Chapter 11 - Too

Dalam jalinan suatu hubungan, baik itu persahabatan, percintaan, atau bahkan pernikahan, pasti akan selalu datang yang namanya permasalahan. Dan biasanya permasalahan itu muncul karena adanya sebuah ke-salah pahaman. Oleh karena itu jangan berhenti di tengah jalan, dan jangan menyerah, hanya karena sebuah kesalah-pahaman. Selesaikan.

Tetap melangkah, dan mencari jalan keluar. Menghadapi dengan kepala dingin adalah cara yang terbaik. Karena setiap masalah selalu datang berbarengan dengan solusinya. Karena nantinya masalah itu, yang justru akan semakin menghangatkan suatu hubungan.

Begitupun dengan Redo dan Yohan. Belum lama mengikat hubungan dengan kata cinta, namun salah paham dan masalah sudah datang, menghampiri.

Entah mengapa, otak dan fikiran Redo saat itu langsung tertuju pada Ozan, saat mengetahui Yohan belum sampai di Rumahnya. Selain itu Redo mengingat jika Ozan, secara tiba-tiba membatalkan niatnya__yang bermain futsal.

Untuk itu setelah berpamitan pada ibu Eha, Redo melajukan motor ninja-nya dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, akhirnya Redo sudah sampai di rumah Ozan. Redo langsung berjalan cepat setelah Ia memarkirkan motor di halaman rumah yang terlihat mewah itu.

"OZAN!" teriak Redo, saat sudah berada di depan pintu.

"ZAN...! OZAN," teriak Redo kembali, sambil menggedor-gedor pintu.

"OZAN!" Amarah Redo memuncak, suaranya semakin lantang terdengar. Dadanya terlihat naik turun lantaran napasnya yang memburu. "OZAN BUKA PINTUNYA, BRENGSEK!"

Tidak lama kemudian, pintu yang digedor oleh Redo dibuka oleh seseorang dari dalam.

"Mana Yohan?" Umpat Redo dengan memasang raut wajah penuh emosi__saat melihat Ozan sudah berdiri di depan pintunya.

"Kamu nggak sopan!" Tegas Ozan, ia juga kesal, dengan perbuatan Redo yang menurutnya tidak punya etika berkunjung di rumah orang.

"Nggak penting, mana Yohan?"

Belum sempat Ozan menjawab pertanyaan Redo__Redo sudah melihat Yohan muncul dari balik tubuh Ozan. Wajah Yohan datar, ia terlihat sangat malas meliahat Redo.

"Yoh..." panggil Redo, wajahnya masih di selimuti rasa emosi. "Ngapain kamu di sini?"

"Kamu yang ngapain di sini?" Balas Yohan membalikkan pertanyaan Redo. Sorot matanya menatap sinis ke arah Redo. "Bukanya_" Yohan menggantungkan kalimatnya__ia menyadari jika sedang ada Ozan. Yohan khawatir nantinya Ozan akan curiga jika ia melanjutkan ucapannya__soal Redo yang akan mengantar dan main ke rumah Ema.

"-kamu pulang aja!" Ketus Yohan, "aku mau pulang sama Ozan."

Mendengar keputusan Yohan, terlihat manik mata Ozan melirik ke arah Redo. Ia menarik ujung bibirnya, tersenyum sinis penuh kemenangan.

Berbeda dengan Redo, ia malah semakin meradang saat mendengar apa yang dikatakan sama Yohan barusan. Redo yang dasarnya mempunyai watak keras, tentu saja ia tidak akan membiarkan kekasihnya diantar pulang sama Ozan. Tanpa berkata apapun, Redo meraih pergelangan Yohan, menyeretnya hingga Yohan terhuyung__maju beberapa langkah.

Meski tubuh Redo dan Yohan sama besar, namun tenaga Redo jauh lebih kuat, lalu dipadukan emosi yang memuncak__sehingga Yohan dapat dengan mudah tertarik hingga melewati pintu.

Ozan hanya terdiam, ia berdiri mematung, sambil melihat adegan saling tarik yang terjadi antara Redo dan Yohan. Keningnya berkerut menatap heran pada tingkah aneh dua remaja yang sama-sama ganteng itu.

"LEPAS...!" teriak Yohan sambil mengibaskan telapak tangan Redo yang masih mencekalnya.

Namun Redo masih tetap menyeret paksa tubuh Yohan. Ia baru melepaskan cekalannya saat mereka sudah sampai di dekat motor.

Setelah melepaskan pergelangan Yohan, Redo naik ke atas motornya, lalu menghidupkan mesinnya.

"Naik," titah Redo degan nada ketus.

Sementara Yohan masih tetap berdiri mematung sambil memegang pergelangan tangannya yang sedikit sakit akibat cekalan Redo yang terlalu kuat. Mulutnya memicing, sorot matanya menatap penuh amarah ke arah Redo.

"Buruan naik!" Titah Redo kembali.

"Nggak, aku mau pulang sendiri!" Tegas Yohan.

"Naik!"

Yohan masih diam, justru ia memalingkan wajahnya, tidak mau menatap Redo.

Melihat Yohan yang masih diam, emosi Redo semakin memuncak, kemudian meng-geber-ngeberkan motornya berulang-ulang.

Tapi akhirnya lantaran merasa tidak nyaman dengan aksi Redo yang terus meng-geber motornya, dengan berat hati Yohan manjat ke atas motor, duduk di belakang Redo.

Tidak lama setelah itu, Redo menarik gas, melajukan ninja-nya, dengan kecapatan tinggi.

"Hehh," Ozan mendesis menyaksikan dua remaja yang sudah berlalu dari halaman rumahnya. "Belum saatnya, liat aja entar." Gumam Ozan, kemudian ia menutup pintu, saat Redo dan Yohan sudah tidak terlihat lagi oleh matanya.

***

Perbedaan hubungan Redo dan Yohan, sebelum dan sesudah menjadi sepasang kekasih adalah; sebagai sahabat mereka berdua hampir tidak pernah ribut atau bertengkar dengan menunjukan wajah marah, semarah-marahnya.

Sebagai sahabat, tentunya mereka bisa membatasi dan menahan amarahnya ketika sedang ada masalah. Keduanya hanya saling menasehati, berbicara seadaanya untuk menyelesaikan setiap permasalahan mereka.

Namun kini mereka sudah menjadi sepasang kekasih, Redo merasa Yohan adalah miliknya, dan juga sebaliknya. Keduanya sudah merasanya nyaman, dan merasakan bahawa mereka sudah menjadi bagian dari hidup mereka. Mereka merasa sudah tidak ada batasan lagi__untuk meluapkan emosi mereka.

Karena biasanya, marah yang benar-benar marah hanya akan kita tunjukan pada orang yang sudah kita anggap nyaman. Pada orang yang memang benar-benar kita sayangi dan kita pedulikan. Berbeda jika dengan orang yang belum kita anggap siapa-siapa. Kita tidak akan meluapkan segala emosi karena kita merasa tidak ada hak untuk itu.

"KAMU KALO MAU MATI JANGAN BAWA-BAWA ORANG...!" umpat Yohan setelah ia turun dari motor. Selama perjalanan dari rumah Ozan, hingga sampai di rumah Yohan, Redo memang terlalu kencang membawa motornya. Seperti orang kesetanan. Karena masih dalam mode marah, sehingga Yohan merasa enggan untuk memeluk pinggang Redo__seperti biasanya. Hal itu membuat Yohan ketakutan sepanjang perjalanan.

Tanpa mempersilahkan Redo untuk mampir, Yohan berjalan cepat menuju ke rumahnya.

Sementara Redo langsung turun dari motornya, meskipun tidak diajak mampir, tapi ia tetap mengejar Yohan. Redo butuh penjelasan__mengapa Yohan bisa pulang bersama Ozan.

"Kamu baru pulang Yoh?" tanya Ibu Eha, saat ia melihat putranya baru saja masuk di ruang tamu.

Lantaran masih kesal, Yohan sama sekali tidak menghiraukan ibunya. Wajahnya masih ditekuk, ia berjalan cepat naik ke atas tangga untuk masuk ke dalam kamarnya.

Ibu Eha mengerutkan kening, menatap heran__punggung anaknya yang sedang berjalan melewati anak tangga. Kemudian ia menoleh ke arah pintu, melihat Redo yang baru saja memasuki rumahnya.

"Ah, Redo," sapa ibu Eha sambil berjalan mendekati Redo. "Yohan teh kenapa?"

"Nggak tau ma," Jawab Redo, ia langsung mengubah ekspresi wajahnya-dari-marah-menjadi biasa saja.

"Kalian berantem?" Heran ibu Eha.

"E-enggak kok ma," jawab Redo, ia sedikit gugup.

"Trus kenapa Yohan? Kok mukanya kayak ditekuk gitu. Bener kalian nggak berantem?" Selidik ibu Eha. "Apa kalian berantem gara-gara cewek?"

"B-bukan ma," serga Redo.

"Kalian udah lama temenan, jangan sampe cuma gara-gara cewek kalian jadi ribut."

"Iya ma," lantaran tidak ingin terus diinterogasi, Redo berjalan cepat menuju kamar Yohan, seraya berkata. "Kalo gitu Redo ke kamar Yohan."

Ibu Eha hanya mengangguk, sambil menatap heran Redo yang sedang berjalan cepat melewati anak tangga. "Dasar anak-anak, cuma gara-gara cewek aja harus berantem." Gumam ibu Eha.

***

Redo melempar tas ke atas ranjang milik Yohan__setelah ia sudah berada di dalam kamar. Ia menjatuhkan pantatnya di tepi ranjang, di dekat Yohan yang sedang menyandarkan duduk__punggungnya di kepala dipan.

Keduanya sama-sama memasang wajah emosi, saat pandangan mereka bertemu.

"Ngapain ke sini?" Ketus Yohan.

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Redo hembuskan secara perlahan. Ia terdiam, menatap lekat-lekat wajah Yohan yang masih dalam mode sinis. Redo berusaha untuk tenang, ia ingin segera menyelesaikan masalah. Kalau masih sama-sama marah, maka masalah akan semakin runyam.

"Yoh..." lirih Redo, sorot matanya teduh menatap Yohan. "Kan aku udah bilang sama kamu, aku nggak suka kamu deket-deket sama Ozan."

Kata-kata Redo membuat Yohan mendesis kesal, egois banget Redo. Pikir Yohan. "Kamu ngelarang aku pulang sama Ozan, tapi kamu sendiri nganter Ema pulang. Maksudnya apa?"

Kata-kata Yohan membuat Redo mengerutkan kening, "apa? Nganter Ema pulang?"

"Nggak usah belagak begok, lagian kamu sendiri yang nyuruh aku pulang bareng Ozan."

"Maksudnya apa sih?" Redo semakin heran dengan tuduhan Yohan. Ia terdiam sambil berpikir, sepertinya memang sedang terjadi salah paham. "Jangan becanda Yoh, aku nggak mungkin nyuruh kamu pulang sama Ozan. Aku juga nggak nganter Ema pulang."

Terlihat Yohan mengambil HP yang ia simpan di saku seragamnya. Setelah membuka menu pesan, Yohan melempar HP miliknya di atas paha Redo. "Tuh, baca. Kamu nggak amnesia kan?" Ucap Yohan ketus.

"Hah?" Wajah Redo berkerut, ia terkejut setelah membaca pesan di layar HP Yohan. Pesan itu memang benar dari nomornya, tapi ia sangat yakin kalau ia tidak pernah merasa mengirim pesan tersebut.

"Masih mau ngelak?" Ketus Yohan saat ia melihat gelagat bingung di wajah Redo.

"I-ini," gugup Redo, ia menatap Yohan sekilas, lalu menatap kembali layar HP milik Yohan. "Ini bukan aku yang ngirim."

Pengakuan Redo membuat Yohan mendesis. Ia tersenyum miring, senyum yang mengejek. "Mau mungkir, udah jelas juga," ketus Yohan sambil merampas paksa HPnya dari tangan Redo.

"Yoh... aku berani sumpah, itu pesan bukan aku yang tulis. Kalo kamu nggak percaya, aku anter kamu sekarang ketemu sama Ema." Tegas Redo, ia semakin yakin__semua cuma salah paham. Ozan dan Ema dibalik semua ini.

"Kok Ema? Itu nomor kamu." Tanya Yohan.

"Yoh bener, ini cuma salah paham, aku sayang sama kamu, jadi mana mungkin aku ngirim pesan kayak gitu." Jelas Redo.

"Trus kalo bukan kamu siapa?"

"Tadi Ema pinjem hapeku, aku yakin banget itu pasti Ema kerjasama sama Ozan. Biar kamu yakin, kita ketemu Ema sekarang."

Kening Yohan berkerut mendengar penjelasan Redo barusan. Ia terdiam sambil memikirkan kata-kata Redo. "Serius bukan kamu yang kirim?" Selidik Yohan.

Menarik napas dalam-dalam lalu Redo hembuskan secara perlahan. Ia memasang wajah serius untuk meyakinkan Yohan. "Aku nggak mau jawab, tapi aku mau buktiin. Sekarang kita ke rumah Ema."

Yohan masih terdiam, ia menatap wajah Redo yang sangat yakin dengan ucapannya barusan. Sepertinya Redo benar, kalau enggak mana mungkin ia berani mengajaknya untuk bertemu sama Ema.

"Aku sayang sama kamu Yoh, percaya sama aku." Ucap Redo tulus, kemudian ia meraih telapak tangan Yohan lalu meremasnya. "Kita cari Ema sekarang."

"Nggak perlu," sikap serius Redo sukses membuat Yohan percaya dengan semua kata-katanya. "Aku percaya sama kamu."

Akhirnya, Redo bisa bernapas dengan lega. "Kamu beneran kan percaya sama aku?"

Yohan mengguk seraya berkata, "iya."

"Haaah, syukur deh..." Redo menghamburkan tubuhnya, memeluk erat Yohan, ia merasa sangat bahagia. "I love you Yoh...." ucap Redo, kemudian ia melepaskan pelukannya, menatap wajah Yohan sambil tersenyum nyengir. "I love you..." ucap Redo kembali.

"Too..." balas Yohan, ia juga tersenyum nyengir.

Beberapa saat kemudian keduanya saling mendekatkan wajah masing-masing. Manik mata mereka saling menatap bibir masing-masing__yang semakin mendekat. Hingga akhirnya cup... bibir keduanya saling bersentuhan.

Redo dan Yohan memejamkan mata, meresapi dan menikmati ciuman saling lumat yang tengah mereka lakukan. Mereka terbuai dalam nikmatnya berciuman sampai melupakan pintu kamar yang masih terbuka.

Sementara Yohan hatinya sudah merasa tenang, dan mencoba menempelkan bibirnya pada bibir Redo "Too" ucap Yohan dan kemudian mendaratkan bibirnya dan akhrinya mereka saling berciuman.

***

Di ruang berbeda, di Ruang keluarga, terlihat ibu Eha tengah asik menonton televisi. Namun Ia merasa terganggu dengan suara HP-nya yang berdering. Ibu Eha meraih HP itu di atas meja, dan melihat di layar HPnya tertera.

Jeng Karina

Memanggil .....

Ibu Eha menerbitkan senyum sebelum akhirnya ia menjawab panggilan dari sahabatnya.

"Ya jeng..."

Terdengar dari seberang sana menjawab ibu karina menjawab.

"Ya jeng, Redo kok belum pulang ya?, apa ada di situ?"

"Iya dia ada, masih di kamar bersama Yohan."

"Oh syukurlah, ohiya tapi jeng bisa saya minta tolong!"

"Bisa, ada apa? Soal apa jeng? Apa soal tas yang pingin kamu beli?"

"Ah bukan! Ini soal anak-anak kita."

"Anak kita? Maksud kamu Yohan dan Redo?"

"Iya siapa lagi? Cuma mereka anak-anak kita."

"Emangnya kenapa mereka?"

"Entahlah jeng, semoga ini hanya aku saja yang terlalu paranoid, tapi bisa kan kamu mengawasin mereka?"

"Aku nggak mengerti jeng."

"Nanti aku jelasin, tolong liat mereka sedang apa sekarang! Tapi hati-hati jangan sampai mereka tau, kamu mengwasin mereka."

"Akh jeng, kamu bikin aku takut."

"Sudahlah tolong, nanti aku jelaskan di butik langgan kita, sekarang jangan banyak tanya dulu."

"Ada apa sih?"

"Sudah jeng tolong lakukan! Aku tunggu kabarnya."

Tuuut...tuuu.....tuuut

"Halo jeng!"

Setelah sambungan telfon di tutup oleh ibunya Redo. Lalu wanita yang gemar mengkoleksi tas mahal itu semakin penasaran. Secara perlahan, ibu Eha berjalan dengan anggun menaiki anak tangga, untuk menjuju kamar anaknya.