Wilma Herdian masuk ke dalam rumahnya, disambut oleh kedua adiknya. Mereka tampak penasaran dengan bungkusan yang berisi boks bergambar Donat Jacki.
Menangkap tatapan kedua adiknya yang begitu lekat dengan bungkusan yang dibawanya, Wilma Herdian meminta kedua adiknya untuk duduk.
Kedua adiknya begitu terlihat bahagia, saat melihat isi boks, donat dengan bermacam-macam topping. Mereka lantas mengambil masing-masing satu dan memakannya dengan nikmat.
"Enak banget, Kak," ucap anak nomor dua, Arka Herdian.
"Iya, udah lama, ya, Kak, kita gak makan donat kaya gini," adik bungsu mereka, Layla Herdian menimpali.
Wilma Herdian lantas pergi ke dapur, mencari sang ibu. Biasanya jam lima sore beliau ada di sana, memasak lauk pauk untuk teman makan nasi.
Benar saja, ibunya, Adelia Hamid, tengah sibuk memotong sayuran. Wilma Herdian lekas mencuci tangannya, mencium tangan sang ibu dan kemudian membantunya. Meski dilarang, karena khawatir Wilma Herdian lelah selepas bekerja, ia tetap membantu ibunya menyiapkan bahan-bahan untuk memasak.
"Ayah ke mana, Bu?" Sejak Wilma Herdian tiba di rumah, ia belum berjumpa sang ayah.
"Lagi ada yang manggil tadi, benerin mobil katanya, sih. Wilma tadi pulang sama Andi lagi?"
Wilma Herdian mengangguk. "Iya, Bu. Kak Andi yang ngajak."
"Terus, Andinya gak kamu suruh masuk?"
"Udah, tapi katanya ada urusan. Jadi, ya ... gak mampir dulu, Bu." Wilma Herdian mengupas beberapa bawang merah dan bawang putih.
Kemudian obrolan berlanjut pada hal lain, termasuk tunggakan SPP adik-adik Wilma Herdian. Hal yang membuatnya sedikit sedih sekaligus penyemangatnya untuk bekerja lebih giat.
Rudi Setiawan, BM TTO, atasannya di kantor, menjanjikan pemberian beasiswa bagi kedua adiknya, dengan syarat, Wilma Herdian harus terlebih dahulu lulus masa percobaan kontrak kerja selama tiga bulan di TTO Bogoria. Jika lulus, barulah ia bisa mengajukan beasiswa untuk Arka dan Layla Herdian.
Hal inilah yang membuat Rudi Setiawan begitu melindungi Wilma Herdian dari permainan William Lee. Dalam kontrak kerja disebutkan selama masa kontrak satu tahun pertama, tidak diperbolehkan menikah atau hamil. Termasuk masa percobaan tiga bulan.
Adelia Hamid memasak sayur kangkung dan tempe goreng serta sambal untuk menu makan sore.
Tidak lama, ayah Wilma Herdian, pulang. Yang langsung disambut kedua anaknya.
"Ayah, Ayah, kak Wilma bawain donat, lho."
"Iya, Ayah. Donat yang dulu biasa Ayah beliin buat kita."
Arka dan Layla Herdian, mengatakan dengan antusias, hampir bersamaan. Di tangan mereka masih ada sedikit donat yang sedang dinikmati.
Ayah mereka mengangguk dan ikut merasa senang, meski ada perasaan bersalah di hatinya, karena untuk sementara waktu beban keluarga dipikul Wilma Herdian.
Bukan hanya sekali dua kali ayah Wilma Herdian, Bagas Herdian mencari pekerjaan baru. Namun, mengingat usianya yang tidak lagi muda–mendekati masa pensiun, membuatnya sulit untuk mendapatkan pekerjaan di tempat baru.
Demi menafkahi anak dan istrinya, Bagas Herdian membuka jasa montir serabutan. Membetulkan kendaraan atau peralatan elektronik, yang memang sudah menjadi keahliannya sejak masih bekerja di pabrik.
Bagas Herdian lantas menuju dapur, dan memperhatikan anak dan istrinya yang tengah menyiapkan menu makan sore.
Wilma Herdian yang melihat sang ayah, lantas menghampiri sang ayah, mencium tangannya.
"Sudah pulang, Wil?" Bagas Herdian berbasa-basi.
"Iya, Ayah. Sudah dari tadi."
Bagas Herdian lantas menanyakan apakah Wilma Herdian hari ini mendapat bonus, sehingga membelikan satu boks Donat Jecki. Sang ayah tentu saja tahu, berapa harga satu lusin donat itu. Hari ini pertengahan bulan. Banyak kebutuhan yang harus Wilma Herdian tanggung. Jika gajinya dibelikan makanan mahal seperti itu, sang ayah khawatir gaji putri sulungnya tidak sampai akhir bulan sudah habis.
"Tenang aja, Ayah. Wilma gak beli, kok. Tadi ada pelanggan yang membelikan." Wilma Herdian tidak menjelaskan lebih lanjut siapa yang membelikannya Donat Jecki.
Wilma Herdian belum siap menceritakan tentang William Lee, CEO yang selama dua bulan pertamanya di TTO Bogoria, selalu mengajaknya kencan. Dan hari ini, pertama kalinya ia menerima permintaan CEO itu, semata-mata karena BM TTO yang memberinya ijin.
Tidak menceritakannya sekarang, karena Wilma Herdian khawatir, kedua orang tuanya akan berpikir yang tidak-tidak, selama Wilma Herdian bekerja di salah satu maskapai penerbangan.
Sudah menjadi rahasia umum, hal-hal yang kurang baik–yang dilakukan oknum karyawan maskapai penerbangan, membuat beberapa orang di luar sana berpikir yang negatif, bahwa semua yang bekerja di maskapai penerbangan adalah seperti yang muncul di berita-berita yang sering kali menjadi viral.
Mengetahui bahwa Wilma Herdian tidak menggunakan gajinya untuk membeli makanan mahal, sang ayah menjadi lega. Dan tidak mempertanyakan lebih lanjut siapa yang memberikan mereka hadiah berupa makanan itu.
Selepas Wilma Herdian dan sang ayah membersihkan diri. Mereka berlima pun menyantap hindangan sore itu.
*
Sabtu pagi, Wilma Herdian yang tengah mendapat libur sekali di setiap akhir pekan, terlihat bersantai ria dengan buku novel kesukaannya. Menceritakan seorang gadis biasa saja yang tiba-tiba menikah dengan pria kaya, yang ternyata adalah dosen di kampusnya. Mendadak Menikah. Konon menjadi best seller saat buku itu pertama kali terbit.
Suara motor yang menderu dan tiba-tiba terdengar berhenti tepat di depan rumahnya, membuat Wilma Herdian penasaran. Apalagi suaranya motornya terdengar familier dengan milik seseorang yang dikenalnya. Seseorang yang banyak membantunya akhir-akhir ini, setelah ayahnya di-PHK.
Benar saja, tidak berapa lama, terdengar ketukan di pintu rumahnya bersamaan dengan ucapan salam.
Wilma Herdian lantas menjawab salam dan membukakan pintu untuk tamunya. Pria dengan janggut tipisnya. Serta rambut terbelah tengah, yang tersisir rapi. Tingginya sekitar seratus delapan puluh senti meter. Senyum terkembang dari bibirnya.
"Kak Andi?"
"Boleh aku masuk?" Wilma Herdian mengangguk dan membuka pintu lebih lebar, mempersilakan Andi Nugraha masuk.
"Duduk dulu, Kak. Mau minum apa?" Wilma Herdian menandai buku novel yang sedang dibacanya, dan beranjak hendak ke dapur, namun suara Andi Nugraha menahannya.
"Aku gak lama, kok. Ayahmu ada, Wil?" Wilma Herdian mengangguk. Dan langsung mencari sang ayah, Bagas Herdian. Memberitahunya bahwa Andi Nugraha mencarinya.
Bagas Herdian sedang membetulkan pompa air di belakang, langsung menemui Andi Nugraha saat putrinya memberitahunya bahwa lelaki jangkung tersebut mencarinya. Wilma Herdian memutuskan untuk melanjutkan membaca buku novel di dalam kamarnya.
Selang lebih kurang lima menit, sang ayah menghampirinya. Dan memberitahunya, untuk berganti pakaian. Andi Nugraha ingin mengajaknya jalan-jalan pagi itu.
"Ayah serius?" Wilma mengintip dari balik buku novelnya. Masih duduk tenang di ranjangnya.
"Iya. Tadi Andi minta izin sama ayah, mau ajak kamu keluar."
"Ayah izinin?" Wilma Herdian sedikit tidak percaya dengan pendengarannya.
Apa tidak salah, ayahnya memberinya izin untuk keluar bersama laki-laki? Karena selama ini, Bagas Herdian selalu melarang anak gadisnya berteman akrab dengan anak laki-laki mana pun. Apa yang menyebabkan ayahnya berubah pikiran hari ini?