"Sial!" Luna langsung merosot dan menyembunyikan diri di bawah meja kantin.
Andra yang terkejut pun kontan berdiri, tapi dengan cepat kembali duduk. Ia menghela napas panjang dan mulai melepas jaket abu-abu yang ia kenakan. Dengan santai ia menarik tangan Luna agar duduk di bangku sebelahnya, tetapi Luna hanya menatapnya dari bawah dan menggeleng. Raut wajah Luna benar-benar terlihat tertekan dan tak mau bertemu dengan kakak-kakaknya tersebut.
"Nggak apa-apa, lo duduk sini aja." Andra menepuk bangku di sampingnya yang kosong. "Ntar gue tutupin."
Luna hanya diam dan menatap wajah Andra yang telah mengatakan banyak hal dengan tampang datar. Namun, pada akhirnya Luna mengangguk dan merangkak keluar dengan hati-hati. Andra yang melihat Ezra dan Reza yang masih celingukan mencari keberadaan sang adik, pun memberi kode pada Luna untuk cepat duduk di sampingnya karena kakak-kakaknya sedang tak melihat ke arahnya.
Dengan cepat Luna duduk dan menunduk sembari mengangkat majalah di depan wajah. Andra menarik majalah tersebut dan memasangkan jaketnya pada punggung Luna.
"Kalo lo nutupin wajah kayak gitu, ntar malah kelihatan kalo lo sedang sembunyi," ujar Andra seraya memasangkan hoodie jaket pada kepala Luna yang tertutup beanie. "Pake jaket gue dan pura-pura main hape aja. Sambil nunduk main hape, lo nggak bakal keliatan sembunyi," lanjutnya dengan mulai menerima nasi goreng pesanannya yang telah sampai.
Luna hanya diam mengangguk, lantas ia memakai jaket dengan benar dan langsung berpura-pura memainkan ponselnya. Tak lama setelahnya, Ezra dan Reza berjalan melewati bangku tersebut dan langsung menyerah tak menemukan sang adik. Kedua kakak-beradik kembar tersebut pun keluar dari kantin dan pergi mencari Luna di tempat lain.
Gadis yang kini mengenakan jaket abu-abu itu pun mendongak dan mulai bernapas lega. "Thank's, ya," ujarnya sembari menghadap ke Andra.
Andra terlihat tak peduli dan terus memakan nasi gorengnya dengan lahap. Melihat ia diabaikan, Luna menghela napas dan langsung menyender pada punggung kursi. Ponsel di tangannya berdenting dan ia langsung membuka notifikasi yang baru saja masuk tersebut.
Grup kelas yang tanpa Andra di dalamnya pun mulai riuh. Luna mengernyit melihat isi grup chat tersebut. Anak-anak yang berada di kelas tengah membicarakan para anggota OSIS. Katanya, beberapa anggota OSIS telah masuk ke kelas dan melakukan sosialisasi sebentar. Para OSIS akan kembali di jam selanjutnya setelah istirahat.
Andra masih dengan kesibukannya memakan nasi goreng, sementara Luna mulai ikut riuh di grup chat kelas tersebut.
Gadis berponi itu bertanya untuk apa para OSIS ke kelas, dan satu dari kawan-kawan kelasnya menjawab bahwa mereka datang untuk merekrut anggota baru untuk OSIS. Jabatan pengurus lama akan segera lengser, karena kelas 12 sudah akan sibuk dengan segala urusan mengenai ujian-ujian. Maka dari itu, mereka mulai berpencar dan mencari anggota OSIS baru yang layak untuk direkrut.
Luna kembali bertanya ke grup, apa sudah ada calon kandidat baru dari kelas mereka. Lantas anak-anak kelas dalam grup tersebut kompak menjawab belum ada. Dengan senyum liciknya, Luna menatap Andra yang masih tak mengerti ributnya orang-orang di grup kelas. Tentu saja, karena Andra tak ada di dalamnya.
Jari-jari Luna yang lentik mulai mengetikkan pesan ke dalam grup dengan sangat lincah. Gadis itu dengan usilnya, menyarankan agar nama Andra dikandidatkan sebagai calon anggota OSIS yang baru tahun ini.
Grup kembali riuh, para penghuninya mulai berkomentar. Sebagian besar setuju dengan usulan tersebut, mengingat Andra yang mereka tahu adalah anak yang dengan inisiatifnya sendiri mengusulkan diri sebagai ketua kelas. Oleh sebab itu, banyak yang setuju dengan usulan yang Luna layangkan. Namun, tetap saja ada yang tak suka dan tak mau kalau Andra yang dikandidatkan sebagai calon anggota OSIS yang baru. Alasannya karena Andra tampak rusuh, bahkan sampai ribut dengan anak-anak di grup.
Melihat isi grup yang mulai tak terlalu kondusif, Luna pun berdecak dan semakin mengernyitkan keningnya dalam-dalam.
"Ngapa lo?" Andra yang melihat ekspresi aneh Luna, pun mulai bersuara. "Dari tadi sibuk bener sama hape? Kakak-kakak lo yang stres dah pergi dari tadi," lanjutnya terlihat kesal.
Luna mendongak menatap Andra dengan wajah datar dan menggeleng. Dengan tak pedulinya, Andra berpaling dan menggeleng, menganggap gadis di sampingnya aneh. Seketika ia melanjutkan kembali makannya yang masih belum selesai.
'Harus banget, ya, mermasalahin hal yang udah lewat?' batin Luna, kesal pada anak-anak grup yang mengungkit sikap Andra saat pertama kali ditunjuk sebagai ketua kelas, juga saat mencopot lencana admin di grup sebelumnya. 'Pokoknya dia harus jadi OSIS, nggak mau tau.'
Sangat gesit jari-jari Luna dalam mengetik balasan di grup kelas. Ia mengatakan bahwa Andra cukuplah pantas untuk menjadi anggota OSIS, dan Luna pun berkata bahwa Andra adalah adik dari ketua OSIS sebelumnya, Bima. Lagi-lagi grup mulai riuh dan banyak dari mereka yang tak percaya. Mengingat sikap Andra yang sangat berbanding terbalik dengan pesona ketua OSIS sebelumnya, bahkan visualnya pun sangat berbeda. Ketua OSIS sebelumnya memiliki kulit yang berwarna sawo matang, sementara Andra lebih putih dari kulit Bima. Bahkan secara bentuk wajah pun tak bisa dibilang sama juga, Karena wajah Andra sedikit lebih oval dibandingkan Bima.
Berkali-kali banyak yang mengatakan bahwa mereka tak percaya kalau Andra adalah adik dari Bima, tetapi Luna tampak tak henti-hentinya meyakinkan mereka bahwa hal itu benar adanya. Hingga pada akhirnya mereka pun percaya setelah Luna berkata, kalau anak yang ketua panitia tarik di hari pertama orientasi adalah Andra, dan itu terjadi karena memang sang ketua tak mau adiknya berulah yang macam-macam.
Ponsel Andra berdenting. Berkali-kali notifikasi mulai masuk secara bertubi-tubi, hingga anak berkulit putih tersebut mulai terusik. Dengan geram ia melahap sesuap nasi gorengnya yang terakhir, dan mulai mengambil ponsel di saku. Dibukanya ponsel tersebut dan melihat isi pesan-pesan yang masuk. Alisnya saling bertautan melihat pertanyaan yang hampir sama di semua pesannya. Hanya menanyakan soal ia yang merupakan adik dari ketua OSIS sebelumnya. Satu pesan ia buka dan langsung dibalasnya.
"Tahu dari mana?" ujar Andra sembari mengetik pesan balasan. 'Yang tau, kan, cuma bang Angga sama kak Laras.'
Tak lama kemudian, sebuah balasan langsung masuk ke dalam ponsel Andra. Dengan cepat ia membuka ponselnya dan melihat balasan tersebut. Rupanya kawannya berkata bahwa ia tahu dari grup kelas. Kontan saja tanpa menjawab pesan dari kawannya, Andra langsung mencari grup kelasnya. Setelah ketemu grup chat tersebut, yang ia jumpai justru hanya grup yang lengang. Tak ada satu orang pun yang mengirim pesan ke dalamnya, tapi kawannya tadi berkata ia tahu dari grup kelas?
Lantas Andra mengirim balasan pada temannya, grup kelas mana yang ia maksudkan. Tak lama ia kembali mendapat balasan. Temannya mengatakan bahwa ia takt ahu kalau ada dua grup chat wasap di kelasnya, dan salah satu dari grupnya merupakan grup tanpa Andra di dalamnya.
"Gila, ya?!" Andra membentak angin dan langsung menoleh ke samping dengan cepat. "Lo tau ini ka-" Ucapannya terhenti ketika mendapati bangku di sampingnya telah lengang tak berpenghuni.
Anak laki-laki berkulit putih itu mulai celingukan mencari keberadaan Luna yang mendadak hilang dari sampingnya. Tak lama ia mendapati Luna yang tengah belari menuju pintu kantin.
"Woy, Cebol! Jangan lari, Lo!" teriak Andra dengan mulai berdiri, membuat beberapa orang di kantin mulai memperhatikannya.
Dengan cepat Andra menyeleseaikan makannya dan langsung berdiri, ia membayar makanannya dan langsung pergi mencari keberadaan gadis yang masih mengenakan jaketnya itu. Tak mau berpikir panjang lagi, Andra langsung memvonis bahwa Luna lah pelaku grup kelas baru yang tak ada dia di dalamnya. Bahkan ia juga merasa yakin kalau Luna lah yang mengadu bahwa ia adalah adik dari ketua OSIS.
"Nggak akan gue biarin lo kabur dari gue," gumam Andra, berhenti setelah keluar dari kantin dan tak melihat Luna di segala penjuru. "Lari ke mana tuh anak? Cepet amat."
*****
Lamongan,
Sabtu, 09 Oktober 2021