"Rasanya ingin kembali ke masa itu," kata Airin dangan air mata yang kembali menetes.
"Maafin aku, Lif. Aku juga sebenarnya tidak ingin ini terjadi, tetapi mau bagaimana lagi? Sepertinya memang semua sudah ditakdirkan," kata Airin.
"Ternyata rasanya sakit juga melepaskan kamu, sahabat yang sudah begitu lama mengenalku. Kamu yang paling ngertiin aku, Lif. Aku nggak tahu bagaimana aku bisa menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah aku nanti," kata Airin.
Airin merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil memeluk erat bingkai foto itu. Sementara hujan di luar mulai turun, air mata Airin yang sedang berbaring di ranjang pun semakin deras mengalir. Airin bisa melihat rintik hujan di luar sana melalui jendela kamarnya yang masih terbuka.
"Alif kehujanan nggak, ya?" tanya Airin sambil terus menatap hujan yang turun semakin deras.
Airin memeriksa ponselnya. Tidak ada satu pun pesan masuk di ponselnya. Dia juga tidak menemukan ada panggilan masuk atau panggilan tidak terjawab.