Chereads / EDEN - Kisah Dunia Fana (Original) / Chapter 26 - Pohon Yang Bercahaya

Chapter 26 - Pohon Yang Bercahaya

Pohon yang bentuknya menyerupai pohon cemara itu merupakan pohon terbesar di hutan ini, dan hebatnya lagi, dedaunan dari pohon itu akan memancarkan cahaya kuning terang saat malam tiba. Sungguh pohon yang sangat ajaib. Bahkan, rakyat di desa ini percaya bahwa pohon itu dapat mengabulkan permintaan bagi mereka yang membutuhkannya.

"Tapi... apakah cerita itu benar?" Alya bertanya pada dirinya sendiri.

Malam ini, di tengah cuaca dingin di bawah hujan salju, gadis kecil itu memutuskan datang ke tempat ini, ke tengah hutan, karena dia baru saja kehilangan kucingnya siang tadi. Namun, setibanya disana, entah kenapa Alya malah merasa ragu. Dia sama sekali tak tahu harus meminta apa.

"Apa yang kau inginkan?" Tanya seseorang yang berdiri di sampingnya. Suaranya terdengar seperti pria dewasa, hanya saja, saat ini orang itu mengenakan kostum boneka beruang berwarna coklat, dengan syal merah yang melingkar di lehernya, dan dia juga membawa banyak balon berwarna-warni di tangan kanannya.

Tidak ada siapapun yang pernah melihat wajah dibalik topeng itu, termasuk warga desa sekalipun. Tapi, satu yang pasti, dia selalu berada di tempat ini setiap malam, dan dia bertindak seakan-akan dialah yang memiliki pohon itu. Bahkan, kata orang-orang, dia sudah menemani pohon ini sejak beratus-ratus tahun lalu.

"Ucapkan permohonanmu. Jika itu layak, maka dia akan mengabulkannya. Gampang kok Nak." Ujar orang berkostum beruang itu.

"Eh... Jadi cerita itu memang benar ya?" Tanya Alya sembari menghangatkan kedua tangannya. Cuaca malam ini benar-benar sangat dingin.

"Cerita apa?" Tanya orang itu.

"Ah, cerita kalau pohon ini bisa mengabulkan permintaan." Balas Alya ragu-ragu.

"Oh, tentu saja itu bukan cerita. Itu adalah kebenaran." Ujarnya sambil menoleh memandang pohon itu. "Dia mengabulkan permintaan orang-orang, itulah kenyataannya."

"Dia...?" Tanya Alya keheranan. "Tapi, kenapa?"

"Loh? Apanya yang kenapa?" Kata orang itu, mungkin dia sedang tersenyum di balik topengnya itu.

"Eh... kenapa pohon ini mengabulkan permohonan kita?"

"Mungkin, karena... penyesalan?"

"Loh? Maksudnya?"

"Ya, karena penyesalan bisa menjadi sebuah kegagalan, dan terkadang, kegagalan itu berujung pada suatu akhir yang tak menyenangkan. Malapetaka misalnya?" Jelas orang itu. "Mungkin, dia pernah gagal mengabulkan suatu permohonan, dan karena menyesal, dia akhirnya berubah menjadi pohon ini, agar dia tak mengulangi kesalahan itu lagi."

Alya tidak terlalu mengerti dengan apa yang dibicarakan orang itu, tapi dia tetap tak tahu harus berkata apa, karena saat ini Alya baru saja menyadari suatu hal yang sangat penting, yang selama ini telah dilupakannya.

Alya sudah kehilangan banyak hal berharga dalam hidupnya, dan hari ini, dia kehilangan satu lagi. Ibunya, ayahnya, adiknya, kakaknya, dan kini Anyong, kucingnya, semuanya telah pergi meninggalkan dunia ini, dan menyisakan Alya seorang di rumah kecil itu. Ini sungguh menyedihkan, namun anehnya, Alya sama sekali tidak merasa sedih. Dia hanya lelah.

Sangat lelah.

Akan tetapi, setelah mendengar cerita yang aneh itu, Alya merasa agak mendingan sekarang. Dia seperti baru saja mendengarkan kisah dongeng pengantar tidur. Seluruh tubuhnya terasa ringan, dan rasa lelahnya berangsur-angsur sirna begitu saja.

"Jadi, apa permintaanmu?" Tanya orang itu lagi. "Apa kau menginginkan keluargamu kembali? Ataukah kau ingin menyusul mereka?"

Mata Alya sedikit terbuka lebar saat mendengarnya.

Kalau memang dia bisa mendapatkan kembali keluarganya, maka itu akan menjadi hal paling membahagiakan dalam hidupnya. Namun, apakah itu pilihan yang benar? Karena Alya sendiri yakin kalau keluarganya sudah tenang di sana.

"Apa ya?" Alya memandang angkasa malam yang kala itu dihiasi ribuan bintang berwarna-warni. "Permohonan seseorang itu sama seperti bintang yang ada di langit malam. Terlalu banyak dan tak terhitung jumlahnya. Aku takut, kalau aku mengambil pilihan yang salah, mungkin aku tidak akan pernah merasa puas."

"Hoh... " Orang itu terdengar kagum.

"Aku ingin... seperti matahari. Meskipun dia bersinar sendirian di langit biru, tapi cahayanya mampu memberi harapan bagi semua orang." Alya lalu memandang pohon itu. "Dia pun sama. Dia bersinar sendirian di malam yang dingin seperti ini, dan mengabulkan permintaan orang-orang. Walaupun dia pernah mengalami kegagalan, tapi toh pada akhirnya, dia tetap mengambil pilihan yang benar. Aku ingin menjadi yang seperti itu."

"Itu berarti, kau ingin bertahan bukan?"

Alya mengeratkan syal di lehernya. "Ya, aku ingin bertahan. Selama aku masih sanggup, maka aku akan bertahan, dan memastikan akan mengambil pilihan yang tepat kelak."

Tiba-tiba saja, orang berkostum itu melepaskan salah satu balon dari tangannya, dan membiarkannya mengambang hingga tinggi ke langit.

Sambil bergandengan tangan, Alya dan orang berkostum itu menatap balon yang berangsur-angsur lenyap dari pandangan.

Alya tak tahu apa maksud dari tindakannya itu, tapi dia bisa merasakan sesuatu yang ajaib dari momen sederhana itu.

Apakah dia sudah mengambil pilihan yang tepat? Alya juga tidak tahu pasti. Namun, dia memilih untuk bertahan. Masih ada begitu banyak hal yang bisa digapainya di hari esok, dan dia akan berusaha mengambil pilihan yang benar dan baik, apapun yang terjadi.

Sama seperti pohon itu.