Chereads / Menggapai ArasyMu / Chapter 17 - Gus Yang Aneh

Chapter 17 - Gus Yang Aneh

"Ngapunten Gus."

"Kenapa sampe malam begini?" tegurnya lagi.

Mungkin dia berfikir, Jombang Gresik itu dua jam mungkin. Tak tahukah otak ini panas dan perlu untuk di dinginkan. Gusku yang aneh.

"Ngapunten Gus, Saya ingin menyimak hafalan para santri."

Hanya terdiam

Aku pun meninggalkannya menuju meja no 4 yang sudah terpampang di aula. Kulihat Gus Zein masih memandangku.

Dasar manusia aneh, kadang baik, kadang ngeselin. "Ih...!"

"Dek, kenapa?" Mbak Ainun memegang bahuku karena semua mata tertuju padaku. Malu itu pasti.

"Uhh, gara-gara Gus yang aneh itu!"

Setelah tenang, aku pun menyimak hafalan para santri satu-persatu.Setelah selesai, aku pun menuju kamar pengurus dan tidur.

Oh ya, bagaimana dengan Kang Ali ya? Apakah dia sudah tidur? Allah, kenapa aku memikirkannya ?

"Kayla!" gertakan suara itu mengagetkan lamunanku. Sepertinya aku mengenalinya. Ya, benar itu adalah Ustadzah Rumi.

"Sampean itu, kecil-kecil sudah pinter yo cari perhatiannya Gus Zein"

Allah, itu lagi. Siapa juga yang berminat dengan Gus Zein? Seorang anak Kyai yang aneh dan mingkin mempunyai dua kepribadian dengan jeda waktu yang tak terduga.

"Dalem Ustadzah" jawabku tak peduli raut wajah yang masam memandangku.

"Rumi..rumi.., sampai kapan sampean itu musuhi dek Kayla? Jelas-jelas yang ngejar itu Gus Zein bukan dek Kayla" tutur Mbak Ainun.

"Mbak?" Apa benar yang dikatakan Mbak  Ainun. Seorang Gus Zein seperti itu?  Yang benar saja. Mending Gus Ghoffar daripada Gus Zein. Fikirku.

Ustadzah Arumi pergi mendengar penuturan Mbak Ainun.

"Maaf ya dek"

"Mbak,"

"Nggih dek"

"Nopo maksud Mbak Ainun?"

Nampak Mbak Ainun ingin mengungkapkan sesuatu, tetapi bingung harus berucap bagaimana. Rasa penasaranku pun muncul. Apa maksud yang tertutur dari bibir Mbak Ainun?

"Ngapunten nggih dek, kemarin dalem sempet nguping pembicaraan Abah kalih Umi. Beliau berdua sangat menginginkan sampean menjadi mantunya"

"Ha..??" Allah apa aku tak salah dengar, bagaimana bisa? Mimpi buruk? Pasti. Aku tak menyangka Abah Yai mempunyai pemikiran aku menikah dengan Gus Zein. Ingin pingsan rasanya. Ah aku lupa tak ada Kang Ali.

Eh, kenapa Kang Ali? Ya Allah sepertinya berita ini sudah membuat syok otakku.

" Astaghfirullah, kenapa harus aku Mba"  Aku pun terduduk lemas setelah mendengar berita yang tak pernah kuduga sebelumya.

"Mbak kira sampean akan bahagia dek, kesempatan emas bisa di sandingkan dengan putra Kyai Faqih," ucap Mbak Ainun

Iya, menurut Mbak Ainun, tapi bukan harapanku. Aku tak pernah bercita-cita ataupun berkhayal dapat bersanding dengan Gus Zein. Sama sekali tak pernah.

Aku hanya terdiam tak menanggapi ucapan Mbak Ainun. Ya Allah apakah jodohku makhluk aneh itu? Semoga tidak. Aku tak dapat membayangkan jika aku zuad dengannya.

"Dalem istirahat riyen nggih Mbak," ucapku sambil melangkahkan kaki ke tempat tidur.

Bayangan cerita siang menyapa saat mata terpejam. Membuatku tak dapat tidur malam ini. Ku langkahkan kaki menuju air suci dan membuka mushaf yang sudah menunggu di meja depanku.

lā yukallifullāhu nafsan illā wus'ahā

(Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.)

Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir" (Q.S Al-Baqarah :286)

Astaghfirullahal'adzim, bahkan ayat ini menegurku. Ampuni hamba Ya Allah. Belum tentu itu akan terjadi dan bisa saja itu hanya sekedar pemikiran yang sekilas dari Abah Yai dan Umi.

Setelah selesai nderes, kantukku pun datang, aku pun tertidur.

Lantunan suara ayat Qur'an membngunkanku lagi, ternyata sudah pukul 2. Ya Allah, aku hanya tidur setengah jam saja malam ini. Dengan mata yang masih sipit aku menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu membangunkan para santri yang masih tertidur.

Seperti biasa setelah sholat shubuh rutinitas santri di Mambausshofa adalah nadzhoman.

Setelah nadzoman kami pun melakukan rutinitas lain. Kali ini jadwalku dan Mbak Ainun untuk memasak. Kami pun ke ruang dapur santri.  Nampak pengurus lain sudah sibuk mempersiapkan bahan makanan yang akan di olah.

Makanan kali ini adalah sambel pete dan tempe goreng. Lauk yang sangat sederhana tapi nikmat bila di santap dengan rasa syukur. Karena aku tak suka pete jadi ku ambil sambal dan tempe saja.

Setelah masakan jadi, kamipun menuju ke asrama membagikan bungkusan makanan kepada para santri demikian pula yang dilakukan di asrama putra.

Allah, aku lupa Kang Ali. Apakah Ia sudah kembali ke pesantren atau belum ya?

"Kayla..!"  lagi-lagi Amel selalu mengagetkanku.

"Mel, kalau aku punya jantung, bisa copot jantungku gara-gara sampean"

"Hehe, ma'af ya" ucap Amel dengan sedikit nyengir.

"Kamu melihat Kang Faiz?"

"Ndak Kay, emang ada apa? Ciyee ada apa sama Kang Faiz?"

"Hmm, wong ndak ada apa-apa kok ciya ciye to Mel, Ustad Ali kemarin nginap disini."

"Ustadz Ali? Kamu serius?" ucapnya dengan perasaan yang senang.

"Iya Mel, kemarin aku diantar beliau"

"Ya kamu gak bilang-bilang sih Kay"

Untuk apa aku harus bilang ke dia. Adduh, jangan-jangan Amelia suka beneran sama Kang Ali. Duh, kenapa aku jadi sedih begini.

"Kay, gak apa-apa kan?"

"Gak apa-apa Mel, kita masuk yuk sudah mau jam tujuh"

Kami menuju Madrasah yang tak jauh letaknya dengan asrama. Aku dan Amelia mendapatkan kelas favorit yang berada di lantai 4. Lumayan setelah mengisi perut kosong lagi saat berada di atas.

Tak lama kemudian, Ustadzah datang untuk mengajar kami. Ku lihat Amelia tertidur di sampingku. Ampun Amel, masih pagi sudah molor aja nih bocah.

"Mel,"

"Ustadzah Faiqoh, ayo bangun" bisikku.

Amelia memang terbiasa tidur saat jam pelajaran tiba dan endingnya akan bertanya "Tadi Ustadzah bahas apa?" pertanyaan sehari-hari yang ku dapatkan darinya.

1,2,3

"Kay, tadi bahas apa ya?" ucapnya.

Aku hanya dapat menghela nafas mendengar pertanyaan sehari-hari itu.

Aku hanya dapat menghela nafas mendengar pertanyaan sehari-hari itu.

"Bahas, kerugian orang yang mencari ilmu dengan tidak bersungguh-sungguh"

"Kayaknya gak ada bab itu deh Kay,"

"Sampai kapan kamu seperti ini? Tahun depan kita sudah jadi Alumni,"

"Allah, cepat sekali,"

Lengkap sudah studiku di Madrasah ini. Bulan depan kami harus menghadapi kenyataan tamat sekolah Madrasah Aliyah. Bulan depan juga akan menjadi bulan penutup pelajaran dan bergantindengan suasana tegang seperti sekolah pada umumnya yaitu ujian nasional.