Chereads / EDEN - Kisah Dunia Fana (Original) / Chapter 28 - Nyanyian Untuk Dunia

Chapter 28 - Nyanyian Untuk Dunia

Story By: Gamaliel I.M & Kevin E.S.P

Di dunia ini, ada satu atau dua orang yang dilahirkan hanya untuk bernyanyi. Suara mereka begitu indah, dan terdengar hingga ke seluruh dunia tanpa terkecuali. Mereka disebut sebagai, Suara Dunia, orang yang bertugas untuk melantunkan nyanyian pada semua orang, dan Afika sangat menyukai mereka, walau nyatanya dia juga tak pernah melihat wujud mereka sekalipun. Meski begitu, dia benar-benar menyukai nyanyian sang Suara Dunia.

"Jadi, kau datang lagi, ya?" Tanya bunga matahari kecil yang berdiri sendiri di antara rerumputan hijau. Suaranya terasa berdengung di dalam kepala Afika.

"Tentu saja. Selama aku masih mampu, aku pasti akan datang ke sini." Jawab Afika sambil tersenyum bahagia. Rambut panjang gadis remaja itu terombang oleh angin yang berhembus dengan liar di seluruh penjuru dataran rumput itu.

Setiap pukul dua siang, dia pasti datang ke dataran rumput itu untuk beristirahat sejenak dari semua kegiatannya. Karena hanya di tempat itulah, dia bisa merasa tenang, dan kebetulan juga, tempat itu sangat sepi jadi memang cocok sebagai tempat bersantai.

"Kamu kayaknya emang suka banget, ya, sama Suara Dunia. Aku sampai heran tiap lihat kamu datang." Si bunga matahari kembali angkat bicara.

"Yah, mau gimana lagi, soalnya kalau aku dengar nyanyian mereka, rasanya aku kayak lupa dengan semua masalahku." Jelas Afika sambil mendongak menatap langit biru yang berhias awan putih. "Maksudku... Setidaknya aku jadi merasa kalau dunia ini memang baik."

"Dunia ini... Baik? Pfft! Hahahahahaha!" Bunga itu tertawa sangat keras, dan kesannya menjengkelkan. "Omong kosong macam apa itu!? Astaga... Sudah lama aku nggak ketawa kayak begitu."

"Kamu minta diinjak, ya?" Tanya Afika, kesal.

"Hah..." Si bunga bertingkah seakan dia berusaha untuk mengontrol nafasnya. "Begini loh, Nak, kalau kamu merasa begitu, bukannya kau sama saja dengan membohongi diri sendiri? Itu nggak baik loh. Berpura-pura tidak tahu, adalah bentuk suatu kebodohan tertinggi. Di dunia yang seperti ini, hal semacam itu bisa membuatmu terbunuh seketika, loh."

"Loh? Kan, aku tadi cuma bilang kalau aku merasa begitu. Aku tahu, kok, kalau dunia ini memang jahat. Aku juga sudah merasakan banyak kekejaman dunia." Keluh Afika. "Kalau aku berpura-pura lupa, itu goblok namanya."

"Ya, baguslah kalau kau sadar." Ujar si bunga, sok.

"Sejak umur enam tahun, aku udah jadi pengumpul di medan perang. Aku mempertaruhkan nyawa hanya untuk mengumpulkan barang-barang yang masih berguna di medan itu." Afika menjelaskan. "Enam tahun... Enam tahun aku harus menjalani kehidupan yang mengerikan itu. Rasanya... benar-benar buruk... Buruk sekali."

Si bunga matahari terdiam mendengarkan cerita Afika. Sejak bertemu dengan gadis itu setahun lalu, ini adalah pertama kalinya dia menceritakan masa lalunya.

"Dulu, seandainya saja aku dikasih pilihan untuk mati, maka aku akan mengambilnya tanpa ragu. Aku akan mengambilnya." Ujar Afika dengan wajah yang penuh keyakinan mantap. "Lebih baik aku mati, daripada harus memasuki medan peperangan yang menyedihkan itu."

"Ah... Maaf, aku nggak tahu kalau kamu itu korban perang." Kata si bunga yang terdengar merasa bersalah.

"Nggak apa-apa, kok. Lagian aku juga nggak pernah cerita, kan?" Kata Afika.

"Eh, iya juga, sih."

"Seperti katamu, aku ini masih sadar, kok. Aku tidak pernah berusaha untuk berpura-pura lupa akan kenyataan dunia yang kejam. Aku tidak akan berpura-pura lupa akan masa laluku. Setidaknya, untuk saat ini aku hanya ingin hidup semampuku." Ungkap Afika sambil menutup matanya rapat-rapat. Gadis itu melemaskan tubuhnya, dan juga menenangkan pikirannya.

Lalu, sepersekian detik kemudian, Afika pun bisa mendengar satu suara dalam benaknya. Bukan suara si bunga matahari, tapi suara seorang gadis. Atau tepatnya, nyanyian dari sang Suara Dunia. Suaranya sangat merdu, lembut, dan tegas, diiringi alunan denting piano yang membuat siapapun merinding mendengarnya. Dan lagu itu, bercerita tentang orang-orang yang harus mengikhlaskan masa lalu mereka.

"Ya, semuanya selalu terserah pada kita. Entah kita mau menganggap masa lalu sebagai beban, atau juga sebagai kekuatan. Karena yang terpenting adalah, hidup." Bisik Afika pada hati kecilnya. "Cukup biarkan hati kita yang menentukan apakah dunia ini jahat, atau baik."

"Wah, lagu kali ini enak banget." Ketus si bunga matahari.