Chereads / What's up?? Kos-Kosan No 7 / Chapter 3 - Sepanci IndonesiaMie Menyatukan Kita

Chapter 3 - Sepanci IndonesiaMie Menyatukan Kita

Chani dan Eka memperhatikan Stefan dari ujung kepala hingga kaki. Jadi dari tadi orang ini yang mengikuti mereka dari belakang sambil membawa sebuah koper besar.

"Siapa dia?" bisik Eka pada Chani.

"Nggak tahu bang. Sepertinya orang aneh, lihat aja masa jalan-jalan pake jas hujan."

Eka menyentik dahi Chani.

"Ya karena lagi hujan Ncub. Malah lebih aneh kalo dia jalan-jalan pake baju menyelam."

"Iya juga ya?" kekeh Chani.

"Gue mau ikut sama kalian," kata Stefan tiba-tiba membuat Chani dan Eka saling berpandangan.

"Kenapa lo mau ikut sama kita? Emang lo tahu kita mau ke mana? Kita bukan mau liburan lho," kata Eka dan diikuti anggukan Chani.

"Kita kabur dari rumah," timpal Chani yang langsung di cubit pinggangnya oleh Eka.

"Aaaaaa!" teriak Chani kesakitan.

"Jangan sembarangan bilang ke orang asing dong."

Mereka melihat Stefan yang bergeming. Sepertinya sudah bulat tekadnya untuk mengikuti mereka saat ini.

"Ya udah, biarin ajalah," kata Eka.

Mereka akhirnya melanjutkan kembali perjalanan yang entah ke mana. Hari sudah mulai gelap, dan mereka masih terus berjalan.

"Tunggu, kalian mau ke mana? Ini ada kos-kosan kosong di sini." Stefan menunjuk sebuah rumah nomer tujuh di sebelahnya.

"Itu rumahnya terlalu bagus. Uang kita gak bakalan cukup," jawab Eka.

Tanpa berkata apa-apa lagi Stefan menghampiri rumah itu dan menghubungi nomer telepon yang tertera di sana. Eka dan Chani ikut menghampiri Stefan karena penasaran.

Setelah pemilik rumah datang Stefan langsung membayar tiga kamar untuk dirinya dan untuk kedua teman barunya. Saat urusan sudah selesai dia langsung masuk dan membuka pintu kamar yang paling besar.

"Tunggu, lo umur berapa? Kita harus menghormati yang lebih tua dong. Jangan langsung milih kamar sendiri, meskipun lo yang bayar sewa," seru Chani dari belakang.

Stefan mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kamar itu, dia lalu pindah ke kamar yang lebih kecil. Stefan lalu tersenyum lebar.

"Sepertinya gue berhasil membaur dengan mereka. Mereka pasti gak tahu kalo gue berasal dari keluarga konglomerat," batinnya.

Sementara itu Chani dan Eka yang berada di belakangnya mulai berghibah tentang Stefan.

"Kayaknya dia orang kaya deh bang. Lihat aja baju yang dia pakai, kayaknya itu merk mahal. Dia juga langsung bayarin kita uang sewa bulanan. Dan pas gue lihat dompetnya, beuh.... penuh duit bang, bukan bon utang kaya lo," bisik Chani.

"Begitu ya? Terus kenapa dia kabur dari rumah?" Ekspresi Eka berubah menjadi sok bijak.

"Kenapa lagi? Udah pasti karena dia dijodohin sama keluarganya, tapi dianya gak mau. Begitu yang sering gue lihat di TV bang."

"Hmm, bener juga. Tapi meskipun begitu, kayaknya dia orang baik deh. Jadi kita harus support dia. Kebanyakan orang kaya kan gak punya temen Ncub."

Stefan tiba-tiba keluar dari kamar membuat Chani dan Eka langsung berhenti membicarakannya.

"Oh iya, gue belum ngenalin diri gue. Salam kenal, nama gue Stefan Jaelani. Dan gue baru aja lulus SMA," sapa Stefan dengan sopan.

"Ternyata baru lulus sekolah bang, berarti bukan karena dijodohin. Tapi pasti karena dia sering bikin ulah semasa sekolahnya," bisik Chani lagi. Eka hanya manggut-manggut mendengar asumsi tanpa bukti dari Chani.

"Kita taruh barang-barang kita dulu di kamar, terus abis itu kita makan bareng. Gue udah bawa IndonesiaMie dari minimarket tempat gue kerja" kata Eka dengan bangga.

Mereka bertiga lalu berkumpul bersama di meja makan. Hanya dengan sepanci IndonesiaMie, keakraban mulai terbangun di antara mereka. Mendengar kelakar dari Chani, dan menertawakan hal murahan seperti

"Siapa penyanyi luar negeri yang susah nelen?" tanya Chani.

"Siapa tuh?" tanya Stefan balik.

"Ed Sered," jawab Chani diikuti tawa kedua temannya.

"Huahahahahahaha."

Hal menyenangkan seperti ini sungguh kali pertama bagi Stefan, dan dia sangat menyukainya.

Sementara itu situasi yang berbeda terjadi di rumah orangtua ketiga pemuda itu. Keluarga mereka mulai menemukan surat pamit dari masing-masing anaknya.

Rumah Chani.

"Ibu, maaf kalau Chani tiba-tiba pergi dari rumah. Chani mau nyari tahu apa yang terbaik buat Chani bu. Jadi tolong hargai keputusan anakmu ini. Suatu saat Chani akan kembali, jadi tolong jangan hapus nama Chani dari Kartu Keluarga. Pleaseeeeee." Tertanda putramu yang ganteng.

Jasmine juga ikut membaca surat itu.

"Apa aku bilang aja sama bang Chani kalah namanya bakalan dihapus dari KK dan bang Chani gak bakalan dapet warisan dari kakek?" tanya Jasmine.

"Gak usah. Biarin aja, entar juga pulang sendiri," jawab ibunya dengan santai.

Berbeda dengan keadaan di rumah Eka. Ayah dan ibunya sudah ribut-ribut semenjak tahu Eka pergi dari rumah.

"Gimana nih? Kalau Eka pergi berarti jatah kita berkurang dong," keluh ibu Eka.

"Udahlah, biarin aja. Toh dia bukan anak kandung kita," jawab suaminya. Dia sama sekali tidak peduli dengan Eka yang telah pergi dari rumah itu. Padahal dia satu-satunya sumber penghasilan mereka.

Sementara itu di rumah Stefan, ibunya tak henti-hentinya menangis setelah tahu anak kesayangannya kabur dari rumah. Dia terus menyalahkan suaminya karena hal ini.

"Gimana kalo sampai terjadi sesuatu yang buruk sama Stefan kita?" tangis ibu Stefan.

"Gak akan terjadi apa-apa. Dia pergi bawa banyak uang cash. Pinter juga anak itu. Udah, kamu gak usah khawatir sama Stefan. Aku bakalan nyuruh orang buat ngawasin semua gerak-gerik dan pergaulan Stefan. Untuk sementara, biarin aja dia ngelakuin apa yang dia pengen di luar sana."