak, bisakah aku turun di perempatan saja? Di sini sangat sulit mendapatkan kendaraan.."Pinta Diana sedikit takut.
Danny mendengus kesal, dia tidak memiliki kesabaran ekstra untuk meladeni Diana yang selalu penuh drama saat muncul dihadapannya. Danny bukannya tidak tau apa yang terjadi, dia menyaksikan semuanya karena dia sudah berada disana beberapa saat sebelum Diana masuk dan menghilang di balik pintu samping Kafe.
Sempat hatinya bertanya-tanya apa yang dilakukan gadis itu karena pergi ke tempat khusus seperti itu. Danny tanpa sadar mencibir dalam hati, Setelah sebulan mereka tidak bertemu semenjak peristiwa malam itu, inikah pekerjaan yang di geluti Diana sekarang?.
Memikirkannya entah mengapa hati Danny menjadi tak nyaman, dia cukup tau tempat apa yang saat ini sedang di tuju Diana. Apakah Diana mulai menjadi wanita penghibur?
Danny tau jika Diana memang menjaga jarak darinya, terbukti dengan beberapa kali Maira yang mengeluh padanya akibat perubahan Diana. Bahkan pada perayaan pergantian tahun tiga hari sesudah kejadian malam itu, Diana menolak ajakan Maira untuk melaluinya bersama teman-teman yang lain.
"Entah apa yang terjadi pada Diana, aku merasa dia seperti sedang menghadapi masalah yang cukup besar. Kemarin aku mengunjunginya dan dia juga tidak berada di rumah, Diana seperti sedang menjauhi aku"Keluh Maira beberapa hari lalu."Entah apa salahku padanya".
"Dia pasti memiliki masalah yang harus di urusnya sendiri, jangan terlalu di pikirkan" Hibur Danny dan cukup lega karena Diana memenuhi janjinya untuk tidak mengganggunya.
"Tetap saja aku khawatir padanya, dia sudah cukup menderita saat ini. Ayahnya keterlaluan karena memaksanya menjadi istri Tuan Ramon. Bukankah Diana adalah putrinya? Mengapa dia bisa setega itu?" Maira mendesah.
"Sudahlah, jangan di pikirkan.. "Bujuk Danny "Pikirkanlah saja tentang kita dan hal-hal yang harus kita lakukan saat menikah nanti" Danny sedikit berbisik dekat dengan telinga Maira, mencoba memancing calon istrinya."Seperti.. gaun apa yang akan kau pakai malam itu, apakah perlu kubelikan lingerin berwarna merah?"
Maira hanya tersenyum dan menjauhkan kepalanya "Kak Danny akhir-akhir ini sering bicara mesum" Keluhnya dengan wajah menunduk merah.
"Tapi aku mesum hanya padamu " Sela Danny sambil mengutuk dalam hatinya. Masih juga dia begitu percaya diri mengatakan dia setia, padahal malam itu dia menggarap habis tubuh Diana dengan pikiran yang sangat sadar.
"Sabar yaa Kak, Maira tau kakak pasti akan bersabar menunggu sampai hari itu tiba, setelah hari itu Maira akan mengikuti semua kemauan Kakak"Senyum Maira tulus. "Kakak bisa menunggu kan?"
Danny menatap wajah teduh Maira dan sebuah gelombang rasa bersalah mengusik hatinya, tapi dia menyembunyikannya "Tentu saja, sebulan telah berlalu menunggu lima puluh hari lagi bukan hal yang sulit" Sela Danny.
"Kak.. Tolong, aku tidak mau turun di sini, aku takut"Mohon Diana dengan suara gemetar membuyarkan lamunan Danny.