Chereads / BAHASA BUNGA / Chapter 56 - MARIGOLD III

Chapter 56 - MARIGOLD III

Pria itu menembakkan beberapa peluru ke arah Lily berlari.

DOR DOR DOR!!! 

Desingan peluru terdengar memekakkan telinga. Semuanya tercekat, semuanya membeku menyaksikan kegilaan Frank. Hanya Isaac yang berlari. Isaac tanpa ragu menangkap tubuh Lily, memutar tubuhnya sendiri untuk menjadi perisai bagi Lily. Dalam sekejap mata tiga buah timah panas telah bersarang pada tubuh Isaac.

Hanya butuh sepersekian menit peluru-peluru itu menembus tubuh Isaac, mengkoyak masuk ke dalam dagingnya. Sepersekian menit pula tubuh Isaac terjatuh dalam pelukan Lily. Memuntahkan darah segar. Sepersekian menit yang mendebarkan, sepersekian menit yang penuh gejolak perasaan.

"Isaac ... Isaac," lirih Lily kebingungan, Lily terus meraba wajah dan punggung Isaac.

Darah segar keluar dari bekas lubang tembakkan. Rasa panas mendesing masuk, memenuhi kerongkongan dan keluar dalam wujud muntahan darah. Isaac menatap wajah Lily yang terlihat cemas. Dengan gerakan patah-patah Isaac mengangkat tangannya, mengelus wajah cantik Lily.

"Syu ... kur ...lah, Li—ly. Kau baik-baik sa—ja," gagap Isaac.

"Tidak!! Tidak!! Apa yang terjadi Isaac?! Apa yang terjadi??! Katakan padaku kau baik-baik saja!! Katakan padaku kau tidak terluka!!" Lily menangis, terisak. Tangannya penuh dengan darah. Bau anyir membuat Lily sadar, Isaac terluka karena melindunginya. Tembakan itu, Isaac menerimanya, menggantikan Lily.

"Isaac!!! Jangan, kumohon Tuhan!! Jangan!!" Lily bergeleng saat tubuh Isaac mulai oleng, merosot turun menimpa tubuh Lily. 

Isaac merasa sangat ringan, seperti inikah rasanya meregang nyawa? Air hujan terus terjatuh, menerpa wajah Isaac. Bisa dilihatnya langit kelabu di atas sana. Secepat itukah Isaac harus kehilangan kesempatan? Secepat itukah Isaac harus meninggalkan Lily? Dikala doa yang ia gantungkan pada awan-awan kelabu itu terjawab. Dikala cinta Lily mulai kembali. Dikala mentari hendak muncul menciptakan pelangi, awan kelabu itu kembali.

"Isaac, ya Tuhan. Isaac!!" Lily menjerit.

Tapi bukankah itu sudah cukup? Yang penting Lily masih hidup, bernapas, ia akan melanjutkan kehidupan. Awan kelabu tetap pasti akan berlalu, pelangi akan selalu muncul. Tak ada yang  perlu Isaac sesali. Pandangan Isaac perlahan mulai memudar, buram, dan akhirnya gelap total.

Darah segar masih terus terkucur, air hujan terus membasuhnya. Lily menggoncangkan tubuh Isaac yang terkulai lemas dalam dekapannya. Lily menangis, terus berusaha menyadarkan Isaac.

"Bangun Isaac!! Kau berjanji akan merajut asa bersamaku. Kau berjanji akan menjagaku!! Kau berjanji akan menemaniku!! Kau berjanji akan menjadi mataku! Bangun!!! Bangun, Isaac!! Huhuhu ...!" Lily meraung menangis pilu.

Seluruh warga mengamuk dengan kejadian ini, mereka mengangkat senjata dan langsung menghambur ke arah petugas kepolisian dan Frank. Tembakkan peringatan tak lagi berguna, mereka nekat menyerang. Seakan memang ingin mempertahankan apa yang mereka punya walaupun mesti berkorban nyawa. 

"Aku akan bilang seratus kali, ah ... tidak ... seribu kali kalau aku mencintaimu, Isaac! tapi kau harus bangun, kau harus bangun, Isaac!!" Lily mengelus rambut Isaac, masih mencoba menyadarkan Isaac. Berharap ini hanya mimpi buruk yang akan segera berakhir. Lily menggoncangkan tubuh Isaac. Berusaha tanpa henti, namun Isaac tak merespon, tubuhnya tetap terkulai lemas.

"ISAACCC!!!" jerit Lily pilu. Andai saja jeritan kencang bisa membuat Isaac tersadar, Lily akan menjerit sekeras yang ia bisa. Sayang, denyutan pada nadi-nadi Isaac bahkan terlalu lemah untuk sekedar menyalurkan darah ke seluruh tubuh.

Bobby dan Noir bergegas menarik tubuh Lily dan juga Isaac. Menyelamatkan keduanya dari semerawut amukan warga yang kalap. Pekarangan luas itu menjadi area pertengkaran dua kubu yang bersitegang.

"Tolong!! Kumohon tolong Isaac!! Kumohon selamatkan dia!!" Lily menggenggam tangan Noir dengan tangannya yang penuh dengan darah Isaac. Noir menangis sambil mengangguk.

"Kita butuh sesuatu untuk menghentikan pendarahannya!!" Bobby yang menggendong Isaac pada punggungnya menyuruh Noir bersiap.

Ketiganya berlari menembus hujan dan lautan manusia yang sedang mengandu amarah. Noir menggandeng Lily, Bobby menggendong Isaac. Bobby memasukkan Lily dan Isaac ke dalam mobil, Noir mengambil kain apapun yang bisa ia gunakan untuk menekan luka Isaac.

"Diam, Lily!! Diam!!" Noir menepuk pipi Lily, menyuruh sahabatnya agar berhenti menangis karena serangan panik.

"Tekan ini, Lily, tekan agar pendarahannya berhenti!" Noir menaruh tangan Lily pada luka tembakan Isaac. Lily mengangguk.

"Kau sudah siap?" Bobby menatap Noir.

"Sudah, cepatlah berangkat!!" 

Mobil menderu, Bobby memutar setirnya lincah. Ban mobil berputar pada lumpur becek, keluar menuju jalanan beraspal. Bobby menginjak pedal gas sedalam mungkin, melaju sekencang mungkin menuju ke rumah sakit terdekat. Bunga gemitir yang tumbuh subur di sepanjang pekarangan terinjak, kadang terciprat oleh merahnya darah, menjadi saksi bisu atas kesedihan dan amukan warga desa.

— Bahasa Bunga —