ISTRI TUAN MUDA NIELS BAB 20.
Malam hari di kastil Keandre.
Keandre Niels masih saja sibuk di depan meja kerja di rumahnya sekarang. Walau sudah hampir larut malam, kedua mata pria itu tidak pernah lepas dari layar laptop di hadapannya itu.
Tok tok….
"Keandre, apa kau masih di dalam sana?! Aku akan masuk sekarang!"
Teriakan Calista di luar ruang kerja Keandre. Tanpa mendengar jawaban dari suaminya, Calista Kay langsung masuk ke dalam ruang kerja itu.
"Kau masih sibuk bekerja! Ini sudah larut malam! Kau harus istirahat sekarang!"
Calista yang baru saja masuk, langsung saja memarahi Keandre panjang lebar tanpa henti.
Dengan membawa nampan yang berisi semangkuk sup sepertinya, Calista berjalan mendekati Keandre yang duduk di depan meja kerja di sana.
Brak…!
Calista meletakkan nampan yang ia bawa itu ke atas meja dengan sangat kasar. Itu sedikit membuat Keandre terkejut dibuatnya.
"Cepat hentikan semua pekerjaanmu sekarang! Minum sup ini dan segera pergi tidur setelahnya!" bentak Calista.
Dia begitu memaksa Keandre untuk menghentikan pekerjaannya. Pergi istirahat secepatnya, itulah yang Calista inginkan agar dilakukan suaminya itu.
Tapi sepertinya Keandre tidak menggubris itu semua. Kedua matanya hanya melirik Calista dan kembali lagi menatap ke layar laptop di depannya.
Tidak ada respon ataupun jawaban yang dikatakan Keandre. Dia tidak memperdulikan istrinya yang sedang perhatian padanya itu.
"Hey! Kau tidak mendengarkan aku! Cepat hentikan pekerjaanmu itu, dan pergi istirahat sekarang!" kesal Calista.
Bam…!
Karena kesal, Calista Kay menutup Laptop yang sedari tadi diperhatikan suaminya itu.
"Cepat habiskan sup ini!" Calista menarik laptop itu dari hadapan Keandre dan menyodorkan mangkuk sup yang tadi ia bawa.
"Aku tidak mau!" jawaban penolakan dari Keandre.
Dia tidak ingin menuruti keinginan istrinya itu. Wajahnya sangat serius saat menatap wajah Calista.
"Kau! Bukankah Dokter sudah sering memperingatimu untuk menjaga kondisi tubuhmu sendiri! Kenapa kau keras kepala sekali sekarang?!"
Calista Kay sangat kesal karena Keandre tidak menuruti perkataannya itu. Dia hanya ingin sang suami bisa menjaga kesehatannya dengan baik.
"Jika kau ingin aku meminum sup itu, kau harus menyuapiku," seru Keandre.
Akan dilakukan, tapi Keandre memberikan satu syarat kepada Calista jika sang istri memang ingin agar Keandre meminum sup itu.
"Apa kau itu anak kecil yang harus disuapi saat makan? Jangan bersikap kekanak-kanakan seperti itu."
Sepertinya kesabaran Calista mulai mencapai pada batasnya.
"Eh…!"
Tangan Calista tiba-tiba saja ditarik oleh Keandre. Dan alhasil, Calista langsung jatuh di atas pangkuan suami tampannya itu.
"Suapi aku dengan mulutmu secara langsung, maka aku pasti akan menghabiskan sup itu," ujar Keandre dengan nada menggoda.
Blush….
Pipi Calista langsung memerah merona akibat godaan itu. Keandre dengan mudahnya membuat istri tersayangnya itu tersipu malu di atas pangkuannya.
"Tidak ...! Aku tidak mau melakukannya!"
Dengan gugup, Calista langsung menolak permintaan suaminya itu. Kedua tangannya menutupi bibirnya dengan wajah yang tersipu malu.
"Kenapa? Apa ini pertama kalinya kau menciumku? Kenapa harus malu seperti itu?"
Keandre terus menggoda istrinya tersebut. Semakin Calista tersipu malu, semakin Keandre merasa gemas melihat tingkah laku Calista yang sangat imut itu.
"Apa kau tidak ingin kesehatanku membaik secepat mungkin? Bukankah kau menginginkan aku segera lekas sembuh dan bisa berjalan kembali?"
"Maka kau harus melakukannya. Tidak perlu malu seperti itu," ujar Keandre.
'Apa yang dikatakan Keandre memang benar. Aku harus membuat Keandre sembuh secepatnya agar aku bisa pergi keluar dengan bebas,' pikir Calista.
Pilihan membingungkan yang harus dipilih oleh Calista. Dia sangat malu jika harus menyuapi Keandre dengan mulutnya sendiri. Tapi disisi lain, Calista juga sangat ingin sang suami segera membaik kesehatannya.
"Baiklah…"
Calista akhirnya menyetujui keinginan dari suaminya itu. Walau ragu, tapi Calista harus tetap melakukannya.
Calista mengambil mangkuk sup yang ada di atas meja dan langsung meminum sedikit sup itu.
Hmm…
Gluk…
Dengan perlahan Calista melakukan permintaan manis suaminya itu. Sampai habis satu mangkuk itu, dia benar-benar menyuapi Keandre dengan mulutnya sendiri.
Ha… ha….
Napas Calista menderu-deru. Dia sangat kehabisan napas walau hanya melakukan hal itu.
'Dia rela melakukan ini semua, apa hanya karena ingin bebas keluar dari kastil ini dan pergi meninggalkanku?'
'Jika dia memiliki niat seperti itu, aku tidak akan membiarkannya pergi dariku. Walau sampai kapanpun juga.'
***
Keesokan harinya.
Seperti biasa, dari pagi Calista sudah bangun dari tidurnya dan pergi berolahraga di taman. Kini kegiatan itu, menjadi rutinitasnya setiap hari.
Setelah selesai, pergi sarapan bersama sang suami. Tidak ada yang berubah dalam beberapa hari ini. Itu sebabnya Calista mulai bosan berada terus-menerus di kastil itu.
Walau besar dan mewah, tapi tetap saja akan terasa jenuh jika terlalu lama terkurung. Tidak berbeda dengan burung yang dikurung di dalam sangkar, Calista juga merasakan hal itu semenjak menikah dengan Keandre Niels.
Jreng….
Calista menekan tuts piano dengan kencang, sehingga nada yang keluar tidak sedap didengar oleh telinga.
"Ha…. Aku sangat bosan…."
Suara napas yang berat. Seakan beban hidup semua ia pikul di atas bahunya sendiri.
Saat ditinggal bekerja oleh Keandre sang suami, kegiatan Calista tidak pernah berubah di dalam kastil.
Berkeliling taman, memasak beberapa makanan, ataupun memainkan alat musik yang sudah tersedia lengkap di ruang musik di dalam kastil, itu semua terus berulang kali Calista lakukan selama beberapa hari ini.
"Apa setelah terlahir kembali aku menjadi pengangguran seperti ini? Aku sungguh bosan sekarang."
Calista yang sedang berada di ruang dansa, terus mengeluh pada dirinya sendiri. Tidak ada kegiatan baru yang bisa membuat semangatnya bangkit kembali.
Walau bergelimang harta dan terlahir sebagai orang kaya, Calista Kay tetap tidak bisa merasakan sebuah kebebasan hidup seperti orang lain pada umumnya.
Sejak kecil ditunangkan, tidak bisa memilih pria yang disukainya sepenuh hati. Setelah menikah pun, harus hidup terkurung di rumah oleh sang suami.
Cring…. Cring….
Di tengah kejenuhannya, ponsel Calista tiba-tiba berbunyi. Sepertinya seseorang sedang menghubunginya kali ini.
"Elina?! Pelakor rendahan ini, akhirnya meneleponku juga!"
Pandangan Calista saat melihat nama siapa yang sedang menghubunginya itu, muncul senyuman sinis di bibirnya.
"Hay, Elina," sapaan Calista saat menjawab telepon dari seorang bernama Elina itu.
"Hay, Calista. Aku ingin memberitahukan suatu hal penting padamu," kata Elina di telepon.
Tidak ada respon dari Calista saat mendengar perkataan dari temannya itu. Wajahnya datar dan hanya mendengarkan apa yang sebenarnya ingin dikatakan Elina padanya.
"Kemarin beberapa preman memukuli Jason sampai ia terluka parah. Kau harus datang untuk menemuinya sekarang," ungkap Elina dengan nada suara yang panik.
"Oh…"
Calista hanya menjawab biasa saja. Tidak panik ataupun resah setelah mendengar kabar dari pria yang pernah ia cintai itu terluka.
Rasa tak peduli yang muncul dalam diri Calista. Dia tidak cemas sama sekali setelah mendengar berita buruk itu.
Baca juga bab selanjutnya ya.