"Ekhem … sebaiknya Anda pulang, Tuan," ucap Mentari memecah ketegangan yang membuatnya sesak untuk bernapas.
"Kau berani mengusirku sekarang? Meskipun rumah ini atas namamu, tapi aku adalah suamimu. Jangan lupakan itu!"
Bam!
"Astaga!" pekik Mentari saat William keluar sambil membanting pintu kamar.
"Tidak usah sampai membanting pintu juga, kan. Membuatku kaget saja," gumam Mentari dengan bibir mengerucut.
William pergi dengan rasa kesal yang memuncak. Sudah mengabaikan egonya demi merawat Mentari, tapi gadis itu justru mengusirnya. Belum lagi kesalnya karena cemburu itu terobati, ia sudah dibuat semakin kesal diusir.
"Apa, sih, maunya gadis itu? Sudah diperhatikan, malah ngusir. Dokter pribadi keluargaku harus diganti sepertinya. Dia terlalu muda. Tari juga terus tersenyum padanya, ini bahaya," gumam Will sambil mengemudikan mobilnya. Sebuah pesan, masuk ke ponselnya. Ia mengabaikan pesan itu karena malas untuk menepi.
Ingatan senyum istrinya yang ramah saat berbicara dengan dokter terus saja mengganggu konsentrasinya. Saat melewati minimarket, Will membelokkan mobilnya, dan berhenti di parkiran minimarket. Ia tidak fokus melihat jalan karena terus terbayang-bayang senyuman Tari.
"Sial! Aku masih merasa cemburu meski sudah tidak melihat wajah dokter itu. Aku … benar-benar cemburu," umpat William sambil mengusap kasar wajahnya.
Penasaran siapa yang mengirim pesan, Will meraih ponsel yang ditaruh di dashboard. "Tch! Dia masih tidak tahu malu dan terus memaksa papa untuk meresmikan pertunangan." Ia mendecih kesal saat tahu pengirim pesan itu adalah Sarah.
Pertunangan yang sebelumnya sudah dibatalkan, tiba-tiba saja dilanjutkan kembali. Bahkan, Dirga meminta Will segera mengadakan pesta pertunangan secara resmi. Bukan tidak mungkin, ia juga akan didesak untuk segera menikahi wanita itu.
Monica tidak akan pernah mengakui Sarah sebagai ibu tiri, meski wanita itu dan William resmi menikah. Gadis kecil itu sudah memiliki ibu pengganti pilihan hatinya sendiri. Ia hanya akan mengakui Mentari, tidak yang lain.
Drrtt!
"Mau apa lagi?!" tanya William saat panggilan tersambung.
(Kami menunggumu di rumah. Jika kau tidak datang, aku akan membuat istri kecilmu itu merasakan sedikit hadiah perkenalan dariku)
"Wanita gila! Kau akan menyesal jika berani menyentuh wanitaku!" ancam William.
(Ayolah, Will. Kau tahu kalau aku bertunangan denganmu demi kerjasama antara papamu dan papaku. Kau setuju pada awalnya, lalu tiba-tiba menikah dengan wanita lain. Itu sangat menyakitkan hatiku, Will)
"Pertunangan kita demi kerjasama Hotel Dewangga dan Damart construction. Kita tidak benar-benar bertunangan karena cinta, apa kau lupa? Aku membebaskanmu bertemu dan berhubungan dengan pria lain, begitupun kau yang sudah berjanji untuk tidak mencampuri urusanku!"
(Tapi, aku sudah berubah pikiran. Aku jatuh cinta padamu, Will. Aku tidak akan mundur, apalagi hanya karena wanita seperti Mentari. Aku akan membuat sinarnya redup, hingga kau tidak akan silau lagi akan cahaya Mentari)
Sambungan terputus.
"Akh!"
William memukul gagang kemudi dengan keras. Ketika perasaannya semakin dalam terhadap Tari, masalah justru semakin rumit. Damart pernah berhutang budi terhadap pemilik Hotel Dewangga yang tidak lain merupakan ayah Sarah.
Dirga dan Arya adalah sahabat sejak kecil. Mereka membangun bisnis bersama-sama. Bidang yang mereka geluti berbeda, tapi mereka pernah berjanji untuk saling membantu jika perusahaan mereka mengalami masalah. Hutang budi itu yang membuat Dirga tidak bisa membatalkan pertunangan William dan Sarah, walaupun hati Dirga tidak suka dengan perilaku model papan atas itu.
Malam ini, kedua keluarga akan berkumpul di rumah Will. Mereka ingin membahas rencana pesta pertunangan. Will tahu seperti apa perangai Sarah. Wanita itu selalu melakukan apa yang sudah keluar dari mulutnya. Demi melindungi Tari, laki-laki itu tidak memiliki pilihan lain.
***
"Kenapa kamu tidak bilang dari dulu, Sayang?" tanya Mirna dengan lesu.
"Laura takut Mama mengira macam-macam. Dalam pandangan Mama, Laura selalu salah, dan Tari selalu benar. Apa Mama akan percaya kalau Laura bilang, mas Will sudah punya calon istri? Enggak, kan," balas Laura tidak terima disalahkan.
Ia sengaja memberitahu Mirna bahwa William akan segera bertunangan secara resmi dengan sahabat Laura. Berita itu membuat tekanan darah Mirna naik, ia terduduk lemas di sofa sambil memijat keningnya. Untung saja ada Nini yang segera mengambil obat untuk menurunkan tekanan darah wanita itu.
Nini menatap Laura dengan pandangan kecewa. Di saat Tari berada dalam masalah, gadis itu justru tersenyum sinis. Nini yang hanya seorang asisten rumah tangga, hanya bisa menghibur Mirna dengan mengusap bahunya dengan lembut.
"Sudah, Nyonya. Jangan terlalu dipikirkan. Kesehatan Nyonya lebih penting sekarang," hibur Nini dengan sabar.
"Tari …. Kasihan sekali kamu, nak. Kalau mama tahu William sudah punya calon istri, mama pasti akan menolak lamarannya," sesal Mirna.
Gadis itu sudah cukup menderita tinggal bersama dirinya dan Laura. Mirna berharap gadis kecilnya itu bisa hidup bahagia setelah menikah. Namun, lagi-lagi Tari bernasib malang. Hanya dijadikan istri simpanan yang tidak akan pernah ditunjukkan pada dunia.
Laura berlalu masuk ke kamar. Ia sangat puas setelah memberitahu ibunya tentang pernikahan Mentari dan William. Tujuannya melakukan itu, semata-mata ingin Mirna memisahkan Tari dari Will.
"Jika saja dia tidak lolos dari para penculik itu, dia pasti sudah membusuk di dalam gudang. Tenang saja, aku akan membuat sebuah kejutan untukmu, adik angkatku yang malang," gumam Laura dengan senyum menyeringai.
Laura tega membayar sekelompok penculik demi memisahkan Tari dari cintanya. William adalah orang yang sudah dicintainya diam-diam selama lebih dari sepuluh tahun. Ia sudah membuat istri pertama William, Emilia Chrizt, pergi meninggalkannya.
Kali ini, ia juga harus membuat adik angkatnya untuk pergi menjauh dari Will untuk selamanya seperti Emilia. Sedangkan wanita bernama Sarah bukanlah masalah yang harus dipedulikan oleh Laura. Gadis itu tahu, Sarah hanya ingin menikah demi keluarga saja.
Mirna pergi menggunakan motor bersama Nini. Ia ingin menemui Mentari dan menanyakan masalah itu langsung padanya. Ia tahu, putrinya tidak berbohong kali ini, tapi ia tetap ingin memastikan satu hal.
'Apa dia bahagia menjadi istri simpanan seperti itu? Dia pasti sangat sedih, tapi kenapa tidak mau membagi kesedihannya denganku?' lirih Nini yang duduk di belakang Mirna.
Sebagai orang yang mengasuh gadis itu sejak kecil, kedua wanita itu jelas mengkhawatirkan keadaannya. Namun, kasih sayang kedua wanita itu selalu membuat Laura cemburu. Laura merasa, hanya Tari yang disayang di rumah itu.
"Tari! Buka pintunya! Ini mama," panggil Mirna di depan gerbang rumah besar.
"Anda mencari siapa, Nyonya?" tanya penjaga gerbang. Semenjak Tari menikah dan pindah ke rumah itu, belum pernah ada orang yang datang mencarinya. Penjaga gerbang tidak bisa mengizinkan sembarang orang untuk masuk, apalagi setelah kejadian penculikan yang menimpa nyonya rumah.
*BERSAMBUNG*