"Kita ke kontrakan aku dulu ya Cha, sebentar. Aku mau ambil baju ganti, buat besok." Kata Beni yang segera di-iya-kan oleh Chacha sembari melayangkan senyumannya yang cantik itu.
Setelah belanja di mini market tersebut, Beni meluncur kearah kontrakannya, menyiapkan baju ganti. Tak lama kemudian mereka bergegas melanjutkan perjalanan menuju pulang ke kostan Chacha.
Malam itu adalah malam mereka, di sepanjang jalan Chacha tidak pernah melepaskan pelukannya. Wajah cantik itu selalu dibenamkannya di punggung Beni. Begitu rapat tubuh mereka, seolah tidak ingin berpisah untuk selamanya. Walaupun kenyataan yang akan mereka temui nanti akan sangat pahit.
Perjalanan dari kontrakan Beni ke kosstan Chacha hanya membutuhkan waktu kurang lebih hanya 15 menit. Beni membawa sepeda motornya ke tempat parkir khusus penghuni, menguncinya lalu mengambil semua belanjaan dan baju ganti yang dia bawa dari kontrakannya, sedang Icha sudah dari tadi masuk ke kamarnya.
Beni melangkah masuk ke kamar kostan. Nampak Chacha sudah mengenakan daster pendek warna pink dengan motif bunga-bunga, ukurannya sedikit agak ketat.
"Waduh Cha, seksi bener! Alamat terjadi lagi ini mah, pertempuran dahsyat maha panas malam ini, hehe.
Duhai Chacha sayangku, rasanya ingin sekali aku bisa membawa kabur dirimu pergi jauh dari kota ini, agar lelaki tua brengsek itu tidak bisa menikahimu."
Beni berguman dalam hatinya yang semakin terasa perih, miris sekali saat mengingat tentang perjodohan kekasihnya dengan lelaki tua yang sudah beristri itu.
Beni berusaha menegarkan hatinya yang panas, tersenyum menatap kearah Chacha yang lagi-lagi tersipu malu di tatap secara terus menerus oleh Beni.
"Haii cantik, sayangkuu, seksi sekali kamu malam ini, nanti kalau adikku si Joni mengamuk, jangan salahkan dia ya, adik kecilku yang itu mah emang suka begitu, setiap kali dia didekat kamu suka kebangun tiba-tiba, maksa pengen segera keluar sarang."
Otak mesum Beni mulai nakal, menggoda Chacha dengan gemasnya.
"Cuup!"
Tidak ada kata bosan Beni mengecup kening Chacha. Hati Chacha kembali berbunga, ia merasa semakin bahagia cintanya disambut Beni dengan sangat luar biasa. Pipinya yang putih mulus itupun kembali memerah. Tersipu, malu, tapi mau.
"Biarlah, yang akan terjadi nanti, gimana nanti saja. Sekarang, aku hanya ingin menikmati kebahagiaan bersamanya malam ini." Chacha berguman dalam hati, lalu berkata dengan manja.
"Ihhhh kamu mah, punya otak teh mesum!"
Kata Chacha sembari mencubit Beni yang tertawa terkekeh didepannya. Lalu tiduran santai sambil nyalain TV. Walaupun lelah dan kekenyangan, tapi Chacha belum mau tidur, dibukanya satu bungkus cemilan dan mulai menikmatinya satu demi satu kepingan keripik kentang kering yang di iris tipis-tipis itu.
"Eh sayang, jadi kapan kamu mulai pindah ke Bandung lagi?"
Chacha bertanya pelan dengan suara yang sedikir bergetar, sementara mulutnya tidak berhenti mengunyah cemilan keripik kentang itu, menyembunyikan perasaannya yang mulai tidak menentu. Beni tahu, Chacha sebenarnya tidak mau ditinggal pergi olehnya.
Beni duduk di samping Chacha yang masih rebahan santai sembari ngemil cemilan. Matanya nampak lekat menatap kearah TV yang entah sedang menyiarkan berita apa, Chcha sepertinya tidak perduli dengan siaran televisi itu, fikirannya melayang entah kemana.
Beni membelai rambut Chacha lembut. Kembali satu buah kecupan hangat mendarat lagi dikeningnya.
"Sayang, aku mohon ikutlah denganku, kita menikah di bandung."
Ucap Beni penuh harap, tangannya tidak berhenti mengelus rambut Icha dengan lembutnya.
"Masalahnya tidak semudah itu sayang. Jika aku kabur, orang tuaku akan di penjara, sementara adik-adikku masih kecil, aku gak bisa membayangkan bagaimana kehidupan mereka jika ayah dan ibu ku masuk penjara, huhuhhhhhu"
Lagi-lagi tangis Chacha pecah, perasaan sedih dan takut membuat dirinya merasa lemah tidak berdaya. Dia hanya bisa menangis dan menangis.
Beni berusaha menenangkan jiwanya, dalam hatinya pun ia sama-sama menjerit, ingin rasanya berontak melawan keadaan. Tapi posisinya sekarang sama, tidak jauh berbeda. Dunia memang sedang tidak berpihak pada mereka.
"Aku sungguh ingin selamanya bersamamu sayang, apa yang bisa aku lakukan agar kamu bisa terlepas dari semua beban dihatimu?"
Perang batin berkecamuk didalam hati Beni. membuat dirinya merasa semakin kacau balau, mengutuk keadaan yang memaksanya berada didalam situasi yang menjepitnya dalam sesak.
"Kenapa harus serumit ini!? Teriaknya dalam hati.
"Aku sungguh sangat mencintaimu sayang." Ucap Beni lirih sembari mendekatkan tubuhnya rapat.
Satu kecupan mulai mendarat di bibir Chaha, ditaruhnya bungkus cemilan itu dari tangannya, Beni mulai menghabisi bibir lembut itu.
Dengan pelan Chacha mendorong tubuh Beni.
"Sebentar sayang aku mau minum dulu, tolong ambilkan minuman soda itu."
"Ahh iya, Chacha belum minum!" Akibat terlalu bergairah, Beni lupa jika mulut Chacha masih dipenuhi keripik kentang itu. Tentu tidak nyaman rasanya bergumul hebat saling melekatkan bibir, sementara dimulutnya itu masih dipenuhi dengan cemilan keripik kentang.
Beni meraih botol minuman bersoda di dekarnya itu, membuka tutup botolnya lalu di sodorkannya ke Chacha.
Chacha meneguk habis minuman itu, belum sempat ia meletakan botol minuman itu, Beni sudah mulai lagi melancarkan aksinya.
Mereka saling berpagut dalam gairah yang membara.
Malam itu benar-benar sempurna milik mereka berdua. Penyatuan dua insan yang saling mencintai itu terjadi berulang kali sampai subuh.
Mereka berharap malam ini tak pernah berakhir.
"Malam, Aku mohon, jangan terlalu cepat berganti pagi", Bisik Chacha dalam hatinya.