=======[Ar-Rahman_اَلرَّحۡمٰنُۙ]=======
‹‹‹«««Limited Story»»»›››
•Eps. 02•
•Judul : Meeting Hijrah•
~ Skip ~
15 tahun kemudian...
- Selasa, 22 April 2014 -
[[Pukul 08.15]]
Pagiku cerahku!
Matahari bersinar... ♪
Eits malah nyanyi🤭
Jalanan searus penuh lalu lalang kendaraan perkembangan zaman. Tak luput asap-asap knalpot disertai bising suara klakson menjadi pemandangan pagi paling menjengkelkan Selasa hari itu.
Satu angkutan umum berwarna orange berhenti dekat tepian rambu lalu lintas, berdekatan dengan zebra cross. Seseorang mulai turun, sembari mendekati tempat supir untuk membayar selembar uang cash.
"Makasih pak..."
Segera berjalan menuju trotoar sambil mencangklot tas selempang hitam dari kulit. Pria tinggi tampan berambut khas oppa-oppa :v mengenakan jaket kulit coklat terbuka, bercelana panjang hitam, dan memakai sepatu sandal hitam.
Secarik kertas terselip keluar dari saku jaket. -"Semoga alamatnya bener." Meneruskan langkah, lebih memilih menggenggam erat kertas tersebut.
"Cks! Hp jadul pake mati lagi, mana cas pas rusak! Untung gue nyatet alamatnya... Bismillah, modal nekat!" Keluhan terdengar dari pria tersebut, berjalan mengikuti panjang trotoar jalan.
Lalu, dari sorotan kejauhan...
Tampak dia berhenti sejenak menghadap pria tua yang sedang duduk santai pada kursi panjang. Mencari alamat pada secarik kertas tadi tentunya.
•••
"Pesantren Al-Mubin Akbar"
_—_Jombang_—_
Dep! Arah tak begitu jauh, sepijak langkah terhenti jua. Berdiri menghadap pintu pagar dengan papan tanda bertuliskan 'tertera. Diantara salah satu pintu pagar terdapat pos khusus laporan, seorang satpam sedang bertugas menangani beberapa santri sekaligus wali dan ortu para 'santri-santriwati.
Mengencangkan sabuk pinggang, hembusan nafas Qorfath membuat dia berkata "Bismillah..."
Senyuman optimis Pepsodent menggerakkan setiap pijakan langkah kaki. Menuju gerbang atau pagar hijau besar pesantren Al-Mubin Akbar.
•••
Selang beberapa menit mengantri...
"Siap, makasih Bu." Tangan kanan pak satpam melampai, usai kepergian seorang ibu-ibu yang membawa banyak kardus berisi bahan pokok.
"Pak..."
Tiba giliran Qorfath menemui pak satpam dalam ruangan pos. Dalam celah batasan, agak menunduk seorang satpam tersebut, mengajukan tatapan tak mengenakkan.
"Hmm? Ada apa?" Berlagak profesional, si satpam sibuk membolak-balik buku data panjang. Tentu, sesekali membagi pandangan.
"Mau tanya, disini ada santriwati yang namanya Lidya?" tanya Qorfath sempat nyengir 'segan.
"Anda siapanya?" Penuh kecurigaan tatapan sekaligus nada pertanyaan pak satpam.
"Hehe." Jawaban Qorfath sekedar cengengesan canggung. -"Anu pak... Saya kenal Lidya, saya cuman pengen ketemu. Saya jauh-jauh merantau kesini modal nekat buat berharap bisa ketemu Lidya dan sekalian nyari kerja disekitar tempat ini."
"Loh? Siapa nama kamu? Pacarnya Lidya?"
"Wah! Bukan pak! Nama saya Qorfath Bin Nibumizan. Bapak kenal Lidya kan?"
"Lidya yang mana? Aneh-aneh saja kamu. Disini banyak santriwati namanya Lidya. Istri saya juga namanya Lidya! Ibu kantin disini juga namanya Lidya. Emang Lidya yang kamu cari itu santriwati atau istri saya?!" Melotot tajam.
"Lidya Salsabila." Raut hambar ekspresi Qorfath, menjawab singkat.
"Hmmm... Kayak pernah kenal, bentar saya ingat-ingat." Sang satpam menerawang sebelum bergeleng sambil kembali membolak-balik lembaran buku data.
"Bentar! Saya coba cek disini," pintanya.
"Oh, iya pak." Mengangguklah Qorfath. Lalu, sempat menegakkan diri, celingak-celinguk dan mendongak berusaha mengintip 'lalu lalang' kerumunan santri-santriwati dalam pagar.
Karena harus menunggu, maka Qorfath memilih duduk jongkok, menyenderi dinding pos. Tetap celingak-celinguk memperhatikan keadaan.
Tak lama, seorang bapak-bapak berpeci, mengenakan kemeja batik dengan celana kain hitam berjalan menghampiri tempat pos pesantren.
Rasa sungkan serta adap mau gak mau mengharuskan Qorfath berdiri menghormati.
Bapak tersebut mengangguk dengan senyuman kecil, menghentikan langkah tepat celah ruangan pos si satpam yang mengharuskan bapak itu agak menunduk.
"Ya? Ada yang bisa dibantu pak?" Sigap pak satpam menutup data buku, mulai melayani.
"Ini pak..." Tangan kanan si bapak menyelinap masuk menaruh sebungkus nasi dalam kantong kresek.
"Loh buat saya?!" Girang bukan kepalang pak satpam.
"Bukan toh! Ada-ada ae!" Terkekeh-kekeh. -"Buat anak saya Lidya," lanjut si bapak.
"Lidya?!" Tiba-tiba Qorfath terkejut batin.
"Ohhh, pak Ghofur?" Sang satpam menyebutkan nama bapak barusan, selaku papa kandung Lidya.
"Nah, gitu dong inget!" Celetukan pak Ghofur sempat menepuk 'gubrak papan permukaan.
"Buat si Lidya pak? Lidya Salsabila?"
Menanggapi sang satpam, antusias pak Ghofur mengangguk.
"Oh iya! Astagfirullah!" Secara mengejutkan pak satpam menepuk dahi, baru menyadari.
"Loh mana anak tadi? I-Itu pak, tadi ada yang nyari Lidya Salsabila," lanjutnya.
Ekspresi pak Ghafur tertekuk. -"Siapa? Cowok apa cewek?!"
"Cowok pak..." Cukup lirih si satpam menjawab, pandangan menoleh kanan-kiri.
Diam sejenak, tatapan pak Ghofur melotot tajam perlahan teralihkan pada seseorang pria disebelahnya. Pantas jika si satpam tidak bisa menjangkau penglihatan terlalu jauh. Terlebih posisi Qorfath melipir dipojokan.
"Kamu?" tanya pak Ghofur menunjuk Qorfath.
"Loh?" kejut pak satpam. -"Owalah itu dia orangnya pak!" Membenarkan.
"Assalamualaikum pak!" Senyuman simpul tulus, lalu Qorfath menunduk hendak mencium punggung tangan pak Ghofur.
"Walaikumsalam!" Jawaban salam pak Ghofur sambil selangkah mundur, menghindar.
"Eh?" Tentu Qorfath terkejut. Tanpa basa-basi kembali menegakkan diri.
"Ada urusan apa kamu mau menemui anak saya? Sini!" Lebih dulu pak Ghofur berjalan maju beberapa langkah.
Alhasil anggukan kecil turut melangkahkan Qorfath.
"Ada apa ya?" Penuh keheranan bagi pak satpam. Namun, memilih bodo amat usai mengangkat bahu dan mengambil kresek plastik berisi nasi bungkus tadi.
---
"Pak, bapak apa kabar? Sehat kan?" Posisi kedua tangan Qorfath bersedekap kebawah. Menunjukkan sikap santun. Bisa juga gugup.
"Halah! Jangan sok kenal. Siapa kamu? Jangan bilang pacarnya Lidya?!" Blak-blakan pak Ghofur berucap.
"Saya Qorfath pak..." Singkat nan lirih menjawab.
"Qorfath? Loh? Saya pernah ingat kamu. Nah! Iya. Wajah kamu, saya gak asing." Tatapan menerawang. -"Kamu, cks! Kamu... Kalau gak salah, kamu yang dulu ngejar mobil pas saya mau nganter Lidya ke pesantren ya?"
"Buset! Ingatannya tajem juga." Membuat Qorfath terbelalak membatin.
"Eh?! Bapak inget? Bener pak! Itu saya!" Ekspresi girang Qorfath terpampang, bersyukur tak perlu lama menjelaskan, karena pak Ghofur masih ingat siapa dia.
"Ganteng juga kamu. Mau mondok juga?" Pertanyaan pak Ghofur terlontar.
"Loh! Gak pak. Hehe. Saya kesini bukan mau mondok. Toh saya juga modal nekad kesini. Rencana sekalian mau cari kerja, dan ketemu si Lidya anak bapak."
"Hmm! Mau apa? Nembak Lidya? Gak! Gak bisa! Lidya itu anak pesantren! Bentar lagi dia keluar dari pondok, langsung saya jodohkan! Bukan diajak pacaran! Ngerti!"
"Di-Dijodohkan pak?" Agak terkejut bagi Qorfath dan ingin sekali lagi memperjelas pendengaran.
"Iya! Sudah banyak yang mau ta'aruf sama anak saya Lidya. Namun, saat ini saya yang akan memilihkan siapa yang cocok buat mendampingi anak saya. Kalau bisa dia lelaki sholeh! Jago ngaji, dan punya sopan santun yang bagus. Bonus ganteng! Kalau kamu pengecualian."
"Tapi pak... Mohon maaf sebelumnya. Kan saya belum bilang maksud saya ingin ketemu si Lidya."
"Ya, tapi orang ganteng kayak kamu pasti tertarik juga sama anak saya yang sudah jadi gadis cantik perawan! Iya kan?"
"Tolong bapak jangan nuduh saya sembarangan dulu. Saya cuman ingin ketemu temen lama. Itu aja, sekalian silahturahmi."
"Gak! Gak bisa! Saya tolak! Saya gak akan minta Lidya ketemu kamu seenaknya, apalagi sama cowok bukan mahram!" Kalimat ketegasan pak Ghofur.
"Kalau gitu, saya izin ke pak satpamnya aja." Segera Qorfath berbalik.
"Loh! He! He! Ngapain kamu?!" ketus pak Ghofur melotot tajam.
Langkah Qorfath terhenti, ketika menoleh dia berkata "Kok bapak ngelarang saya segitunya?"
"Saya gak akan ngizinin kamu ketemu Lidya. Kalau perlu, bilang aja ke saya ada apa? Mau ngomong apa ke anak saya?" Kedua tangan pak Ghofur menyentuh pinggang. Mode panas.
Nafas berat Qorfath terhembus. Berbalik menghadap pak Ghofur sambil menyelipkan tangan pada kantong saku celana.
Pak Ghofur yang melihat hal demikian, berkata "Mau nyogok saya?!"
Tanpa berkata-kata atau menanggapi panjang lebar, tangan kanan Qorfath mengulur, memberikan lipatan kertas.
"Ini pak... Saya gak tau mau ngomong apa ke Lidya. Saya juga cuman mau ketemu aja. Jadi, kalau emang saya gak bisa ketemu Lidya, maka saya titip kertas biasa ini buat dikasihkan ke anak bapak."
"Hmm..." Sejenak diam memperhatikan, refleks penasaran membuat pak Ghofur mengambil kertas tersebut.
"Apa ini?"
"Tolong jangan dibuka dulu pak! Saya mohon. Biarin Lidya yang buka kertas itu."
"Ada-ada aja kamu. Ok kalau gitu!" Menuruti permintaan, alhasil lipatan kertas barusan pak Ghofur masukkan dalam saku kemeja.
"Makasih pak!" Senyuman tabah 'terseruak.
"Sama-sama!" Seketika pak Ghofur berbalik, berjalan meninggalkan. -"Jangan coba deketin anak saya sembarangan ya! Inget!" Sempat menoleh untuk memperingatkan.
Agak lama memilih diam...
Teringat hal penting,
maka Qorfath berkata...
"Tunggu pak!"
"Hmmm? Apaan?"
"Alamat rumah bapak dimana? Dan bapak mampir ke pesantren setiap kapan?"
"Bukan urusan kamu! Mending kamu jangan ke pesantren lagi! Cari kerjaan sana! Mana mungkin Lidya mau ketemu kamu yang pengangguran walau ganteng. Kalau sampai ada laporan kamu ketemuan sama Lidya, saya akan hukum Lidya! Ngerti kamu?!" Cerocosan pak Ghofur bersikap tak peduli, terus berjalan menuju mobil silver seberang jalan.
Hanya diam seribu bahasa, berusaha menerima apa yang terjadi. Mungkin saat ini Qorfath belum dikehendaki bertemu Lidya. Namun, rencana Allah selalu tak terduga. Insya Allah.
Dari sorotan kejauhan, sangat erat Qorfath menggendong tas. Lalu, pergi meninggalkan lokasi pesantren.
[[Gelap]]
•••
Malam hari...
Bulan setengah nampan berkilau terang ditengah naungan langit abu-abu ke-ungu-unguan bersih. Bukan bersih tanpa noda:v tapi bersih tiada awan selain awan tipis samar ;terbilang sedikit. Begitu pula hiruk-pikuk jalan raya, banyak nyala lampu jalan sekaligus nyala lampu setiap kendaraan. Suasana jalan sesak, diantara celah diterobos pengendara motor yang menuju tujuan masing-masing. Terutama fokus kita saat ini tepian jalan raya dengan beberapa jajaran tiang listrik, tepat tepian trotoar terbangun kokoh masjid besar hijau bernama "Masjid Al-Fath". Papan nama, tinggi menjulang bagian pagar masuk masjid. Yups! Sebuah masjid beberapa kilometer dari pondok pesantren Al-Mubin Akbar, satu dari masjid lain yang lebih dekat pada pesantren tersebut.
[[Pukul 22.47]]
Sunyi...
Bahkan, nyaris sorakan klakson demi klakson seakan 'kedap' bagi seorang pria yang sedang menyenderi pilar masjid-posisi hamparan teras.
Berwajah masam bingung, dialah Qorfath. Memilih mengistirahatkan tulang sendi pada tempat paling aman dan cocok untuk menyendiri. Meratapi banyak hal, begitulah yang tergambar dari kilauan matanya yang berkaca-kaca.
"Ya Allah... Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Berikanlah kemudahan dalam urusan hamba. Sesungguhnya engkau sebaik-baiknya pemberi petunjuk," lirih mengucapkan untaian doa.
"Mana dari pagi sulit banget nyari kerja disini." Dilanjutkan batin.
Mulailah Qorfath memeluk tas slempangannya usai nafas berat terhembus secara pasrah.
Memejamkan mata...
•••
Berubah naungan gelap, tengah bagian cerah berwarna putih berdiri seorang bayang berperawakan seorang gadis. Tampak jelas bukan bayang-bayang gadis dengan rambut, melainkan tudung hijab menurut samar-samar kesadaran.
Tiba-tiba, kibasan tangan seorang gadis barusan melemparkan secarik kertas kecil. Terbang terhempas maju, mendekati kesadaran penglihatan.
Lantaran sekedar kesadaran tak terkendali, alhasil kertas lembaran barusan jatuh menghantam permukaan naungan dan perlahan lipatan kertas merenggang yang berujung terbuka memperlihatkan isi singkat suatu tulisan.
Ar-Rahman...
Tulisan yang tertera...
Tak lama, terdengar bisikan syahdu. Dari gadis tadi? Bisa dibilang mungkin begitu.
"Jaga hafalan itu..."
(Suara bisikan)
Lalu...
Terang tengah naungan diantara kegelapan menjauh, menarik mundur seorang gadis itu pula. Sebelum...
•••
Tuk! Tersentak. Qorfath terbangun dari mimpi sepanjang tahun berlalu. Yakni, mimpi misterius yang membuatnya susah move on dari Lidya. Dan tentu Qorfath langsung merenung, menyadari mimpi itu datang lagi, dia juga sadar bahwa Lidya bagian dari mimpinya. Terlebih dari tanda-tanda secarik kertas bertuliskan Ar-Rahman.
"Perasaan udah 15 tahun..."
"Atau gue yang emang masih penasaran alasan Lidya ngasih kertas itu ya? Kalau lu ada disini Lid, gue gak bisa ngasih apa-apa dari maksud isi tulisan kertas itu. Yang gue tau dari guru ngaji gue, mungkin itu tanda gue harus hafalin surah Ar-Rahman. Kalau emang iya, gue pengen lu tau kalau gue udah hafalin ini sejak 15 tahun lalu." Momen kesendirian, membuat Qorfath terdorong berucap mengeluarkan unek-unek isi hati.
"Astagfirullah!" Sekali lagi tersentak.
Seketika berdiri, lalu menoleh menatap jam dinding dekat ruangan kaca masjid. Menunjukkan pukul 3 pagi.
Atau [[Pukul 03.00 tepat]]
"Gue ketiduran." Sambil menepuk dahi, seraya bergeleng kecil.
Nafas panjang berlalu, mengikuti selangkah per-langkah Qorfath memasuki teras utama masjid bersiap melaksanakan sholat tahajud. Sorotan pun membaur dan tirai gelap mengakhiri segala adegan.
•••
---
•••
Dari sorotan samping kanan, posisi tahiyat akhir tanpa mengubah posisi. Begitulah keadaan Qorfath usai menunaikan sholat tahajud ditambah sholat istikharah (Untuk menentukan pilihan). Ketika kedua tangan terangkat, mode berdoa serius kepada sang Maha Pencipta terjadi. Hanya saja, kita melewati momen sepatah kata doa Qorfath, selain...
"Aamiin..." Menutup doa. Sejenak menunduk sebelum berdiri, memilih berjalan kebelakang mendekati salah satu pilar.
Terlihat, saat ini Qorfath duduk bersila menyenderi pilar marmer tersebut. Pandangan menengadah penuh harap.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
"Bismillahirrahmanirrahim..."
Bacaan basmalah terucap langsung secara lirih oleh Qorfath.
اَلرَّحۡمٰنُۙ
Ar Rahmaan.
1. (Allah) Yang Maha Pengasih,
عَلَّمَ الۡقُرۡاٰنَؕ
'Allamal Quran.
2. Yang telah mengajarkan Al-Qur'an.
خَلَقَ الۡاِنۡسَانَۙ
Khalaqal insaan.
3. Dia menciptakan manusia,
عَلَّمَهُ الۡبَيَانَ
'Allamalhul bayaan.
4. mengajarnya pandai berbicara.
اَلشَّمۡسُ وَالۡقَمَرُ بِحُسۡبَانٍ
Ashshamsu walqamaru bihusbaan.
5. Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan,
وَّالنَّجۡمُ وَالشَّجَرُ يَسۡجُدٰنِ
Wannajmu washshajaru yasjudan.
6. dan tumbuh-tumbuhan [atau bintang-bintang] dan pepohonan, keduanya tunduk (kepada-Nya).
وَالسَّمَآءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الۡمِيۡزَانَۙ
Wassamaaa'a rafa'ahaa wa wada'al Miizan.
7. Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan,
اَلَّا تَطۡغَوۡا فِى الۡمِيۡزَانِ
Allaa tatghaw fil miizaan.
8. agar kamu jangan merusak keseimbangan itu,
وَاَقِيۡمُوا الۡوَزۡنَ بِالۡقِسۡطِ وَلَا تُخۡسِرُوا الۡمِيۡزَانَ
Wa aqiimul wazna bilqisti wa laa tukhsirul miizaan.
9. dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.
وَالۡاَرۡضَ وَضَعَهَا لِلۡاَنَامِۙ
Wal arda wada'ahaa lilanaam.
10. Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk(-Nya),
فِيۡهَا فَاكِهَةٌ ۖ ۙ وَّالنَّخۡلُ ذَاتُ الۡاَكۡمَامِ
Fiihaa faakihatunw wan nakhlu zaatul akmaam.
11. di dalamnya ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang,
وَالۡحَبُّ ذُو الۡعَصۡفِ وَالرَّيۡحَانُۚ
Walhabbu zul 'asfi war Raihaanu.
12. dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya.
فَبِاَىِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ
Fabi ayyi aalaaa'i Rabbikumaa tukazzibaan.
13. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ صَلۡصَالٍ كَالۡفَخَّارِۙ
Khalaqal insaana min salsaalin kalfakhkhaari.
14. Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar,
وَخَلَقَ الۡجَآنَّ مِنۡ مَّارِجٍ مِّنۡ نَّارٍۚ
Wa khalaqal jaaan mim maarijim min naar.
15. dan Dia menciptakan jin dari nyala api tanpa asap.
فَبِاَىِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ
Fabi ayyi aalaaa'i Rabbikumaa tukazzibaan.
16. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
رَبُّ الۡمَشۡرِقَيۡنِ وَ رَبُّ الۡمَغۡرِبَيۡنِۚ
Rabbul mashriqayni wa Rabbul maghribayni.
17. Tuhan (yang memelihara) dua timur dan Tuhan (yang memelihara) dua barat.
فَبِاَىِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ
Fabi ayyi aalaaa'i Rabbikumaa tukazzibaan.
18. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
مَرَجَ الۡبَحۡرَيۡنِ يَلۡتَقِيٰنِۙ
Marajal bahrayni yalta qiyaani.
19. Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu,
بَيۡنَهُمَا بَرۡزَخٌ لَّا يَبۡغِيٰنِۚ
Bainahumaa barzakhul laa yabghiyaan.
20. di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.
---
Posisi sorotan masih samping agak kejauhan, memang perlahan menjauh. Suara hafalan merdu Qorfath merendah terbawa lalu, hingga hanya terlihat mulutnya bergerak terus melanjutkan hafalan meski tak terdengar lagi suara hafalan indahnya.
Rasanya sudah sangat jauh. Benar-benar terlewat jauh. Dulu Qorfath remaja sok-sokan, nakal, berambut acak-acakan, dan tentunya aib-aib remaja sekolah kebanyakan. Kini, bermetamorfosa menjadi sesosok pemuda hijrah usai melalui hari demi hari serta tahun demi tahun secara panjang. Faktor segenggam kertas bertuliskan Ar-Rahman pemberian Lidya telah memotivasi Qorfath untuk memperbanyak hafalan dan lebih banyak mendekatkan diri pada-Nya.
Bersambung...