Chereads / Menggapai ArasyMu / Chapter 26 - Seorang Ning

Chapter 26 - Seorang Ning

Sungguh suasana yang sangat menyebalkan bagiku. Kenapa perjodohan itu harus direncanakan. Yah, Aku sadar aku anak Kyai yang selalu dekat dengan rangkaian huruf perjodohan. Tapi apakah seorang anak Kyai harus menerima perjodohan itu selalu?  Abah meninggalkanku disaat rumitnya permasalahan antara 2 pilihan.  Tapi wasiatnya membuatku untuk memilih salah satu diantara pilihan yang ada.

Dari kecil bersama Kanh Ali. Aku pun sudah terlibat cinta monyet yang dalam hingga terbawa sampai sekarang. Jika aku mengetahui Aku akan dijodohkan dengan Gus Zein, Aku takkan mau menjelajahi ilmu di Pesantren itu.

"Nduk," suara itu lirih terdengar di sampingku. Ternyata Umi semoga saja tak dengar dengan apa yang aku ucapkan.

"Bagaimana keputusanmu nduk? Tadi Kyai Faqih kesini sama Gus Zein,"

"Kayla bingung Mi, bagaimana dengan wasiat Abah, Kah Ali pun ndak bisa berbuat apa-apa Mi."

"Tapi Nduk,  keluarga Kyai Faqih itu baik sekali dengan keluarga kita. Bahkan waktu Pesantren ini butuh suntikan dana Kyai Faqih yang membantu Abahmu. Selama ini kamu selalu di perhatikan to? Kyai Faqih itu sahabat Abahmu.  Memang perjodohan itu sudah di lakukan Abahmu sejak kalian masih kecil,"

"Tapi Kayla dari kecil dengan Kang Ali Mi, Kayla ndak ada rasa sama Gus Zein."

"Istikharah Nduk, semoga Allah memberikan jawaban yang terbaik."

Malam semakin gelap, berteman sajadah mengharapkan petunjuk dari Allah untukku. Sebuah pilihan yang sangat sulit namun aku harus kuat menghadapinya. Tersadar pintu kamarku terbuka, nampaknya ada yang sudah mengintip dari luar. Tapi siapa?  Apakah Kang Ali? Percuma saja Kang Ali tak pernah memikirkan perasaanku.

Ya Allah apa yang harus kulakukan!  Kenapa aku selalu dihadapkan dengan pilihan yang sulit! Air mataku jatuh tak tertahankan. Ku lihat kertas melayang di ataa sajadahku dari jendela yang ada di depanku. Nampak kertas itu tulisan dari Kang Ali. Ku pikir tadi adalah Kang Ali.

Mengapa dia tak menemuiku saja?  Kenapa juga jam tengah malam dia masih kelayapan. Apakah dia meronda lagi? Ah, mengapa aku terlalu memikirkannya. Aku pun seperti sudah kecewa dengannya.

Hanya dapat menangis dan tak dapat befikir jernih, ku lihat lembaran itu bertuliskan "Kayla, sabarlah insyaaAllah semua akan baik-baik saja" sontak aku membuag kertas itu. Kesal yang kurasakan saat ini. Gampang sekali Kang Ali berbicara seperti itu!  Apakah dia tak berfikir, perjodohan sudah di depan mata.

Aku pun melepas mukenaku dan melipat sajadahku. Sontak menghempaskan tubuhku ke empuknya alas mimpi. Melihat jendela yang terbuka,  Akupun menutupnya "Adduh!" kaget sepertinya aku sudah melukai seseorang ku lihat sisi jendelaku, terdapat Kang Ali yang kesakitan.

"Maaf Kang, gak sengaja."

"Sampean sampai kapan marah sama aku Ning?" aku hanya melipat tanganku dan tak acuh dengannya.

"Ning, Kakang mencari cara agar kita bisa bersatu Ning."

"Gitu aja terus!" ucapku menutup jendela dan lagi-lagi tangan Kang Ali terjepit lagi. Bodo amat, aku pun meninggalkannya dan tertidur.

Dalam balutan mimpi kulihat Abah menangis dan aku pun mendekat dan mendekap Abah. Ku dengar Abah meminta maaf telah menyakitiku. Aku hanya mendekap dan hanyut dalam pelukan Abah. Sampai akhirnya abah perlahan menghilang dan aku terbangun. "Abaaaahh!!!! " Aku sadar ini hanya mimpi.

Kulihat Umi datang menenangkannku dan mendekapku. "ono opo nduk?" (ada apa nak?) lirih Umi mendekapku dan membelai kepalaku. "Kayla kangen Abah, Umi."

"Seng sabar nduk."

"Abah nyuwun ngapunten kalih Kayla, Umi." (Ayah meminta maaf pada Kayla, ibu)

"MasyaaAllah, sabar ya nduk, ucap Umi mendekapku lagi.

Andai Abah masih ada,  mungkin takkan seperti ini. Ya Allah, apa hidupku akan berakhir dengan orang yang sama sekali tak kucintai? Jasa seseorang selalu dipertimbangkan dalam masalah apapun. Terlebih lagi dalam istilah perjodohan.

"Wes, nduk tidur lagi jangan lupa doa." Umi pun meninggalkanku. Kutarik selimut dan tertidur kembali sampai shubuh membangunkanku.

Tumben, Umi tak membangunkanku sepertiga malam? Ada apa ini? Tubuh ku merasa lelah, lelah dengan semua perasaan ini lelah dengan semua Perjodohan ini. Inginku rasanya pergi dari pesantren ini, seperti semua orang tak mengerti perasaanku bagaimana aku? Mereka hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri. Sedangkan aku, kang Ali, Umi bersedih dengan Perjodohan ini.

Aku pun terbangun dan mengambil air wudu untuk salat subuh. Kulihat di luar kamar sangat sepi sekali, " kemana semua orang yang ada ada di rumah dalem?" Aku pun melangkah keluar dari pintu kamarku menuju luar rumah. Nampak semuanya sudah bersih dan rapi, mungkin Mbak Azizah sudah terlebih dulu bangun membersihkan semua ini.

Tiba-tiba harum bau masakan kucium dari arah dapur, aku pun melangkah ke dapur. Nampak Umi memasak di sana dan ditemani oleh kang Ali. "Pagi Ning Kayla!" Ucap kang Ali melihatku." Kamu sudah bangun Nduk?" Ucap Umi." Tumben, Umi ndak bangunin Kayla?"

" Umi itu kasihan sama kamu Nduk, kamu tadi malam kelihatan kelelahan jadi Umi ndak bangunin Kayla."

"Oh ya sudah."

"Mandi dulu Nduk Ini Umi sudah buat sarapan buat kamu, kesukaan kamu oseng kangkung."

Ya, Umi memang mengerti kesukaanku. Oseng kangkung buatan Umi memang tiada bandingannya karena lezat dan enak cocok di lidahku.

"Ning, Desa Kenanga itu dimana ya sampeyan tahu ndak?"

"Emangnya kangali mau ngapain ke desa Kenanga?"

"Kamu belum tahu Nduk? Kang Ali ini sudah jadi ustad makanya dia mau ceramah di desa tersebut."

"Baguslah, " jawabku cuek. Kenapa nggak dari dulu sih Kang, Kang Ali itu jadi ustad. Mungkin Abah akan merestui Kayla dengan kang Ali. Ya aku baru sadar kang Ali memang sudah diberikan wasiat untuk abah untuk memimpin pondok pesantren al-fattah ini.

Aku bun terlalu dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu aku berkunjung ke pesantren melihat keadaan pesantren di sana. Nampak para santriwati menuju ke arahku bersalaman denganku dan ada yang yang bertanya tentang bagaimana aku menghafal Alquran dengan cepat.

"Ning Kayla, kapan kira-kira Ning mau mengajar kami di pesantren tentunya pasti ilmu Ning Kayla sudah banyak," ucap salah satu santriwati tersebut kepadaku.

"Alhamdulillah, ilmuku ku masih rendah dibanding kalian semua, karena yang terpenting itu bukan ilmu saja melainkan akhlakul karimah kalian semua. Insya Allah setelah ini ini aku akan menyebarkan kan setetes ilmu yang kupunya untuk pesantren ini tetapi bukan maksudku untuk menggurui karena kita semua adalah para penuntut ilmu."Aku hanya tersenyum mendengar semua memujinya mengaguminya sebagai Putri Kyai Pesantren Al Fatah.

Memang Abah adalah orang yang luar biasa, Abah adalah guru bagi santri dan pemimpin bagi keluarganya. Tetapi, aku tak boleh menebang pada nama Abah yang sangat dimuliakan di pesantren ini. Walaupun aku adalah putrinya, Aku harus bisa membuat Namaku harum seperti Abah memimpin Pesantren ini.