Senyum simpul terbit dari bibir merah ibu Eha, saat bola matanya melihat dari pintu kamar Yohan__yang sedikit terbuka__lantaran Redo belum sempat menutup rapat pintu itu, saat ia masuk ke dalam kamar Yohan.
Dari pintu yang sedikit terbuka itu, Ibu Eha melihat Redo yang masih mengenakan seragam sekolah, sedang tidur tengkurap sambil bermain HP.
Sedangkan Yohan yang__juga belum sempat mengganti seragamnya, juga tengah asik bermain HP, sambil tiduran menggunakan punggung Redo sebagai bantalan.
"Akh... Manis sekali mereka, dasar anak-anak baru bertengkar sudah baikan lagi." gumam Ibu Eha.
Setelah mengintip Redo dan Yohan, ibu Eha berjalan kembali meninggalkan pintu kamar Yohan. Ia akan melanjutkan nonton yang sempat terganggu oleh ibu Karina. "Semoga saja, persahabatan mereka tetep terjalin sampai mereka punya anak dan istri." Ibu Eha kembali bergumam ditengah perjalanannya.
Hubungan antara Yohan dan Redo tumbuh dari hati. Kasih sayang yang dirasakan mereka berdua benar-benar tulus. Meski belum pernah melakukan hubungan seks yang nyata. Namun mereka menikmati perasaan mereka. Untuk saat ini, bisa selalu berdekatan dan saling menjaga perasaan, itu sudah membuat keduanya senang. Walaupun hanya baru__berciuman dan berpelukan, itu sudah cukup membuat mereka tahu, jika mereka benar-benar saling menyayangi dan mencintai.
Antara Redo dan Yohan, merasa tidak perlu mengotori hubungan tulus mereka, dengan melakukan hubungan di luar batas. Selain itu sebagai laki-laki yang baru merasakan perasaan semacam itu. Keduanya masih belum mengerti__atau lebih tepatnya belum berani melakukan hal__yang menurut mereka tidak perlu mereka lakukan.
Menurut Redo dan Yohan. Kasih sayang tulus, tidak harus di wujudkan dengan nafsu seks, atau__mengejar kenikmatan yang hanya sesaat, saja.
***
Ema meluruskan rok bagian belakang dengan kedua telapak tangannya, lalu Ia mendudukan bokonganya di kursi kantin. Di samping Ozan yang sedang asik menikmati bakso.
"Zan, aku jadi takut ni ketemu sama Redo," keluh Ema dengan raut wajah yang gelisah.
"Kamu tenang aja, Redo enggak akan apa-apain kamu," ujar Ozan. Kemudian ia menyeruput ES teh mains__menyudahi makan baksonya. "Kalo dia bahas soal itu, sama aja dia membuka rahasianya sama Yohan."
"Maksudnya, Yohan ama Redo beneran_?"
"Psst...!" Serga Ozan, ia menutup mulutnya sendiri menggunakan telunjuknya__isyarat supaya Ema tidak melanjutkan ucapannya. Ozan menebarkan pandangannya disekitar kantin, mengawasi kalau-kalau ada yang mendengar percakapan mereka. "Aku belum yakin, soalnya belum ada bukti, tapi liat aja nanti."
"Kalo gitu, kamu harus bantu aku lagi buat deketin sih Redo," ucap Ema memohon.
"Itu pasti," tegas Ozan "tapi kamu juga harus bantu saya dapetin Yohan."
"WHAT?!" Ema berteriak lantaran terkejut mendengar permintaan Ozan. Ingin dapetin Yohan? Nggak salah. "Kamu? Suka juga ama Yohan? Kamu gay?" Cecer Ema, keningnya berkerut mengamati wajah Ozan.
"Bukan, ada yang mau nawar Yohan. Bayarannya gede." Jelas Ozan mengklarifikasi tuduhan Ema__walaupun sebenarnya ia juga menginginkan Yohan, tapi ia tidak mungkin berterus terang sama Ema.
"Ouh..." ucap Ema sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Bener-bener ya, licik."
Ozan hanya tersenyum nyengir, kemudian ia mendesis.
Beberapa saat kemudian, terlihat Ema menebarkan pandangannya di sekitar kantin. Ia merapatkan duduknya ke tubuh Ozan, mendekatkan mulutnya, lalu berbisik. "Zan... bokek ni."
"Huh dasar," cibir Ozan.
"Kamu taukan? sejak bisinis ayahku bangkrut, aku harus cari duit sendiri buat nyukupin gaya gidup aku." Keluh Ema sambil memlintir-mlintir ujung rambutnya menggunakan jari. "Aku juga nggak mau keliatan misikin di depan temen-temen."
"Oke... nanti aku kirim alamt hotelnya," ucap Ozan berbisik. Kemudian Ozan merogoh sesuatu di kantung seragamnya, setelah menemukan benda yang ia cari, Ozan meletakan benda itu di telapak tangan Ema. "Pakai ini, kamu jangan bego, kalo sampai hamil, aku enggak akan bantu kamu, nyari siapa laki-laki yang udah buntingin kamu."
Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Ema hembuskan secara perlahan. Ia merunduk mengamati alat kontrasepsi yang baru saja dikasih sama Ozan. Pipinya mengembung, dan mulutnya meniup rambut poninya.
Meletakan kondom di saku seragamnya, kemudian Ema berdiri dari duduk__berniat pergi meninggalkan Ozan.
"Tunggu," tahan Ozan sambil menarik pergelangan Ema.
"Apa lagi?" Tanya Ema.
"Sebelum ngelayani om-om gimana kalo kamu ngelayani aku dulu?" Goda Ozan sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Dasar... Germo... ogah!" Tolak Ema sambil mengibaskan tangan Ozan yang mencekalnya__hingga terlepas.
"Dasar pelacur, sok jual mahal." Cibir Ozan.
Mendengar itu, Ema membungkukkan badan, mendekatkan mulutnya di telinga Ozan, kemudian ia berbisik. "Kalo Redo udah jadi pacarku, aku enggak akan mau lagi." Tegas Ema, kemudian ia berlalu meninggalkan Ozan yang sedang tersenyum nyengir ke arahnya.
"Hehh..." Ozan mendsis. "Tetep aja pelacur."
***
Bell tanda pulang sudah terdengar sangat nyaring, guru mapel sudah berlalu meninggalkan kelas. Hanya ada beberapa siswa dan siswi, yang masih berada di ruangan untuk merapikan peralatan belajar mereka. Begitu juga dengan Redo dan Yohan, mereka masih duduk di bangku__sambil merapihkan buku-buku.
"Yoh," panggil Redo__yang dipanggil langsung menengok ke arahnya. "Kamu mau nungguin aku main futsal kan?"
"Ogah," tolak Yohan.
"Kok, gitu?" perotes Redo.
Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Yohan hembuskan secara perlahan. "Males Do, lama."
Redo menarik ujung bibirnya, sambil membuang napas berat, "emang kamu nggak mau kasih semangat buat aku?" Ucap Redo sambil meletakan dagunya di pundak Yohan.
"Kasih semangatnya dari jauh aja ya?" Kata Yohan, manik matanya menatap intens wajah Redo yang masih nyaman menopang di pundaknya.
Dengan wajah yang malas, Redo menjauhkan dagunya dari pundak Yohan. "Tapi Ema nonton terus lho... emang kamu enggak takut kalo aku pulang bareng dia?" Goda Redo. Maksudnya supaya Yohan khawatir trus mau menunggunya bermain basket.
Tapi sayang, kenyataan tidak sesuai dengan yang dibayangkan oleh Redo, yang ada kini, Yohan malah menantang Redo. "Ouh, boleh. Terserah yang penting kamu terima konsekwensinya." Ancam Yohan.
"He... he... becanda kok," aku Redo, kemudian ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Yohan, lalu memeluknya erat. "Sorry deh," awalnya ingin membuat Yohan takut, tapi malah ia yang ketakutan sendiri.
"Lepas," ucap Yohan sambil menyingkirkan tangan Redo yang masih memeluknya.
"Nggak," tolak Redo, ia semakin erat memeluk Yohan.
"Lepas Do..., nggak enak diliatin."
"Bodok, mereka nggak akan curiga, mereka taunya kita temen."
Semakin Yohan berusaha melepaskan diri dari pelukan Redo__Redo semakin erat pula memeluk Yohan. Sehingga terjadi kegaduhan di bangku Redo dan Yohan, akibat pergulatan kecil yang tengah mereka lakukan.
"Ikh, kalian akur banget sih?"
Redo baru melepaskan pelukannya__dengan malas, kala telinganya mendengar suara seorang remaja putri menegur mereka. Redo dan Yohan secara bersamaan menoleh ke arah pemilik suara tersbut. Redo memutar bola matanya malas, saat melihat Amel__anak seorang konglomerat, sudah berdiri di samping mereka.
"Eh, Amel," gugup Yohan. "Kita lagi becanda kok."
"Iya, tau. Eh, Yoh temenin ke toko buku Yuk." Ucap Ema sambil memegang pergelangan Yohan.
Yang dipegang melirik ke arah Redo__yang langsung memasang wajah angkuh.
"Kamu kan pinter, soalnya aku mau sekalian tanya-tanya sama kamu." Ujar Amel membujuk Yohan. "Mau Ya?" Mohon Amel sambil menggoyang-goyangkan pergelangan Yohan. "Mau dong."
Tingkah Amel membuat Yohan merasa serba salah. Di satu sisi ia merasa tidak enak lantaran Amel terus saja memohon. Di sisi lain ada lirikan tajam dari mata Redo yang seolah melarang ia mengantarkan Amel ke toko buku. Namu karena Amel tidak berhenti merengek akhirknya Yohan memutuskan.
"I-iya aku antar," putus Yohan dengan gugup dan terpaksa. Tapi tiba-tab "Aaau...!" Yohan mengaduh lantaran Redo dengan sengaja menginjak kakinya.
Dengan wajah marah Redo beranjak dari kursi, dan berlalu meninggalkan Yohan dan juga Amel.
Hal itu membuat Yohan semakin merasa serba salah, Ia takut dengan Redo yang memasang wajah marah saat pergi dari ruang kelas.
"MAAF AMEL, AKU ENGGAK BISA, ANTER. AKU ADA PERLU...!" Yohan merubah keputusannya. Ia sengaja bersuara dengan nada tinggi, berharap supaya dapat terdengar oleh Redo.
Sementara Redo__yang memang belum jauh dari ruang kelasnya, ia dapat mendengar dengan jelas suara Yohan. Sehingga ia tidak tahan untuk menerbitkan senyum nyengir, lantaran merasa senang dengan keputusan Yohan.
Dengan perasaan lega, Redo melanjutkan perjalanannya menuju ke lapangan futsal. Semntara Yohan akhrinya pulang sendiri, menggunakan transportasi online.