Chereads / Tiga Cinta Sama Sisi / Chapter 9 - bab 9 - Pernikahan itu dipercepat

Chapter 9 - bab 9 - Pernikahan itu dipercepat

Kejadian pagi itu membuat Beni benar-benar oleng, dunianya seolah mengalami gempa yang hebat. Ada sesuatu yang hilang dalam dirinya, seakan separuh jiwanya tertinggal diruangan 3 x 5 meter itu. Ruangan kostan yang telah membangkitkan gairah hidupnya kembali membara.

Kini, semuanya kembali ke titik awal, dimana kehancuran telah menghantamnya dengan telak, seiring runtuhnya studio yang sudah dibangunnya beberapa tahun ini dengan susah payah.

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula, mungkin seperti itulah kondisi Beni sekarang. Umpatan dan cacian yang keluar dari mulut Ibu kekasihnya itu berhasil meluluh-lantakan hatinya yang sebelumnya sudah hancur akibat musibah kebakaran yang dialaminya.

Melihat sisa-sisa reruntuhan studionya saja hatinya sudah sangat hancur lebur. Sekarang dia harus menerima kenyataan yang lebih pahit dari apapun.

Bagaimana tidak hancur lebur? Kekasih yang dicintainya itu akan dinikahkan oleh ibunya dengan lelaki tua yang sudah beristri. Itu berarti Chacha akan menjadi istri yang ke-2.

Hanya karena lelaki tua itu berjanji akan membantu orang tuanya secara finacial, Chacha dijadikan tumbal oleh orang tuanya.

"Argh! Dasar si raja tega gila! ! Fucek!"

Beni merasa dunia sudah tidak mau lagi berpihak kepadanya. Bahkan, sepertinya semesta tidak sanggup merestui hubungan percintaannya.

Langkah kakinya terlihat gontai, lemah seakan tidak lagi bertulang. Pandangan matanya seakan kabur, fikirannya sudah tidak bisa fokus lagi pada satu hal. Beni merasa melayang terombang-ambing entah kemana, hingga tersangkut perih luka didalam jiwa.

Sore itu, disalah satu rumah di kabupaten bagian timur, Chacha terkurung dalam kamarnya, berselimutkan duka, lara dan nestapa.

Dia tidak henti-hentinya menangis. matanya nampak sembab, bengkak dan menghitam. Wajahnya nampak basah dibanjiri air mata yang terus menerus mengalir deras dari sudut matanya.

Chacha hanya bisa meratapi nasib, ia merasa hidupnya sudah hancur. Sosok Beni - kekasihnya itu, selalu saja terbayang dalam benaknya. Fikiran didalam kepalanya itu terpaut erat kepada satu sosok lelaki yang sangat dicintainya itu.

"A Beni sayang, maafkanlah aku. Sekarang kamu pasti sedang mencariku, ponselku di sita ibu, aku tak bisa menghubungimu. Maafkan aku a Beni sayang."

"Aaaaaaargh!"

Tangisannya tiba-tiba terdengar semakin kencang diselingi dengan teriakan putus asa yang memilikan, kedua lengannya berusaha menutupi wajahnya dengan bantal yang sudah basah dibanjiri airmatanya sedari tadi.

Chacha melingkarkan tubuhnya, kakinya ditekuk menyamping hingga menempel ke dada, seolah dia ingin bersembunyi dari dunia yang sudah menghancurkan hidupnya.

"Tokk! Tokk! Took!"

"Chaaaaaa! buka pintu kamarnya!"

Ibunya berteriak kencang sembari mengetuk pintu kamarnya dengan keras.

"Chachaaaa! Buka pintu kamarnyaa!"

Kembali ibunya itu berteriak dengan kencang.

Chacha mendengar suara ribut memanggil namanya itu kemudian turun dari tempat tidurnya, dibukanya pintu kamarnya dengan malas-malasan, lalu kembali rebahan di ranjang sambil menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya tanpa berkata satu patah katapun kepada ibunya.

"Chacha! Dengar ya!"

Ucap Ibunya dengan keras, tanpa memperdulikan bagaimana kondisi putrinya yang terlihat sangat frustasi itu.

"Kamu akan menikah bulan depan!" Kata Ibunya lantang.

"Apaa?"

Chacha terperanjat, bola matanya membesar menampakan kekagetannya yang tiada tara. Lalu kembali membenamkan wajahnya dibawah selimut, tidak dapat ia menahan suara tangisannya itu. Hatinya terasa sangat perih, ingin sekali dia kabur dari rumah itu.

Tapi setiap kali keinginan kabur itu melintas di fikirannya, Saat itu juga dalam benaknya melintas bayangan adik-adiknya yang masih kecil itu.

Chacha tidak berani membayangkan bagaimana kehidupan adik-adiknya nanti jika dia kabur dan orang tuanya harus mendekam didalam jeruji besi karena ulah lelaki tua yang sudah beristri itu. Lelaki tua itu memang telah melunasi hutang orang tuanya senilai hampir 500-juta, dan itu bukan tanpa pamrih.

Telah lama lelaki tua itu memperhatikan Chacha. Melihat Chacha yang tumbuh menjadi gadis cantik dan seksi dengan postur tubuh yang tinggi serta body bak biola, menjadikannya sebagai gadis yang paling cantik di desanya. Lelaki tua itu dengan liciknya mencari cara agar bisa menikahi Chacha.

Sampai akhirnya lelaki tua itu menemukan jalan, dia menyanggupi membantu melunasi seluruh hutang-hutang orang tuanya, dengan satu syarat, dia harus dinikahkan dengan Chacha.

Dan pelunasan hutang-hutang orang tuanya itu bisa dibatalkan kapan saja jika tidak sesuai dengan perjanjian, atau tepatnya, jika Chacha menolak pernikahan itu, dan atau Chacha kabur meninggalkan orang tua dan desanya.

Setelah mengatakan hal itu, ibunya pergi melangkahkan kakinya tanpa sedikitpun rasa iba. Berlalu meninggalkan putrinya, keluar kamar dan menutup lagi pintu kamar itu dengan cukup keras.

Chacha masih tenggelam dalam larutan duka yang telah disuapi ibu kepadanya tanpa belas kasih. Ia hanya bisa membenamkan kepalanya diantara tumpukan bantal dan selimutnya itu semakin dalam. Rintihan tangis pilu terdengar menyayat hati.

Dalam hati, Chacha menjerit memanggil nama Beni, memohon maaf atas dirinya dan keadaan keluarganya. Seharusnya saat ini dia berada di samping Beni untuk menguatkan kekasihnya itu, kekasih hati yang nenerapa hari lalu telah mengalami musibah. Tidak seharusnya keadaan nya seperti ini. Seharusnya mereka tetap bersama saling menguatkan, Chacha mengeluh dalam hati.

"Aaaaaaarrrrrrrrghhhh!"

Chacha berteriak dengan kencang, ia tidak perduli jika teriakannya akan terdengar oleh keluarga atau tetangga mereka. Di Desa ini, jarak antar rumah dengan tetangga itu memang hampir semuanya berdekatan.

Chacha merasa dunia ini sudah berlaku tidak adil untuknya. Mengapa Ayah dan Ibunya tega sekali menghancurkan hidupnya, berulang kali pertanyaan itu mengusik fikiran dan hatinya.

"A Beni sayangku, maafkan aku yang sama sekali tidak bisa melawan kehendak orang tuaku. Maafkan aku sayang, semoga engkau menemukan pengganti yang lebih baik dari diriku, aku berharap engkau menemukan kebahagiaanmu, walau tidak bersamaku."

Chacha kembali menangis. Lalu dalam gelap, ia terlelap.