Ternyata ini tentang Mas Bian dan acara tunangannya. Lagi-lagi dia. Seharusnya aku sudah terbiasa dengan situasi ini. Tetapi, kenapa hatiku tetap sakit? Sungguh, aku sudah biasa mendengar curahan hati Airin tentang Mas Bian. Tetapi malam ini rasanya berbeda, lebih menyakitkan. Kenapa kali ini hatiku rasanya lebih sakit, ya? Apa karena seteah ini au tidak akan menjadi tempat Airin berkeluh kesah lagi? Apa karena ini akan menjadi yang terakhir?... Batin Alif, dia kecewa dan sakit hati.
Alif menghela napas dan berusaha untuk tetap menjadi Alif yang tegar untuk menanggapi curahan hati Airin meskipun hatinya perih, seperti luka yang tersiram air garam. Perih. Pedih.
"Rin…. Rin…. Aku ini bukan peramal, bukan ahli nujum. Aku ini juga manusia biasa, sama seperti kamu. Mana bisa aku meramal dan membaca masa depan. Aku nggak tahu esok akan seperti apa, Rin. Aku nggak punya ilmu untuk meramal, membaca atau memperkirakan masa depan," kata Alif sambil terkekeh.
"Iya sih," sahut Airin lemas.