Chereads / BAHASA BUNGA / Chapter 54 - MARIGOLD

Chapter 54 - MARIGOLD

MARIGOLD

Lambang kesedihan, kekejaman, dan kedukaan.

***

Isaac melayangkan tuntutan pada keluarga Gysor. Meminta kejaksaan pusat mengurus kasus penjualan tanah ilegal. Mengusut tuntas semua hal yang berhubungan dengan sengketa lahan. Mulai dari mantan seketariat desa yang membuat akta palsu, mandor lahan yang berperan sebagai makelar, sampai Frank Gysor selaku pembeli.

Kejaksaan pusat menjawab surat permohonan Isaac. Mereka akan mengirimkan petugas penyelidik, dan menunjuk Isaac sebagai kepala penyelidik. Para warga bersorak bahagia. Mereka bisa bernapas lega saat ini. Setidaknya Frank tak akan berani cari gara-gara dan keributan. Namun dugaan mereka salah. Frank malah semakin sering meneror warga. Gencar memprovokasi. Mereka terus terlibat adu cekcok sampai pertikaian hebat. Warga yang masih mencoba melindungi tanah milik mereka merasa geram. 

Perkahian menjadi masalah serius yang hampir setiap hari terjadi. Sebelum penyelidik datang, rencananya Frank akan mengusir seluruh warga dengan cara kekerasan. 

Satu minggu pasca pencarian bukti, Frank membawa beberapa petugas bersenjata. Mereka adalah polisi yang bertugas di wilayah desa. Pria dengan seragam dan atribut lengkap kepolisian terlihat garang, menyandang senjata api yang bisa saja melumpuhkan manusia dalam sekali bidikan. 

Kepala polisi telah menerima sejumlah besar uang dari Frank. Pria kaya itu tak mau rugi, dia telah membeli seluruh tanah ladang gandum dan sederet pemungkiman warga. Bagaimana pun caranya Frank harus mendapatkan lahan miliknya kembali.

"Sebelum ke lahan, kita mampir dulu ke suatu tempat. Ada utang lama yang mesti dia bayar." Frank menyeringai saat sopirnya menutup pintu mobil.

"Kemana, Tuan?"

"Bawa aku ke toko bunga!"

"Baik, Tuan."

Siang itu langit terlihat mendung, awan gelap mulai menyelimuti angkasa raya. Kesiur angin dingin mulai menggugurkan sisa dedaunan kuning. Membuat carang-carang pohon gundul. Sepanjang jalan daun-daun berserakan bak permadani yang indah.

Lily baru saja selesai merapikan bunga-bunga saat bunyi lonceng terdengar. Dengan sigap Lily menoleh, menyapa pelanggannya hari ini.

"Selamat datang di Helena Florist. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Lily.

Orang itu diam, tak menjawab, tetap merangsek masuk dengan beberapa orang anak buahnya. 

"Isaac? Kaukah itu?" Lily menajamkan telinga, sepertinya ada lebih dari satu orang yang masuk ke dalam toko.

"Ja... jangan bercanda, Isaac!!" Lily menggenggam erat tongkat kayu. Keringat dingin mulai bercucuran dari pelipisnya.

Hening ... tak ada jawaban.

"Siapa kau?" seru Lily. Ia mulai terlihat panik.

"Hallo, Lily," sapa orang itu pelan.

Lily langsung bergidik ketakutan, ia mengenal suara berat yang sedikit parau itu. Suara milik Frank Gysor, pria kaya yang pernah menghujad buket bunga buatannya dulu. Lily masih ingat tiap detail kata dan susunan kalimat hinaan dari pria itu.

"Ma—mau apa Anda kemari?" Lily mundur beberapa langkah. Getaran ketakutan mulai menjalar ke sekujur tubuh gadis itu.

"Ingin menjadikanmu rencana cadangan, Sayang."

"Rencana cadangan?? Apa maksudmu?" Lily menerawang kosong, wajahnya pucat pasi, tenggorokan Lily mengering, udara seakan menghilang, membuat atmosfir di sekitarnya berat.

"Ikut saja denganku! Aku berjanji tak akan menyakitimu." Frank menatap lamat Lily, mengagumi betapa cantiknya gadis buta itu. Dalam balutan dress casual dan cardigan saja bentuk tubuhnya terlihat menggiurkan. Apa lagi bila mengenakan gaun malam dengan belahan samping, pastilah sangat mempesona.

Lily tidak menjawab, tenggorokkannya tercekat. Lagi-lagi tubuh Lily melemas, ketakutan lebih menguasai tubuh dibandingkan otaknya. Lily hampir menangis, namun berusaha tegar. Tangannya mencoba menggerayang sesuatu di belakang, mencari gunting tanaman.

"Kemarilah, Sayang. Aku sungguh tak akan menyakitimu!" Frank semakin merangsek maju, membuat Lily bergeleng ketakutan.

"Tidak!!" seru Lily.

"Kemari!! Selagi aku memintanya dengan lembut!" Frank bergegas, mencekal pergelangan tangan Lily.

Tiba-tiba Lily mengayunkan sebelah tangan yang lain, gunting tanaman terhujam tanpa arah, menggores tipis pipi Frank. Darah segar menetes, tidak banyak namun cukup membuat Frank terkejut.

"Jangan buat kesabaranku habis gadis gila!!" teriak Frank, suara keras itu menggema di langit-langit ruangan. Frank menghempaskan gunting tanaman sebelum Lily sempat menganyunkannya kembali.

"Lepaskan!!" Lily meronta, kali ini tenaganya cukup kuat untuk melepaskan diri. Tapi Frank tak tinggal diam, dengan sekuat tenaga pria paruh baya itu menampar pipi Lily. Lily tersungkur, pipinya terasa perih dan panas.

Pita terlepas. Rambut Lily menjadi berantakan, keringan dingin bercampur dengan air mata ketakutan membuat wajahnya terlihat semakin kacau. Lily mencicit pelan, tubuhnya bergetar hebat.

Frank menarik rambut panjang Lily sampai kepala gadis itu ikut tertarik. Lily meronta kesakitan. Menendang-nendang tanpa arah, masih berusaha melepaskan diri dari cekalan menyakitkan itu.

"Dasar gadis gila!! Aku akan menyeretmu, membawa pada kekasihmu! Coba saja dia berani melawanku lagi. Aku akan mempermalukanmu dihadapannya!!" Frank terlihat garang, semakin garang saat teringat Isaac pernah menghajarnya dulu. Lily menggelengkan kepala, wajah pria itu terlihat sangat menakutkan.

Hujan turun, bersamaan dengan gemuruh petir dan angin kencang. Lily bergidik takut, bibir tipisnya mencoba berteriak untuk mencari pertolongan, namun lagi-lagi, suara guruh dan derasnya hujan menutup jeritan Lily.

"Bawa dia!!" Frank menyuruh anak buahnya mengikat dan membawa Lily.

Lily menangis pasrah sepanjang jalan. Tangannya terikat di belakang. Anak buah Frank menyumpal mulut Lily dengan kain. Isakkan pelan membuat napas Lily terasa berat.

— BAHASA BUNGA —