Chereads / remember that day / Chapter 18 - Bagian 18

Chapter 18 - Bagian 18

Alif merasa bingung karena Airin tidak berkomentar apapun dengan pernyataan.

"Gimana? Kamu masih mau nunggu aku atau kamu mau naik taksi aja? Kalau nanti kamu naik taksi, aku nanti samperin kamu ke apartemen. Gimana?" tanya Alif menuntut kejelasan.

Alif merasa agak panik dan tidak enak hati. Dia tidak enak karena dia tidak bisa menepati janji untuk menjemput Airin tepat waktu. Alif juga tidak enak karena dia sudah membuat Airin memilih diantara 2 pilihan yang tidak mengenakkan, menunggu beberapa lama atau terpaksa naik taksi. Persis seperti apa yang sudah Airin tebak.

"Nggak apa-apa, Lif. Aku belum mau pulang kok. Ini aku justru malah mau lembur di kantor malam ini. Maaf aku lupa tadi mau kabarin kamu soal ini, aku tadi langsung fokus ke kerjaan aku, sampai nggak sempat pegang HP dan aku juga jadi lupa untuk kabarin kamu karena terlalu fokus. Maaf ya…. Kamu langsung baik aja ke rumah, aku nanti bisa pulang sendiri kok. Aku juga nggak tahu ini nanti akan selesai jam berapa, jadi lebih baik kalau kamu langsung pulang aja," ujar Airin.

"Yuk, Lin! Kita sambil jalan aja, bisa kok!" Airin bangkit dari kursinya kemudian mengajak Selin berjalan menuju pantri.

"Kamu lembur? Kamu ngerjain apa kok sampai lembur?" tanya Alif.

"Ini, tadi Pak Zil minta dibuatin presentasi buat meeting besok," jawab Airin.

"Kebiasaan. Pasti Pak Zil itu nyuruhnya suka mendadak dan pasti nih yang disuruh itu kamu, memangnya dia nggak punya karyawan lain yang bisa dikasih tugas apa? Kenapa harus kamu? Pak Zil ini bikin emosi aja sih," ujar Alif dengan kesal.

"Hahaha…. Nggak apa-apa, Lif. Bagus bukan? Berarti itu tanda kalau Pak Zil percaya sama aku, kan? Itu tandanya aku bisa jadi karyawan yang dia andalkan, bukan?" tanya Airin yang masih memandang hal ini dengan sudut pandang positif.

"Cckk…. Kamu sadar nggak, Rin? Kamu ini orangnya terlalu baik, Rin. Makanya kamu bisa dengan mudah dimanfaatin sama dia," kata Alif yang masih tetap tidak terima karena Airin jadi harus lembur dan gagal untuk ia ajak makan malam bersama. Dia sebenarnya lebih ke kesal karena acaranya untuk melepas rindu setelah 3 bulan tidak bertem dengan Airin gagal karena Airin tiba-tiba harus lembur mengerjakan perintah dadakan dari atasan mereka.

"Kamu di sana ada temen lemburnya nggak? Atau kamu hanya sendirian? Aku temenin, ya?" tanya Alif.

"Ada Selin kok, Lif. Ini sekarang aku lagi sama dia, dia ada di sebelah aku nih. Kita berdua lagi jalan ke pantri, kita mau bikin kopi. Kamu mau denger suara dia?" Airin kemudian menyodorkan ponselnya ke Selin.

"Hmmm? Kenapa?" tanya Selin bingung.

"Sapa Alif, Lin. Biar dia percaya kalau gue emang lagi sama lo," pinta Airin.

"Oooh… Ok." Selin kemudian mendekatkan wajahnya ke ponsel Airin.

"Hai, Lif. Tenang aja, Airin sama aku kok," ujar Selin.

"Thanks," ujar Airin lirih.

Selin mengangguk sambil tersenyum manis. Melalui pengamatannya selama bekerja dalam ruangan yang sama bersama dengan Airin dan Alif, dia bisa melihat kalau Alif diam-diam menyimpan rasa kepada Airin. Jadi dia bisa memahami kekhawatiran Alif pada Airin.

"Percayakan kalau ada Selin di sini? Percayakan kalau aku nggak sendirian? Jadi…. Kamu tenang aja," ujar Airin.

"Ini Selin yang baru pindah dari divisi perencanaan?" tanya Alif.

"Iya," jawab Airin.

"Seina nggak lembur? Bukannya dia yang sering nemenin kamu kalau lembur?" tanya Alif.

"Nggak." Airin menyeringai, sambil menjawab pertanyaan Alif.

Nggak mungkin kalau searang dia nemenin gue lembur, Lif. Lo nggak ada di kantr sih, coba aja kalau lo ada di kantor lo pasti akan tahu apa yang udah terjadi hari ini…. batin Airin.

"Oooh, ya udah. Tapi aku sebenernya masih nggak terima kalau kamu terus yang selalu mendapat tugas dadakan dari Pak Zil. Aku kan udah sering bilang ke kamu kalau aku mau protes masalah ini ke dia, tapi kamu selalu aja ngelarang. Pokoknya besok aku mau protes ke dia, kamu jangan hentikan aku lagi. Pak Zil itu udah semena-mena sama kamu. Kenapa dia nggak bikin sendiri aja? Toh, itu sebenarnya tugas dia, kan? Untuk kepentingan dia kan? Kenapa kamu yang ngerjain? Bukan tugas kamu loh ini, kamu kan tinggal kasih laporan progresnya aja nggak perlu sampai bikin presentasinya juga. Mentang-mentang dia atasan, jadi dia bisa nyuruh bawahannya seenaknya aja. Memang dasar dianya aja yang pemalas tapis ok ingin terlihat wah di mata orang lain," kata Alif dengan geram.

"Nggak, jangan gitu ah! Udah dulu, ya? Aku mau buat kopi sama Selin," ujar Airin.

"Ya udah, aku susulin kamu ke kantor. Kalau ada apa-apa kabarin aku,"

"Iya, siap Bos. Hati-hati di jalan ya, Bos. Nggak usah ngebut, pelan-pelan aja. Jangan nyetir sambil emosi," Airin mewanti-wanti.

"Iya, siap Bu Bos. Akan saya laksanakan perintah Bu Bos," sahut Alif.

Airin terkekeh, "Bye…. See you," kata Airin lirih. Dia berusaha agar Selin tidak mendengarnya.

"See you really soon, Rin. I love you," sahut Alif.

Airin tersenyum dengan sangat manis. Dia memasukkan ponselnya kedalam kantong jaketnya.

Denger suara dia sebentar aja malah jadi kangen, jadi pengen ketemu. Hmmm…. Gue bener-bener udah kaya anak ABG lagi jatuh cinta deh ini. Andai aja gue pacarana sama Alif dari awal, sebelum gue kenal Mas Bian. Gue yakin gue nggak perlu menjadi janda seperti ini sekarang…. batin Airin.

"Udah selesai laporan ke pacarnya, Bund?" tanya Selin dengan nada meledek.

Airin langsung terkejut saat mendengar pertanyaan Selin. Gue belum kasih tahu siapapun soal hubungan gue dengan Alif, lalu bagaimana bisa Selin tahu soal hubungan gue dengan Alif?.... tanya Airin dalam hati. Airin memastikan tidak ada orang lain di dalam pantry yang bisa mendengar pembisaraannya dengan Selin.

Selin yang melihat Airin celingukan, kemudian ikut-ikutan celingukan karena penasaran apa yang sedang Airin cari.

"Lo cari apaan? Kenapa lo celingukan gitu?" tanya Selin penasaran.

"Tunggu…. Lo tahu dari mana kalau gue sama Alif pacaran?" tanya Airin dengan suara lirih. Dia tetap mengecilkan volume suaranya agar lebih aman.

"Oh, jadi beneran udah jadian? Udah resmi pacaran, nih!" pekik Selin dengan wajah terlihat sangat excited.

"Astaga…. Jangan teriak-teriak dong, Lin. Pelan-pelan aja ngomongnya, bisa kan? Nanti ada orang lain yang denger," ujar Airin dengan wajah yang agak panik. Dia kembali celingukan memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka berdua. Dia merasa belum siap untuk mengekspos hubungannya dengan Alif.

"Tenang aja kali, Rin. Orang-orang kan tadi udah pada balik. Santai aja kali," sahut Selin dengan santai.