Chereads / Ar-Rahman / Chapter 4 - Bab 4 : Dekat! Penantian '15 tahun

Chapter 4 - Bab 4 : Dekat! Penantian '15 tahun

=======[Ar-Rahman_اَلرَّحۡمٰنُۙ]=======

‹‹‹«««Limited Story»»»›››

•Eps. 04•

•Judul : Dekat! Penantian '15 tahun•

•••

[[Pukul 07.48]]

Pemandangan atas berjarak kisaran beberapa kilometer 'terbilang dekat. Suasana ramai dari satu jalan ruang masuk yang diikuti perlahan oleh sorotan, awal papan tanda jalan bertuliskan "Kantin--->". Walaupun satu jalan gak terlalu sempit, juga gak terlalu lebar 'menjadi satu jalan bolak-balik para santriwati yang terlihat. Sebagian ukhty masuk hendak sarapan di kantin, sebagian dari mereka keluar membawa bermacam-macam menu maupun minuman enak. Banyaknya kresek-kresek plastik berisi kue tradisional, tentu saja sehat. 

Begitulah jika memilih istirahat dari kantin pesantren di jam-jam antara 7-9 an pagi. Akan penuh sekaligus agak sesak. Gerah? Tentu saja. Memang, suasana jam kantin dibuka jam segituan, atau boleh datang lebih awal jika segala urusan keagamaan selesai. Tergantung apa yang mereka jalani dan dalami di pesantren. Dari suasana kantin santriwati serta santri laki-laki gak jauh beda. Perbedaan terletak pada hamparan tempat kantin, khusus laki-laki sengaja di'model ala warteg;v dengan spanduk besar berisi berbagai tulisan pilihan menu.

Mari kita ikuti sorotan menuju liuk-liuk satu jalan masuk-menuju arah kantin khusus santriwati tersebut.

Drap!

Drap!

Drap!

(Para santriwati berjalan kesana-kemari, saling berbincang samar.)

Ternyata kita melewati tangga yang dibagi tiga jalan setelah melewati jalan tadi, satu tangga menuju lantai atas. Bisa dibilang kantin bagian atas. Dan satu tangga lain menuju ke bawah. Ruang bawah tanah? Ya, gak dong😆 Khusus lantai bawah itu semacam gang tikus yang terhubung langsung lapangan olahraga pesantren. Teruntuk jalan tengah, menuju kantin terbesar santriwati. Bagaimana tidak? Banyak meja nan kursi panjang berjejeran-berhadap-hadapan. Semacam petak kotak luas yang disetiap sisi-nya tersedia toko-toko jajan, menu-menu sarapan, minuman-minuman, dan lain-lain. Bagian tengah tempat big-kantin tersebut ialah pohon jambu yang memiliki sekelebat dedaunan rindang, dilindungi dengan pot batu bata melingkar, sehingga sebagian santriwati bisa duduk-duduk membelakangi pohon. Dekat lokasi pohon juga masih tersedia kursi meja sebagai pilihan tempat istirahat. Apakah saya terlalu detail menjelaskan?:v 

Waktunya fokus...

Kita awali blur slide...

•••

Pemandangan dari keadaan kantin yang sudah jelas tergambar, diantara banyaknya meja-kursi. Sorotan menuju satu meja dengan beberapa makanan-minuman. Terdiri ketiga santriwati duduk berdekatan dalam satu kursi kayu panjang. Siapa lagi? Jika bukan Lidya bersama kedua geng sahabat. 

"Alhamdulillah..." 

Ucapan syukur Lidya menyeruput habis secangkir teh hangat. Tepat depan, ada satu piring putih 'bersih' menyisakan bekas-bekas bumbu. Yups, Lidya telah menyudahi sarapan.

"Alhamdulillah..." Secangkir gelas kosong juga diletakkan salah seorang sahabat.

"Eh, gak pesen lagi?"

Kecuali satu sahabat bertanya demikian ketika sedang mencampur bumbu menu bakso dalam wadah mangkok.

"Gak ah, hemat uang jajan." 

Jawaban Lidya.

Keadaan posisi mereka ---> Kanan sahabat Lidya ---> tengah adalah Lidya ---> Kiri sahabat Lidya.

"Nah, sebelum bel masuk pelajaran, mana coba kertas yang dikasih cowok yang mau lamar kamu?" Tiba-tiba, sahabat yang sedang sibuk mengunyah ball-ball bakso memulai topik.

"Apaan sih! Kirain kalian lupa." 

Menekuk ekspresi Lidya.

"Wah, bener tuh! Untung lu ingetin." 

Sahabat Lidya arah kiri menyahut.

"Yeee... Seharusnya kalian jawab dulu pertanyaan gue, Siapa coba nama cowoknya?" Sebisa mungkin Lidya mengalihkan.

"Iya, setelah kita lihat isi kertasnya." 

Menyeruput kuah bakso bermedia sendok besi.

"Hufff!" Hampir kedua pipi Lidya mengembung. Nafas berat terhembus malas.

"Nih!" 

Selipan tangan kanan Lidya keluar, sengaja menepuk meja untuk menaruh gulungan kertas hingga bergetar kecil. 

"Eh! Gue dulu!"

Raut ekspresi bahagia sang sahabat bagian kiri, tukas merebut kertas barusan.

"Nah, gitu dong!" Keadaan mulut mengunyah. -"Coba lu bacain apa isi-nya."

"Iyaaa..."

Membuka pelan-pelan gulungan kertas yang terlipat menjadi banyak bagian.

Sedangkan, Lidya masih menekuk ekspresi. Menunduk menunggu.

Ditunggu-tunggu bacaan isi kertas, malah membuat si sahabat Lidya keheranan. Raut muka bahagia memudar-hilang.

"Apa bacaannya?"

Kepo sahabat satunya.

Entah kenapa, seakan lucu, keadaan Lidya nyengir membungkam senyuman mulut.

"Cuman bacaan Ar-Rahman?"

Perlahan merendah, meletakkan kertas.

"Eh? Yang bener?"

"Ho'oh..." Mengangguk melongo.

"Nah? Udah baca kan?" Mulailah Lidya mengambil kembali kertas yang terbuka tersebut. Ia selipkan masuk menuju saku.

"Kok gak jelas surat cinta-nya?"

"Cinta-cintaan! Jangan sok tau kalian berdua." Pandangan Lidya terbagi kedua sahabat.

"Heleh! Itu kertas dari papa lu kan? Nah, papa lu pasti dari laki-laki yang bakal ngelamar lu." Dugaan seorang sahabat.

"Sok ngerti!" Kedua mata Lidya terpejam, melontarkan ledekan seraya cengengesan.

"Ohh! Gue ngerti!!!" Salah satu sahabat menepuk meja, terpikirkan sesuatu.

"Apaan?"

"Mulai!" ketus Lidya.

"Itu pasti mahar-nya..." Lanjut sang sahabat tadi.

"Hah? Maksudnya?"

"Mahar nikahnya itu surah Ar-Rahman! Ckscks!" Memperjelas, meski tak bisa menahan tawa kecil bahagia.

"Wehhh!" Betapa terkejutnya Lidya.

"Jujur aja Lid..." 

Sengaja siku sang sahabat menyenggol-nyenggol Lidya.

"He'em. Jujur ya? Ya?" 

Sahabat satunya turut melakukan hal serupa, yakni men-siku.

Ekspresi Lidya tampak datar, mulai terpejam jengkel.

"Gue bakal jujur kalau kalian jujur juga!" Membuka mata. -"Jawab coba, siapa nama cowoknya? Kan gue udah kasih kertasnya?"

Celetukan Lidya membuat kedua sahabat bertatapan. -"Kasih tau gak ya?"😆 Bebarengan.

"Buruan kasih tau! Sebelum bel masuk!" Rasa penasaran Lidya bergejolak.

"Iya nih! Gue kasih tau..."

"Namanya Qorfath. Bener kan?"

Sambaran mengejutkan bagi Lidya, terbelalak tak menduga. -"Apa? Bilang sekali lagi?"

"QORFATH!"

Kedua sahabat Lidya mendekat, bukannya membisikkan jawaban, malah menjerit lantang memekakkan telinga Lidya tentunya.

"Astagfirullah!" Langsung Lidya berdiri, kedua tangan memegangi telinga.

"Hahahahahahahaha..."

Cengengesan kocak masing-masing sahabat.

Keributan tempat ketiga santriwati malah menjadi sorotan banyak santriwati lain. Ada yang sekedar berbisik lalu pergi, ada yang diam memperhatikan sumber suara, ada yang beranjak tak peduli.

"Sssst!" Mengetahui hal demikian, seorang sahabat mendesis.

"Nah! Lo! Lu jadi pusat perhatian sekarang Lid."

Memang benar, ketika Lidya celingak-celinguk. Banyak santriwati memperhatikan Lidya.

"Mereka denger gak ya?"

Batin Lidya merasa khawatir.

"Sini duduk aja Lid!"

Refleks Lidya duduk, agak sungkan karena kericuhan tempat mereka.

"Kok kalian tau nama cowok yang mau nyari gue?" Lebih pelan Lidya bertanya pada salah seorang sahabatnya.

"Kita dikasih tau satpam," jawabnya.

"Loh? Kok gue tanya satpam katanya dia lupa nama cowoknya?" Semakin heran Lidya.

Mulai lagi kedua sahabat antusias bertatapan, cengar-cengir gak jelas.

"Ya iyalah. Kita minta pak satpamnya supaya gak kasih tau lu. Biar kita aja yang tau namanya. Lagian, perkiraan kita, lu juga udah tau namanya." Kejujuran seorang sahabat.

"Belum!" Tiba-tiba Lidya keceplosan. -"Eh? Astagfirullah!" Langsung menutup mulut.

"Hah?" Terheran-heran kedua sahabat.

"Kok belum tau? Kirain..."

"Ooo! Gue ngerti! Cuman papah lu aja kan yang tau? Soalnya kata satpamnya si ganteng Qorfath ngobrol sama papa-lu Lid." Memperjelas.

"Papah?" Sadar tidak sadar, terucap oleh Lidya.

"He'em." Anggukan serta jawaban kompak kedua sahabat.

"Jadi? Pantes papah dapat kertas itu? Ternyata? Qorfath ketemu papah?" Berbagai pertanyaan batin Lidya.

"Emang kenapa Lid? Kok lu kayak kaget gitu?"

"Iya bener. Ada yang lu sembunyiin dari kita ya?"

"Hayooo!"

"GAK!" seketika Lidya menepuk kertas meja sambil sigap berdiri.

"Emang! Emang gue kaget! Qorfath adalah cowok yang dulu gue harapin bakal ngejar gue! Tapi dia baru datang 15 tahun ini?! Seharusnya gue udah lupain dia! Tapi... gue gak bisa benci dia karena dia pernah gue kasih kertas itu, gue berharap dia bakal lamar gue dengan hafalan Ar-Rahman pas gue lagi di pesantren. Gue pengen dia berubah jadi cowok baik-baik! Soalnya... Sejak saat itu, gue... Suka Qorfath."

"Eh?" Antara bingung dan terkejut dari reaksi setiap sahabat.

"Cieeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee!!!"

Mendadak seluruh santriwati di kantin memenuhi meja ketiga geng tadi sambil menyeru.

"Loh?!" Betapa terkejutnya Lidya. Raut ekspresi memerah. Terhantam gengsi serta rasa malu tinggi.

"Ehem! Ehem!"

"Cieeee!"

"Cieeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee!"

"Lid! Kau mau nikah ya?"

"Wih! Masya Allah..."

"Cieeeee..."

Sahutan antar sahutan para santriwati.

Hanya membuat kedua sahabat nyengir-nyengir menahan tawa.

Benar-benar tragedi memalukan bagi Lidya saat berada di kantin pesantren. Begitu mudah-nya dia membeberkan soal Qorfath akibat terpancing. Ya, akan menjadi momen kenangan jangka panjang tak terlupakan.

[[Gelap]]

•••

---

~ Skip ~

1 tahun kemudian...

- Sabtu, 23 Mei 2015 -

[[Pukul 11.15]]

(Siang hari)

Siang bernuansa mendung...

Awan menghadang mentari...

Tak terlalu terik, rindang hangat...

Akan menjadi momen mengharukan nan membahagiakan. Momen terbesar sebagian santri-santriwati pondok pesantren Al-Mubin Akbar. Semua berlalu jauh, setahun pun cepat bertemu. Seperti...

"Alhamdulillah!"

"Gue bakal rindu kalian banget!"

"Yaaa! Jaga diri kalian baik-baik gengs!"

"Cieee udah lulus dari pondok!"

"Sampai ketemu didunia masing-masing, sukses terus!"

Naungan gelap bersuara memudar jua, sorotan tepat atas sangat jelas menggambarkan situasi dimana banyaknya santriwati berkumpul depan gerbang pesantren yang terbuka lebar, kiranya jarak sebagian mereka hampir saling berdekatan. Berekspresi bahagia, berpelukan rindu, dan banyak diantara mereka pergi menenteng koper besar menuju mobil, becak, maupun kendaraan-kendaraan lain; yakni penjemputan masal orang tua para santriwati, ya walaupun tidak semua orang tua datang, bisa juga saudara, ataupun kerabat-kerabat dekat.

Lalu? 

Khusus kebahagiaan kelulusan

Santri laki-laki?

Perbedaan, memang semua santriwati yang sudah lulus wisuda pesantren boleh keluar sampai gerbang karena jadwal kepulangan mereka tertera pada jam demikian. Terkecuali para santri laki-laki yang sudah lulus wisuda pesantren, karena masih ada kegiatan tambahan, maka mereka akan dipulangkan sore nanti. Bisa disebut secara bergiliran.

•••

"Brrmmmmm!!!" 

Perpindahan slide merujuk suara mesin mobil siap meluncur. Bahkan, menyorot dari bawah roda mobil berputar, lalu berlalu pergi.

"Bye-bye Lid!"

"Selamat tinggal Lid!"

"Lid! Tetap sahabatan ya!!!"

"Jangan lupa sebar undangan kalau lamaran!"

Sudahi momen ramah-tamah antara santriwati, lihatlah bagaimana beberapa santriwati cantik berdiri bersebelahan menghadap sekaligus melambaikan tangan menuju kepergian mobil silver depan mereka.

"Gue bakal kangen kalian!"

"Sukses terus!"

"Insya Allah kita ketemu lagi!"

Turut melambaikan tangan, dimana seseorang santriwati setengah badan menye-roak keluar dari kaca mobil belakang yang terbuka. Dialah Lidya Salsabila 'tiada henti lantang menyeru mengetahui laju mobil kian meninggalkan keberadaan para sahabat.

Hampir saja linangan air mata Lidya menetes, namun sigap punggung tangan mengusapi. Rasa haru Lidya bergejolak, karena perpisahan yang dirasa akan terjadi cukup lama, ternyata momen itu sedekat hari ini. 

Srk! Kembali Lidya memasukkan diri kedalam ruangan mobil. Setengah kaca terbuka sebelum mencapai batasan atas agar syahdu angin bisa menyejukkan udara ruangan mobil.

"Gue bakal rindu kalian..." lirih terucap, muka tertekuk 'memelas.

"Yang namanya pertemuan ada perpisahan. Yang namanya perpisahan akan dipertemukan, lalu akan berpisah lagi. Terus seperti itu."

Sahutan pak sopir tiada lain adalah pak Ghofur selaku papa kandung.

"Apaan sih pa, lagi sedih juga..." Berkali-kali Lidya membiarkan kedua punggung tangan untuk mengusapi sebutir air mata agar tidak menangis menjadi-jadi.

"Lebih sedih papa dong, takut udah meninggal duluan sebelum lihat kamu kawin." Susulan kekehan ringan.

"Papa, mulai! Ngomong-nya ngelantur." Begitulah Lidya menegur.

"Loh? Ngelantur gimana." Sekali lagi terkekeh. -"Kan bener, papa ini udah tua, coba kalau kamu udah kawin, pasti yang jadi supir ya suami kamu."

"Ngomongnya gak gitu juga kali pa."

"Iya, maaf..."

Sedikit waktu pak Ghofur menoleh.

Sedangkan, Lidya menyenderi pintu mobil dekat kaca tersebut. Menatap lalu lalang kendaraan diluar kaca, termasuk pemandangan sekitar.

"Perasaan udah berubah sejauh ini..."

Batin Lidya bersuara.

Tiba-tiba...

[[Flashback : On]] ~

Momen pengejaran Qorfath ketika mobil Lidya melaju kian cepat sewaktu keduanya masih SMK.

Disaat bersamaan, posisi Qorfath sudah sedekat dengan kaca dimana terlihat Lidya menoleh bertatap heran.

"Lid!!!" Suara Qorfath mengejutkan anggota keluarga dalam mobil. Faktor kaca terbuka.

"Kenapa lu ngejar gue?!" Blak-blakan Lidya bertanya.

"Lu mau kemana?!" Pertanyaan Qorfath terlontar.

"Pergi dari tempat ini! Maafin gue!" Seruhan Lidya.

"Kasih tau gue dimana tempatnya!!!"

"Jauh! Lu gak bakal bisa ngejar gue!"

"Gue bakal terus ngejar lu!!!"

Setiap kecepatan laju bertambah, beberapa langkah Qorfath tertinggal, namun tak mematahkan semangatnya untuk melangkah lebih cepat agar bisa menyusul kecepatan 'walau terulang-ulang demikian.

Sejenak diam lama menatap lawan jenis, raut ekspresi Lidya tertekuk.

"Lid?! Hah... Hah... Hah!" Rasa lelah menyelimuti Qorfath.

"Yakin lu ngejar gue?" Penuh perhatian Lidya bertanya.

Dengahan nafas terengah-engah, anggukan terimbuh serius ekspresi Qorfath. Memandang yakin.

Nafas berat Lidya terhembus, menunduk beberapa detik. Lalu, mengulurkan tangan kanan yang tampak menggenggam sesuatu.

Awal tersentak, membagi pandangan Qorfath. Mengetahui Lidya memberikan sesuatu, maka turut mengulurkan tangannya untuk meraih.

"Maaf!" Segera Lidya masuk kembali dari kaca mobil. Sengaja membuang lipatan kertas sebelum diraih oleh Qorfath.

"Lid!!!" Tentu Qorfath terkejut.

Dep! Grep! Lipatan kertas tertepa angin, hampir terbang lebih tinggi. Beruntung Qorfath melompat, langsung erat menggenggam pemberian Lidya barusan.

Bersamaan gejolak lelah memaksa langkah pengejaran Qorfath melambat, berujung berhenti tengah-tengah jalan.

Brrmmmmmm!!!

Alhasil, mobil melaju begitu cepat.

"Hah... Hah... Hah... Hah..." Hanya berdiri terengah-engah penuh tetesan keringat. Begitulah keadaan Qorfath melihat mobil kian menjauh.

"Tuhan tau mana yang terbaik..." batin Lidya tak bisa memandang lama arah belakang. Terlebih kaca mobil sudah tertutup rapat.

[[Flashback : Off]] ~

Kedua singkapan mata Lidya merendah sayu.

Lalu...

[[Flashback : On]] ~

Momen dimana pak Ghofur' papa Lidya hendak memberikan tambahan uang jajan.

"Eh! Iya! Papa hampir lupa. Bentar." Tersentaklah pak Ghofur, mulai tangan kanan menyelinap mengecek isi saku kemeja.

Set! Ketika tangan terangkat, menggenggam sejumput' gulungan uang kertas merah 2 lembar. Namun, secarik kertas ikut terangkat dari dalam saku, alhasil kertas putih tersebut jatuh mengejutkan Lidya maupun pak Ghofur.

"Eh? Kertasnya jatuh pah." Wajar jika Lidya refleks meletakkan kardus demi mengambil kertas barusan.

Bersamaan, tanpa pikir panjang pak Ghofur tergerak menunduk untuk mengambil secarik kertas tadi.

Yups, karena selisih kecepatan lebih dulu Lidya mendapatkan kertasnya.

"Jangan bilang papah nulis puisi lagi, Lidya cek ya puisinya." Bagi Lidya mengira selembar kertas adalah untaian puisi indah sebagai hobi sang papa.

"Eh! Ngapain?!" Gelagat pak Ghofur agak panik.

"Eits!" 

Segera Lidya menepis ketika tangan kanan papa-nya hampir saja merebut lipatan kertas itu.

Hingga... Srek! Lipatan kertas terbuka lebar oleh Lidya. Senyum lebar Lidya meredam hilang ketika melihat isi kertas.

Tatapan pak Ghofur melotot sambil menelan air ludah.

"Ar-Rahman?" Lidya menyuarakan bacaan tulisan tengah kertas.

[[Tambahan slide Flashback]] ~

Momen dimana Lidya bersama kedua sahabat duduk bercakap-cakap di kantin pesantren, sebelum terpancing...

"Gue bakal jujur kalau kalian jujur juga!" Membuka mata. -"Jawab coba, siapa nama cowoknya? Kan gue udah kasih kertasnya?"

Celetukan Lidya membuat kedua sahabat bertatapan. -"Kasih tau gak ya?"😆 Bebarengan.

"Buruan kasih tau! Sebelum bel masuk!" Rasa penasaran Lidya bergejolak.

"Iya nih! Gue kasih tau..."

"Namanya Qorfath. Bener kan?"

Sambaran mengejutkan bagi Lidya, terbelalak tak menduga. -"Apa? Bilang sekali lagi?"

"QORFATH!"

Kedua sahabat Lidya mendekat, bukannya membisikkan jawaban, malah menjerit lantang memekakkan telinga Lidya tentunya.

"Astagfirullah!" Langsung Lidya berdiri, kedua tangan memegangi telinga.

"Hahahahahahahaha..."

Cengengesan kocak masing-masing sahabat.

Keributan tempat ketiga santriwati malah menjadi sorotan banyak santriwati lain. Ada yang sekedar berbisik lalu pergi, ada yang diam memperhatikan sumber suara, ada yang beranjak tak peduli.

"Sssst!" Mengetahui hal demikian, seorang sahabat mendesis.

"Nah! Lo! Lu jadi pusat perhatian sekarang Lid."

~ Skip Flashback ~

"Ooo! Gue ngerti! Cuman papah lu aja kan yang tau? Soalnya kata satpamnya si ganteng Qorfath ngobrol sama papa-lu Lid." Seorang sahabat memperjelas.

"Papah?" Sadar tidak sadar, terucap oleh Lidya.

"He'em." Anggukan serta jawaban kompak kedua sahabat.

"Jadi? Pantes papah dapat kertas itu? Ternyata? Qorfath ketemu papah?" Berbagai pertanyaan batin Lidya.

"Emang kenapa Lid? Kok lu kayak kaget gitu?"

"Iya bener. Ada yang lu sembunyiin dari kita ya?"

"Hayooo!"

"GAK!" seketika Lidya menepuk kertas meja sambil sigap berdiri.

"Emang! Emang gue kaget! Qorfath adalah cowok yang dulu gue harapin bakal ngejar gue! Tapi dia baru datang 15 tahun ini?! Seharusnya gue udah lupain dia! Tapi... gue gak bisa benci dia karena dia pernah gue kasih kertas itu, gue berharap dia bakal lamar gue dengan hafalan Ar-Rahman pas gue lagi di pesantren. Gue pengen dia berubah jadi cowok baik-baik! Soalnya... Sejak saat itu, gue... Suka Qorfath."

"Eh?" Antara bingung dan terkejut dari reaksi setiap sahabat.

"Cieeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee!!!"

Mendadak seluruh santriwati di kantin memenuhi meja ketiga geng tadi sambil menyeru.

"Loh?!" Betapa terkejutnya Lidya. Raut ekspresi memerah. Terhantam gengsi serta rasa malu tinggi.

"Ehem! Ehem!"

"Cieeee!"

"Cieeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee!"

"Lid! Kau mau nikah ya?"

"Wih! Masya Allah..."

"Cieeeee..."

Sahutan antar sahutan para santriwati.

Hanya membuat kedua sahabat nyengir-nyengir menahan tawa.

[[Flashback : Off]] ~

Tek! Lidya langsung tersentak, terlalu lama melamun hampir menidurkan dirinya. 

Nafas berat dia hembuskan...

"Gue kira setelah itu, lu beneran udah dateng dan ternyata udah setahun semenjak nama lu jadi bahan ghibah sahabat-sahabat gue dan santriwati lain, lu seakan cuman ngasih harapan gue, lalu udah gak ada kabar soal lu lagi..." Kelanjutan batin Lidya mengenai Qorfath tentunya.

"Yah, gue juga udah tanya papah..."

"Kenapa papah waktu itu bisa ketemu sama lu Fath? Jawaban papah selalu ngeles, papah seakan-akan lupa sama kejadian itu. Tapi, gue ngomong gini juga percuma, lu cuman kabar burung yang dibawa pergi angin, gue harus bener-bener lupain lu Fath. Gue kira gue udah move on setelah di pesantren, eh ketika kertas itu balik lagi ke gue, gue mulai ingat soal lu terus. Udah setahun sejak itu, percuma gue berharap... seharusnya lu juga gak sekali dateng kan ke pesantren jika emang lu serius ngejar gue? Gak nyerah gitu aja. Kalau seandainya sekarang lu masih ngejar gue, percuma; gue juga bakal dita'aruf sama laki-laki calon pilihan papa." Sepatah kata batin Lidya terhenti.

Krek! Tampak tangan kanan Lidya menguatkan genggaman, perlahan merenggang ketika membalik telapak tangan.

Srek! Secarik kertas yang sempat terbuka dari genggaman dengan tulisan "Ar-Rahman", langsung Lidya lemparkan keluar kaca mobil.

"Eh, apaan itu Lid yang kamu buang?"

Walaupun sibuk menyetir, mode insting bapak-bapak seperti pak Ghofur masih kuat.

"Gak pah, cuman kertas tisu..."

"Heh! Jangan buang sampah sembarangan! Bisa kena denda kita."

"Biarin, kan urusan papah..." Senyuman masam Lidya sempat terpampang.

"Dibilangin ngeyel..."

Biarkan kecepatan mobil silver melaju melewati jalanan luas sebuah kota.

Sedangkan...

Kertas yang dibuang Lidya barusan, terkibas lajuan kendaraan lain. Berkali-kali tersapu kecepatan, hingga terlempar, lalu terbawa angin sepoi-sepoi entah menuju kemana. Keadaan kertas sudah tak karuan, terlipat-lipat abstrak, dan sedikit sobek bagian ujungnya.

Niat Lidya sudah teguh, bahkan kuat.

Dia ingin membuang kenangan serta harapan tentang Qorfath.

[[Gelap]]

Drap...

Drap...

Drap...

Sepatu outfit keren, berwarna merah brownies campuran putih setiap sisi. Melangkah maju menuju arah depan, dimana terdapat pertigaan jalan. Sengaja dibuat misterius, sekalipun kalian bisa menebak siapa laki-laki berjaket kulit dengan perubahan style rambut yang tersisir belakang. Tampak jaket belakang tersablon tulisan metal putih keren 'bertuliskan "Qorfath Ganteng". Sempat berhenti melihat jam tangan, berujung langkah per langkah entah kemana. Ada aura berbeda dari Qorfath, seperti benar-benar bahagia atau...? Aura kekayaan? Hmm, mari terus menyimak isi jalan cerita, karena saat ini hanya kepercayaan diri Qorfath bak orang-orang bebas tekanan. 

Disisi lain...

"Brrmmm!"

Kecepatan mobil silver kencang melewati tikungan jalan. Tak lama, melambat lantaran mulai memasuki 'jalan tikus'. Jalan tikus? Semua mengenal jalan tikus, yakni jalanan yang tidak mudah ditemukan orang selain mereka yang mengenal jalan itu. Jalan tak terlalu lebar ataupun luas, bagian apitan kanan-kiri adalah bangunan bagian belakang rumah-rumah warga yang sering terdapat tempat sampah, bau tak sedap, dan selokan kotor dari setiap saluran pipa.

"Ingat jalan ini gak kamu?" tanya seorang supir, pak Ghofur.

"Hmm?" Pandangan Lidya terbagi, menengok sekitar. -"Pernah ingat."

"Ini tuh jalan pas kamu pertama kali pergi ke pesantren." 

"Oouuhh..." Angguk-anggukan kecil Lidya. -"Soalnya kayak udah banyak yang berubah."

"Tapi papa sering lewat sini, soalnya jalannya sepi, aman, dan bisa cepet sampai tujuan."

"Tapi, sekali-kali lewat jalanan umum lah pah, gak enak kalau lewat jalan kayak gini, kesannya kayak lagi ditempat dosa gitu."

"Ya, banyak-banyak bismillah aja..."

Gradak! Roda depan melewati lubang jalan yang terisi genangan air kumuh. Alhasil genangan menyiprat cepat. 

Tuk! 

Wadah 'cup' minuman berisi air diatas 'kanopi' kaca depan mobil jatuh tersenggol getaran. Tentu tumpah, mengejutkan pak Ghofur.

"Waduh! Pake tumpah!" 

"Apanya pah?" 

Menyentak Lidya.

"Bentar, bentar..."

Bukannya pak Ghofur memilih menghentikan mobil, malah mencoba mengambil wadah cup minuman gelas dengan tutup terpisah tersebut. Sedikit air mengalir membasahi bagian bawah. Sedangkan, tangan kanan Pak Ghofur memutar-mutar stir, dan tangan kirinya berusaha meraih lokasi wadah minuman yang jelas-jelas tangan pak Ghofur kesulitan menggapai.

"Apaan sih pah?"

Lidya mendongak-dongak memastikan.

Brrmmmmm!!!

Refleks salah satu kaki pak Ghofur malah menginjak gas sebagai tekanan acuan agar dia lebih dekat meraih wadah minuman. Kecepatan mobil bertambah, mendekati arah depan berupa pertigaan jalan.

Sedangkan...

Drap...

Drap...

Langkah seseorang berjaket kulit tadi. Yups, Qorfath keluar dari batas jalan, kini dia berada tepat tengah batas pertigaan jalan.

Wyussshh ~

Sebuah secarik kertas melayang syahdu menuju Qorfath. 

Karena hembusan angin malah mempercepat lajuan kertas hingga menabrak wajah Qorfath, menutupi pandangannya.

"Buset!" Langkah Qorfath terhenti.

Brrmmm!

Mobil silver terus melaju, mendekati kediaman Qorfath.

Kian dekat, pak Ghofur terfokus wadah minuman, hampir saja meraihnya, sebelum...

"Eh? Ada orang?" Pandangan tajam Lidya.

"Pah! Pah! Berhenti! Ada orang didepan!" Antuasias panik seorang Lidya, menunjuk-nunjuk depan.

"Hah?"

Belum jelas mendengar, kali ini pak Ghofur menoleh Lidya penuh tanda tanya.

"Bukan Lidya pah! Fokus nyetirnya!"

Ketus Lidya blak-blakan.

"Eh? Waduh!!!" Betapa terkejutnya pak Ghofur ketika pandangan beralih depan. Sigap menegakkan diri dan memutar stir kemudi sekaligus menginjak erat rem.

•••

Srk! 

"Kertas apaan?"

Ketika Qorfath mengambil secarik kertas 'lusuh' dari wajah.

"Eh?" Hal mengejutkan bagi Qorfath.

Dia membalik kertas barusan, sedangkan bagian sisi depan kertas terdapat suatu tulisan hitam agak luntur.

"Ar-Rahman?"

Terbelalaklah Qorfath membaca tulisan kertas. 

Ya, hembusan demi hembusan angin telah membawa jauh kepergian kertas yang telah Lidya buang sebagaimana sekarang mobil silver tersebut melewati jalan tikus, jalan serupa dimana Qorfath lewat.

Tiittt!

Tiittt!

Klakson mobil bising berbunyi, faktor kecepatan mobil sudah hampir beberapa meter saja menuju Qorfath.

"Astagfirullah!" 

Refleks Qorfath sekedar mengarahkan kedua tangan kedepan sambil memalingkan muka.

Nggrrrng! Seketika mobil berhenti mendadak, terhitung 7 meter dari posisi Qorfath saat ini.

"Hah... Alhamdulillah." Pak Ghofur bisa bernafas lega mengetahui semua baik-baik saja. 

"Hah... Alhamdulillah..." 

Serupa pula Lidya.

"Kamu gak papa?" Memastikan anak semata wayang baik-baik saja. -"Maaf, papa gak fokus tadi. Tapi, papa keren kan nge-rem mobilnya? Gini-gini juga dulu papa suka balapan pas remaja, jadi udah profesional soal kecepatan."

"Paan sih pah! Untung aja gak papa, kalau gak, papah udah nabrak laki-laki depan sana!" Cerocosan Lidya bersifat menegur.

"Eh?" Menyadari perkataan Lidya membuat pak Ghofur berpaling depan. -"Laki-laki? Dijalan tikus gini? Jangan-jangan..." 

Tanpa berlama-lama, pak Ghofur beranjak, mulai membuka pintu mobil, kemudian menutupnya setelah turun memijak permukaan jalan lembab.

"Woi! Pergi gak!" Seruan pak Ghofur menggema.

"Eh?"

Mengetahui dia baik-baik saja, setelah memastikan sekaligus celingak-celinguk, maka pandangan Qorfath mengarah depan. Menatap pak Ghofur.

"Loh! Bapak kan?" 

Tampak ekspresi kaget Qorfath. 

"Pak Ghofur?!" lanjutnya. Ingatan Qorfath masih hafal perawakan pak Ghofur selaku papa kandung Lidya.

"Jaket itu? Wajah ganteng itu? Kamu kan?" Sudah ditebak, pak Ghofur masih ingat perawakan khas Qorfath.

"Apaan sih papah? Kok lama?" Mengherankan Lidya. -"Pah!" Mulai membuka pintu mobil untuk turun.

Bruk! Suara pintu tertutup, selangkah Lidya maju bergelagat heran.

"Lidya?" Mengejutkan pak Ghofur.

"Lidya?!" Mengejutkan Qorfath.

"Diem kamu! Udah ngilang, datang lagi!" Bentakan emosi pak Ghofur kepada Qorfath.

"Loh? Ada apa pah? Papah kenal?"

Wajar jika raut ekspresi heran Lidya terpampang.

"Ya iya jelas kenal! Nama dia Qorfath." Blak-blakan pak Ghofur memperjelas.

"Qorfath?! Papah serius?!" Pandangan Lidya terbagi mereka berdua.

"Loh! Waduh! Keceplosan!" Membuat pak Ghofur terbelalak sambil menutupi mulut usai menepuk dahi.

"Lidya...?" Pandangan Qorfath terbagi antara si cantik Lidya dengan tulisan "Ar-Rahman" pada kertas diatas telapak tangan kanan.

Tak lama, bersamaan situasi sunyi melanda. Bagaimana tidak? Pak Ghofur, Lidya, serta Qorfath diam-diam-an secara tiba-tiba. Terjebak drama situasi masing-masing.

"Lid..." 

Mulailah Qorfath membatin, memandangi Lidya dari bawah hingga atas. Menatap lama wajah cantiknya yang bertambah cantik dengan kerudung orange sekaligus pakaian gamis panjang.

"Ini beneran Qorfath?" Begitulah membuat Lidya membatin. 

"Waduh! Bahaya?!" Kedua tangan pak Ghofur memegangi kepala, merasa gawat.

Menyentak Qorfath serta Lidya...

"Walah! Walah! Kok bisa malah ketemuan kayak gini!" Hitungan ketiga tepukan dahi oleh pak Ghofur.

"Kok papah kayak gak suka gitu?" Selidik tatapan Lidya mengarah.

"Ya, emang papah ngerasain si cowok depan kamu ini kegatelan pengen deketin kamu."

"Kok papah ngomong gitu?!"

Intonasi Lidya agak naik.

"Ehm..." Rasa tak percaya menyelimuti Qorfath, hendak berbicara malah tertahan tengah-tengah. Sekedar menganga bingung.

"Fath?" Selangkah maju Lidya menyamai kediaman posisi pak Ghofur.

"Lid..." 

Terucap sederhana oleh Qorfath.

"Ini beneran lu?" 

Ekspresi harap Lidya terbuai.

Anggukan kecil Qorfath, menjawab "Ini emang gue, tapi bukan diri gue yang dulu."

"Kok bisa lu sampai sini? Kemana lu setahun lalu? Bukannya mau nyari gue?"

Diam seribu bahasa, membungkam mulut Qorfath.

Namun, rasa jengkel masih menyelimuti Lidya. Mendadak menekuk muram ekspresi.

"Kemana aja lu 16 tahun ini? Hah?"

Terlihat kedua mata Lidya berkaca-kaca.

"Gue..."

"Lo telat tau gak!"

Ketus Lidya emosi.

"Waduh! Malah drama! Ayo masuk mobil! Ayo!" Pak Ghofur menggenggam erat tangan Lidya, lalu menariknya.

Suasana pecah karena pak Ghofur benar-benar terlihat tidak suka jika Lidya harus bertemu Qorfath, begitu pula sebaliknya, jika Qorfath bertemu Lidya.

"Masuk!" pinta pak Ghofur membukakan pintu mobil belakang, meminta Lidya segera masuk.

Sejenak terdiam, ekspresi Lidya mengungkap segala perasaan. -"Berhenti ngejar gue!" Sorot tatapan tajam.

Menyentak Qorfath. -"Lid..." Tatkala tangan kanan mengepal erat, meremas secarik kertas.

Bruk! Sukarela Lidya menutup pintu mobil dari dalam. Maka, segera pak Ghofur menuju pintu depan, turut menutup pintu usai masuk.

Brrmmm! Bunyi mesin menyala.

Tiittt!!!

Tiittt!!!

Tiittt!!!

Blak-blakan dengan sengaja pak Ghofur melakukan spam klakson.

Tanpa berkata-kata, sadar tidak sadar melangkahkan Qorfath untuk segera menepi alias melipir menuju dinding.

Nggggggggggg!!!

Seketika mobil tersebut melaju cepat melewati Qorfath.

Sekelebat kecepatan dalam mode 'slow motion. Mengarahkan pandangan Qorfath tepat dalam kaca mobil belakang, dimana Lidya duduk menunduk memalingkan muka.

Semua berlalu begitu saja...

Sangat cepat...

"Lu gak tau aja Lid, keadaan gue setelah lu pergi ke pesantren waktu itu. Soal orang tua gue, seandainya lu tau alasan gue baru bisa ke lokasi lu..." Begitulah Qorfath membatin, terus menatap mobil yang semakin hilang tertelan kecepatan.

Hanya saja...

Sebelum terlalu jauh melaju, sempat mengetuk hati Lidya. Menolehkan dia tepat arah kaca mobil paling belakang.

"Maafin gue Fath..."

"Gue gak mau ngelibatin hati gue buat lu lagi..." Membatin.

Keadaan kedua kata Lidya masih berkaca-kaca, sengaja menahan agar linangan air mata tak menetes. Lalu, beberapa detik mengembalikan tengok-kan Lidya menuju depan.

Bersambung...