Chereads / Dipaksa Menikahi Lelaki Buta / Chapter 9 - Bercakap-cakap

Chapter 9 - Bercakap-cakap

Awalnya Citra ragu untuk menerima telepon dari papanya. Tapi karena papanya terus memberikan ponselnya kepada Citra. Akhirnya Citra menerima telepon itu dengan sesekali berdehem terlebih dahulu. Supaya hilang kecanggungannya.

"Halo, Citra? Assalamu'alaikum," sapa Cito dengan sangat lembutnya. Dan itu membuat hati Citra sedikit bedesir atas sikap kelembutan Cito itu.

"Ehhh iya om. Wa'alaikumsalam, apa kabar?" balas Citra yang sedikit berbasa-basi kepada Cito. Meskipun begitu tetap saja Citra canggung dan menyengir kuda. Sesekali menatapi papanya dengan menarik-narik baju papanya. Cirul tersenyum dan berbisik.

"Jangan tegang, santai saja, Nak. Malah nanti sangat terdengar suara kamu yang kaku itu haha." Citra yang mendengar bisikan papanya itu, dia hanya mendelik sebal. Karena papanya mengejeknya dengan tawaan. Meskipun awalnya memberikan solusi, tapi tetap saja Citra kesal karena keputusan yang mendadak dan pemaksaan terhadapnya ini. Makanya bisa disebut ia dipaksa menikahi lelaki buta.

"Citra? Bagaimana sikap anak, Om, tadi? Apa tidak baik? Kalau tidak baik, bilang saja kepada, Om, pastinya Om akan menegurnya. Biar Om marahin dia," seru Cito yang tidak main-main itu. Namun, terdengar menggelikan di pikiran Citra. Memangnya Chandra anak-anak sampai dimarahin, mana perduli dia dengan kemarahan papanya. Begitu pikir Citra. Padahal dia tidak tau kalau Chandra benar-benar patuh kepada papanya. Bukan karena takut, tapi Chandra tidak suka dengan ocehan. Makanya menghindari hal semacam itu.

Citra pun membalas singkat saja. Tak mau mengadu yang macam-macam. Karena dia tak suka mengadu semacam itu. Dia sungguh dewasa, tak seperti perempuan lainnya, yang suka merengek kepada papanya. Dia memang sejak kecil dididik papanya dengan baik dan mandiri. Makanya dia menjadi cewek yang tegar dan tak mudah goyah terhadap apapun.

"Chandra? Dia? Ya begitulah, Om. Pm pasti tau sendiri sifat anak, Om bagaimana, intinya Om tanya kepada dia saja. Citra tidak mau berucap yang macam-macam, Citra bukan cewek cengeng seperti itu."

Balasan Citra membuat Cito senang dan tertawa, karena dia menemukan menantu yang tepat. Yakni menantu yang tangguh dan tidak cengeng, jadi dia suka dengan Citra. Dia benar-benar menantu tepat. Idamannya.

"Begitukah? Ya sudah kalau begitu, nanti bisa diatur, intinya jangan batalkan perjodohan ini, oke, Citra. Masalah apapun yang kamu inginkan pastinya akan terkabulkan, tenang saja! Ya sudah Om mau berolahraga kemesraan lagi. Oke! Bye-bye wassalamu'alaikum. Salam buat Papamu aku sudahi."

"Baiklah. Om. Wa'alaikumsalam."

Tut, tut, tut! Kini sudah usai saling bercakap-cakap. Sekarang Citra dihadapkan dengan papanya. Dia hanya diam, tak ada yang ingin disampaikan apapun itu.

"Bagaimana, Nak, menurutmu?"

Sekali lagi Cirul bertanya kepada anaknya. Meskipun bagi Citra pertanyaan itu tiada guna. Karena walaupun dia tidak menginginkan perjodohannya, pastinya papanya itu akan tetap terus memaksakan kehendaknya. Jadi muak rasanya Citra mendengar pertanyaan seperti itu terus dan terus.

"Iya terserah, Papa saja. Sekarang kita pulang saja! Citra masih banyak tugas yang harus diselesaikan," ajak Citra dengan nada yang tak bersemangat. Memang papa Chandra terdengar tadi orangnya baik bagi Citra. Tapi tak bisa dipungkiri kalau Citra belum bisa menerima semuanya. Rasanya belum siap ia untuk menikah, karena dia tak pernah membayangkan kalau menikah secepat ini.

"Jadi kamu menyetujui ya, Nak? Baiklah, jangan berfikiran lagi kalau Papa memaksamu ya ... ya sudah kita pulang kalau begitu," balas Cirul yang diangguki oleh Citra.

Cirul pun akhirnya mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia sesekali melirik ke arah putri si mata wayangnya yang hanya diam dan sesekali melengos. Ia tau kalau Citra masih mencerna semuanya, berusaha untuk menerima dengan ikhlas. Meskipun Cirul enggan dan tak perduli. Intinya Cirul akan memberi waktu kepada anaknya itu. Lambat laun Citra pasti akan mencintai Chandra nanti.

Dan di dalam perjalanannya. Cirul terjingkat dengan langsung mengerem mendadak mobilnya. Dia mengumpat dan berteriak. Gara-gara mobil di depannya itu membuatnya harus terhenti tidak tepat seperti ini. "Ssssst sialan! Kenapa dia berhenti mendadak seperti ini sih? Tuh kan mobilku menjadi lecet karenanya. Dasar menyebalkan!"

Citra yang awalnya sudah memejamkan matanya dan hampir tertidur. Dia juga terjingkat akibat ucapan papanya yang menyentak itu, sontak langsung membuka kedua bola matanya. Menoleh ke arah papanya dan memandanginya. Bertanya sembari memprotesnya. "Ada apa sih, Pa? Sungguh Citra kaget tau? Bukan kaget karena mobil terhenti, tapi kaget karena suara Papa yang menggelegar itu."

Cirul yang sudah kesal, dia tak membalas pertanyaan anaknya. Hanya menunjuk ke arah depan saja. Memberikan isyarat kepada Citra dengan mengangkat dagunya ke arah mobil itu. Akhirnya Citra menoleh kembali dan memandangi mobil itu. Dahinya berkerut sampai alisnya menyatu ketika melihat mobil yang ada di depannya itu. Merasa tidak asing dengan mobil dan pemiliknya yang masih ada di dalam. Pikirannya sudah tidak enak. Pastinya sangat pemilik masih berhubungan dengannya.

Dan benar. Ketika sang pemilik mobil keluar dari mobilnya. Dengan memakai kaca mata glamour dan elegant. Tak lupa baju branded yang menambah ketampanannya, semua dari atas sampai bawah branded super bukan kw dan murahan. Maka tak bisa dipungkiri dia sungguh tampan bak pangeran. Tak lupa dengan tongkat besi saktinya yang menyilaukan. Bagaimana tidak sakti? Untuk memukul seseorang pastinya tingkat kesakitannya sungguh luar biasa. Babak belur ya pasti. Dan sebut dia Chanda. Si buta dari gua hantu menurut Citra.

Citra hanya bisa melotot dan berkacak pinggang ketika melihatnya. Sudah bersiap untuk memaki Chandra. Dia menunjuk ke arah Chandra dan keluar mendahului papanya. Cirul yang merasa aneh terhadap anaknya. Kenapa dia lebih bersemangat dari pada dirinya untuk keluar. Makanya Cirul pun bertanya-tanya di dalam hatinya, karena memang dia belum tau kalau itu adalah calon menantunya.

"Heyyy kau! Sembarangan saja untuk menghentikan mobilmu! Apa ini jalanan nenek moyang kamu apa! Heran aku sedari tadi selalu membuatku emosi!" oceh Citra dengan nada tinggi. Tanpa berbasa-basi terlebih dahulu. Lagian Citra kadang lupa kalau Chandra buta, jadi sering mengoceh dengan menunjuk-nunjuk mukanya agar Chandra tau. Kadang Citra yang sudah teringat suka sekali melakukan adegan menggemaskan. Yakni seperti memperagakan akan memukul Chandra dengan menggerutukkan giginya. Untuk melampiaskan kekesalannya yang ada. Kan Chandra tidak tau saja. Begitulah Citra yang terus berulah tanpa malu-malu.

Chandra yang merasa tak asing dengan suara Citra. Ia pun membatin. 'Ehhh suara ini? Ini bukankah suara gadis gesrek itu? Iya tidak salah lagi ini dia. Dia benar-benar gesrek beneran, kenapa lagi-lagi aku bertemu dengannya, apa ini yang dinamakan jodoh, masak sih? Hmmm. Rasanya aku malas mendengar ocehannya. Dam siapa namanya? Aku sungguh lupa. Ci, Ci, siapa gitu. Apa Cici ya? Atau Cicak sekalian. Haha biarkan saja! Sungguh tak penting bagiku.'

Memang awalnya Chandra memakai taksi saat berangkat ke cafe. Tapi setelah itu. Supir menjemputnya yang berjalan ke arah jalanan untuk menunggui taksi yang tak kunjung datang. Supir datang tepat waktu usai Cito ditelepon oleh Cirul, dia langsung memerintahkan anak buahnya untuk menjemput putranya. Sedangkan Citra pulang ke arah rumahnya dengan arah yang berlawanan dari Chandra. Jadi dia tidak tau kalau Chandra menunggui taksi di jalanan tadi. Dan entah mengapa malah sekarang bertemu Chandra walaupun arah berlawanan. Mungkin Chandra ada urusan lain makanya sekarang jadi searah dengan Citra.