Mereka merekam tiga buah lagu untuk portfolio project serta konten di beberapa akun media sosial mereka yang baru.
Proses pengambilan video berjalan dengan lancar, tiga buah lagu sukses mereka bawakan dengan sempurna.
Sembari istirahat, Beni mulai memproses video mereka secara instan. Edit kilat gaya ala-ala.
Tidak memakan waktu lama, proses editing cut to cut video mereka selesai hingga proses rendering.
Beni dan Bella nampak anteng me-review hasil editan kilat gaya Beni itu. Dengan menggunakan speaker portable yang sengaja mereka bawa, terdengar suara khas Bella yang merdu dan berkarakter kuat itu.
"Wow keren banget yaaa, hihi. Aku sukaaakk.. Akuu sukaaak! Audionya bening, videonya Bagus, perpindahan frame by frame nya enak sesuai irama lagu. Ah pokoknya ini mah jauh lebih sempurna dari ekspektasi aku Ben, mantap!"
Bella nampak kegirangan, lengannya tanpa sadar meraih dan menggenggam Beni dengan antusias.
Bahkan, yang biasanya memanggil Beni dengan panggilan "gua-elu" tiba-tiba berubah menjadi "aku-kamu".
Raut wajah Beni nampak sumriah mendapatkan respon yang tidak terduga itu. Detak dijantungnya seketika terasa nyaman. Hatinya terasa berbunga-bunga.
Beni memang memaksimalkan proses produksinya, untuk visualisasi, Beni menggabungkan tiga Angle/sudut pengambilan gambar, satu buah kamera dengan lensa Ultra Wide dan 2 buah kamera menggunakan Lensa Fix dengan bukaan lebar.
Audionya jelas jernih, direkam menggunakan sound recorder via mixer dan diolah lagi menggunakan software pengolah audio sebagai finishingnya.
Bella masih asik menonton video cover projectnya bareng Beni itu, nampak mengangguk-anggukan kepalanya dan sesekali ikut bernyanyi pelan.
Melihat Bella sedang asyik melihat video mereka itu, Beni lalu berdiri hendak membeli sebungkus rokok ke warung depan cafe itu, sembari berucap pelan ia memberi Isyarat kepada Bella jika dia pamit sebentar keluar.
"Gua kedepan dulu ya Bel, beli rokok. Lu mau gua beliin apa? Ucap Beni.
Nampak Beni masih memanggilnya dengan panggilan "Gua-Lu", Beni masih merasa takut ke-pede-an sediri.
"Hemm, apa aja deh." Ucap Bella, lalu kembali fokus mereview videonya itu.
"Okaay!"
Beni berjalan menuju kios yang jaraknya kurang lebih 15 meteran dari cafe itu, di cafenya memang tidak menyediakan rokok. Cafe itu hanya menyediakan minuman dan beberapa menu kudapan ringan.
Di warung depan, Beni membeli rokok dan minuman dingin untuk Bella, lalu bermaksud kembali ke cafe itu. Baru beberapa langkah, tiba-tiba ada sepeda motor yang melaju kencang menghampirinya, dengan sengaja menabrak dan menendangnya keras.
"Jedaaaag!"
"Bruugg!"
Beni terjungkal dan tersungkur dijalan, kaki dan tangannya nampak berdarah karena berusaha menahan tubuhnya agar tidak langsung menghantam kerasnya aspal, walaupun itu percuma. Tubuhnya tetap terkapar, beberapa bagian lutut dan tangannya sobek.
"Rasain lo anjiing!"
Teriakan kasar terdengar dari lelaki yang menabraknya itu.
Disaat Beni terkapar di jalan, Si penabrak yang menggunakan helm Fullface itu lantas menendang tubuh Beni berkali-kali.
Dari kejauhan nampak beberapa orang datang menghampiri mereka. Melihat itu, si penabrak secepat kilat tancap gas, kabur melarikan diri. Pengecut.
"Wooyyyy jangan kabur bangsat!" Teriak Beni sembari menahan perih luka di kaki dan siku tangannya itu.
Beni sempat melihat plat nomor dan jenis motornya itu, dia merasa mengenalinya.
Orang-orang sekitar mulai berdatangan, membantu Beni berdiri, beberapa nampak berusaha mengejar pengendara motor itu sembari berteriak.
Tetapi laju motor itu sangatlah kencang, tidak mungkin bisa dikejar hanya dengan langkah kaki.
"Benii!"
Bella berteriak hiteris di sebrang warung, sebelumnya didalam cafe, ia mendengar keributan itu. Orang-orang membicarakan tentang insiden didepan warung, sebrang cafe itu.
Bella nampak bergegas berlari menghampiri Beni yang tengah berusaha berdiri, Bella segera meraih tubuh Beni yang berdarah di bagian tangan dan kakinya.
"Aw!"
Beni meringis kesakitan sambil memegang perut dan pinggangnya yang barusan di tendang orang itu.
"Mana yang sakit Ben? masuk dulu ke dalam cafe ya!" Bella lalu memapah Beni perlahan. Nampak sekali di raut wajahnya itu ada kekhawatiran serta rasa cemas melihat kondisi Beni.
Bella mendudukan Beni di Sofa yang cukup panjang agar Beni bisa merebahkan tubuhnya.
"Sebentar ya Ben aku ambil dulu kotak P3K." Ucap Bella melangkah cepat mengambil kotak P3K di ruang office.
"Mana yang sakit Ben, sini aku lihat tangan sama kakinya." Kata Bella.
Entah sadar atau tidak ia sudah mulai mengganti panggilan "Gua-Lu", dengan "Aku-Kamu".
Dengan sangat telaten Bella membasuh semua luka di tangan dan kakinya Beni dengan air hangat lalu mengoleskan obat luka.
Dengan perlahan Bella mengusap dan memijit tangan, kaki sampai pundak Beni lembut, Kecemasan masih terlihat di seraut wajahnya yang cantik itu.
"Terima kasih ya Bel, maaf merepotkan." Ucap Beni sembari meringis menahan perih.
"Merepotkan apa ari kamu, udah diem Ben, aku urus lukamu dulu ya. Kok bisa sih kejadian gini? awalnya gimana?"
Tanya Bella sembari telaten memeriksa dan mengobati semua luka di sekitar tangan dan kaki Beni, sesekali mengusap dan memijit tangan Beni dengan lembut.
Nampak telaten sekali Bella mengurus Beni, seolah dia menjelma menjadi perawat profesional yang sedang merawat anaknya yang jatuh dari pohon mangga.
Seketika ada desiran hangat yang menjalar di hati Beni, dadanya yang bergetar hebat mengalahkan rasa sakit dan perih di tangan dan kakinya itu.
Lalu dia teringat sosok yang menabraknya. Sepertinya Beni mengenali suara, perawakan dan motor Sport yang kendarainya itu. Apa mungkin? Si Bokir mantan Betjah itu yang barusan mencelakainya? Haruskah Beni memberitahukannya perihal itu kepada Bella? Suara batin Beni bertanya-tanya dalam hati.
"Heyy! Malah melamun!" Bella menepuk tangannya menyadarkan lamunan Beni sesaat tadi
"Aww!"
"Sakiiitt.."
Beni meringis kesakitan, tepukan Bella mengenai luka di tangannya.
"Ehh maaf, abiis kamu ditanya diem aja, hehe." Bella nampak nyengir sembari mengusap tangan Beni yang barusan di tepuknya itu.
Melihat senyuman Bella, hatinya seketika meleleh. Lalu sambil menahan sakit, Beni mulai menceritakan kronologisnya secara detail.
Bella mendengarkan cerita Beni dengan seksama. Sesekali matanya menunjukan kekesalan dan amarah, saat Beni memberitahukan saat si penabrak itu memakinya kasar. Bella mengerutkan dahi nya dan berkata.
"Kok dia bilang gitu Ben? Kasar gitu omongannya, kayak yang punya dendam. eerrghhh! siapa sih dia?"
Tanpa di sadari, mereka berdua sudah mengganti panggilan "Lu - Gua" dengan "Aku - Kamu"
Entah karena terbawa suasana atau memang sudah ada aliran rasa yang berbeda dalam diri mereka.
Beni menatap Bella dengan tatapan ragu, lalu bertanya tentang sepeda motornya Bokir.
"Bel, boleh aku tau motornya Boris motor apa?"
"Hah? Si Brengsek itu punya beberapa motor sih, ada Ninja sama Motor Sport warna Merah, Kenapa Ben? Jangan, jangan~~"
Bella menatap Beni dengan tatapan yang dipenuhi rasa penasaran.
"Hmmm tadinya aku gak akan cerita."
"Hey! Kamu harus cerita Ben! Apapun yang menimpamu, kamu harus cerita ke aku!" Bella berkata kepada Bejo sengan sedikit berteriak. Matanya melotot menatap Beni dengan tajam seolah protes, tidak boleh ada yang disembunyikan darinya.
"Eh, maaf Ben, A-aku terbawa emosi, maaf yaa." tangan Bella kembali mengusap tangan Beni dengan lembut.
Lalu dengan setengah memelas Betjah berkata lagi.
"Cerita dong Ben." Ucap Bella pelan.
"Hmm, dari suaara, perawakan dan type sepeda motornya, aku rasa itu si Bokir. Aku tidak punya musuh disini Bel, dan orang itu tidak mungkin salah sasaran, dia jelas-jelas menaruh dendam ke aku, mungkin karena kejadian malam itu." Kata Beni mencoba memberikan argumentasi nya.
"Apaa?! Hmm, masuk akal juga sih. Motif nya jelas. Sialan emang tuh anak! pengecut! Awas lu Bokir!"
Sumpah serapah keluar dari mulut Bella, matanya menunjukan kemarahan, mengepalkan tangannya lalu memukul gemas kepalan tangannya satu lagi.
Beni menarik tangan Bella, membelainya lembut, berusaha meredam emosinya.
"Udah tenang, aku tidak apa-apa kok, kamu tenang ya. Lupain aja sudah, aku tidak mau kamu ribut lagi sama dia. Tenang ya." kata Beni belaian lembutnya tidak ia lepaskan.
Tanpa di duga, Bella memeluk Beni dengan erat. Tentu saja Beni merasa senang menerima pelukannya itu, rasa senang nya itu lebih besar dibandingkan dengan rasa kagetnya.
Jika ternyata karena kejadian itu ia mendapatkan pelukan seperti ini, rasanya Beni ingin setiap hari ditabrak. Fikiran ngaco seketika melintas dikepalanya.
"Maafin aku ya Ben, kamu jadi kebawa sama masalah aku sama si Bokir sialan itu." Ucap Bella pelan.