Malam harinya tepat jam 11 malam, Andre pulang dan ia buka pintu dengan sangat pelan, mungkin ia takut membangunkan Zahra.
Namun saat ia mau melangkahkan kakinya menuju kamarnya, Zahra yang sebenarnya belum tidur dan menunggu kedatangan suaminya di ruang tamu, langsung menghidupkan lampunya melihat sang suami yang berjalan dengan sangat pelan.
"Loh Za, belum tidur?" tanya Andre kaget saat lampu tiba-tiba hidup, dan saat ia menoleh ke kursi ruang tamu, ia melihat istrinya yang duduk santai sambil menatap ke arahnya.
"Belum," jawab Zahra pendek. Andre yang melihat istrinya seperti menahan amarah, langsung mendekatinya dan duduk di dekatnya.
"Kenapa?" tanya Andre lembut.
Bukannya menjawab, Zahra malah menanya balik "Mas dari mana?"
Andre yang di tanya seperti itu merasa kaget dan juga heran karena tak biasanya Zahra seperti itu.
"Aku dari tempat kerja, dek. Emang dari mana lagi? Kan kamu tau aku kerja dan suka pulang malam karena lembur," jawab Andre tanpa penuh keraguan.
Mendengar jawaban itu, Zahra hanya tertawa sinis. "Mau sampai kapan Mas bohongi aku?" tanya Zahra lagi, membuat Andre tercengang.
"Apakah Zahra tau sesuatu," gumam Andre dalam hati.
"Bohong apa sih dek?" tanya Andre pura-pura tak mengerti.
"Aku tadi pagi ke kantormu Mas karena ada rapat dengan papa. Tapi apa yang aku dapat, kamu gak ada. Malah seseorang mengatakan padaku, kalau kamu gak pernah lembur dan malah pulang lebih awal di banding yang lain. Lalu kemana Mas Andre selama ini? Kenapa mesti berbohong? Aku tau kita menikah bukan karena cinta tapi karena perjodohan. Tapi tak bisakah sedikit saja menghargaiku. Bukankah Mas sendiri yang mengatakan kalau Mas mau berubah dan belajar mencintaiku?" tanya Zahra.
Andre yang di tanya seperti itu langsung diam, "Astaga, harus jawab apa?" ujar Andre dalam hati.
"Kenapa diam? Bingung mau jawab apa?" tebak Zahra.
"Sayang, maafin aku. Maaf karena aku sudah berbohong. Sebenarnya aku tadi pergi karena ada urusan, begitupun saat aku mengatakan aku lembur. Sebenarnya aku sedang buka usaha, tanpa sepengetahuan kamu dan papa. Aku ingin belajar mandiri. Gak mungkin selamanya aku bekerja di perusahaan papa, aku juga ingin punya usaha sendiri, yang aku perjuangkan dari nol. Bagaimanapun ini juga kan demi masa depan kita. Maaf ya, sebenarnya aku ingin buat kejutan saat usahaku berjalan sukses tapi karena kamu curiga sama aku dan malah berfikir yang enggak-enggak." Entah dari mana, ide itu seperti mengalir begitu saja. Andre bahkan tak menyangka punya bakat mengarang luar biasa.
Zahra mendengarkan semua penjelasan sang suami, walau Andre sudah menjelaskan sedemikian rupa namun entah kenapa Zahra masih merasa ragu. Namun ia akan berusaha mempercayai suaminya, bagaimanapun dalam sebuah hubungan, bukankah kita harus saling percaya satu sama lain. Jika pun Andre berbohong, ia yakin, suatu saat pasti juga akan terbongkar juga.
"Baiklah, aku percaya. Emang mas buka usaha apa dan dimana?" tanya Zahra
"Aku buka usaha percetakan sayang di luar kota. Sebenarnya ini udh berjalam dua bulan,"
"Berarti mas buka usaha itu sebelum kita nikah ya?"
"Iya sayang." Jawabnya.
"Oh, iya udah aku hanya bantu doa agar usaha yang mas jalankan berjalan sukses."
"Aamiin. Oh ya, mungkin mulai Minggu depan aku akan resign dari kantor papa,"
"Kenapa?"
"Aku mau fokus sama usahaku yang di luar kota sayang,"
"Mas akan tinggal di luar kota, begitukah maksudnya?"
"Iya, kurang lebih seperti itu,"
"Apakah aku juga harus ikut ke luar kota?" tanya Zahra.
"Enggak usah sayang, kamu kan udah kerja di sini dan posisi kamu juga kan sudah enak. Jadi sangat di sayangkan kalau kamu berhenti gitu aja. Jadi lebih baik kita LDR aja, tapi aku usahakn setiap bulan aku akan pulang beberapa hari. Lagian juga kan kalau kamu ikut, aku belum ada rumah di sana. Aku aja akan nginep di kantor biar pengeluaran gak bengkak kalau aku memilih menginap di hotel atau penginapan lainnya,"
"Oh," Sejujurnya Zahra kecewa namun jika memang ini menjadi keputusannya, maka Zahra pun tak bisa berkata apa-apa.
"Toko percetakan Mas apa?" tanya Zahra lebih lanjut.
"Toko Percetakan AMI, singkatan dari namaku."
"Baiklah, aku percaya. Aku berharap mas selalu berkata jujur padaku."
"Pasti sayang, pasti. Iya sudah aku ke kamar dulu ya, mau mandi gerah nih."
"Iya."
Lalu Andre pun segera pergi ke kamarnya. Sesampai di kamar, ia baru bisa bernafas lega. "Maafin aku Za, tapi aku terpaksa bohong lagi dan lagi karena jujur aku belum siap melepaskan kamu, aku belum siap jika harus jujur sama kamu dan membuat kamu mengakhiri pernikahan ini. Aku juga tak bisa melepaskan Alana gitu aja, selain aku mencintainya, sekarang Alana juga tengah mengandung anakku. Untuk itu aku harus bersamanya sampai anak itu lahir."
Andre memejamkan mata, sesungguhnya ia lelah seperti ini, ia juga selalu merasa bersalah tiap kali ia berbohong tapi apa yang bisa ia perbuat, selain berusaha menutupi semua Rahasia nya agar semuanya berjalan lancar.
Andre segera mengambil Hp nya dan memberi kabar untuk Alana agar ia tak ngambek lagi. Setelah mengirim pesan, ia segera pergi mandi dan istirahat.
Sedangkan di ruang tamu, Zahra hanya duduk diam, entah apalah yang ia fikirkan saat ini. Setelah cukup lama di ruang tamu, Zahra langsung pergi ke kamr utama di mana kini suaminya tengaj tertidur lelap di atas kasur.
Zahra naik ke atas kasur dan ia berbaring di samping suaminya. Ia tidur miring menghadap kanan sambil menatap suaminya.
"Dulu sedikitpun aku tak pernah mengira hidupku seperti ini. Tak pernah terbersit sedikitpun di fikiranku aku akan menjalani rumah tangga seperti ini. Dulu, aku berharap bisa menikah dengan laki-laki yang aku cintai dan yang mencintaiku dengan tulus. Membina rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah. Tapi apa yang aku harapkan tak sesuai kenyataan, harapanku hanya tinggal harapan, karena nyatanya tak bisa terwujud. Jika bukan karena Abah dan umi, ingin rasanya aku menolak perjodohan ini. Tapi apa daya, sekarang nasi sudah jadi bubur. Mungkin saat ini Allah sedang menguji keimananku, Allah sedang menguji kesabaranku untuk menaikkan derajatku." Zahra berbicara dengan suara lirih, namun walaupun begitu Andre tetap bisa mendengarnya.
Ya, Andre emang tadi sempat tertidur lelap, namun saat Zahra naik ke atas kasur, ia langsung bangun namun karena matanya yang sangat ngantuk, ia memilih memejamkan mata, belum juga terlelap lagi, ia malah mendengar curahan hati Zahra.
"Atau mungkin ini karma buat aku karena dulu sering menolak setiap ada laki-laki yang menembakku, mengutarakan perasaannya kepadaku dan pada akhirnya aku selalu memilih untuk menolak mereka dengan cara halus. Apakah ini karma karena aku sudah banyak membuat laki-laki patah hati. Tapi aku menolak mereka karena memang aku tak mau pacaran, bukankah Islam juga melarangnya. Tak ada di agama islam, menganjurkan dua orang untuk berpacaran, yang ada hanya anjuran untuk menikah." Zahra terus berbicara sendiri sedangkan Andre yang tadinya mengantuk, sudah tak mengantuk lagi namun ia tetap pura-pura tidur.
"Apakah kelak Mas Andre bisa mencintaiku? Tapi bukannya aku sendiri juga belum mencintai Mas Andre. Andai Mas Andre menceraikan aku, aku juga tak akan sedih. Walaupun pada akhirnya aku harus jadi janda di usia muda. Hah, aku ngomong apa sih, kenapa aku malah berfikir jadi janda. Astaghfirullah ... tapi jika melihat sikap Mas Andre seperti ini, aku juga tak yakin pernikahan ini bisa bertahan lama. Apalagi Mas Andre seperti sedang menutupi sebuah rahasia besar. Walaupun aku tak tau apa itu. Hhhh ... andai Mas Andre masih menjalani hubungan dengan Alana, apa yang harus aku lakukan? Apakah jika sampai Mas Andre diam-diam menikah sirri dengannya? Astaga, aku mikir apa sih. Tak mungkin Mas Andre tega menduakan aku seperti itu. Sudahlah lebih baik aku tidur, dari pada fikiranku makin tak karuan." Zahra pun akhirnya memilih untuk turun dari tempat tidur, ia mengambil wudhu terlebih dahulu baru setelah itu, ia berbaring lagi di samping suaminya dan tidur dengan memeluk guling yang ada du tengah-tengah antara dirinya dan Andre.
Tak lama kemudian, Zahra pun mulai terlelap. Dan saat itulah, Andre membuka matanya, dan menatap wajah Zahra. "Maafin aku," ujar Andre lalu ia mengecup kening sang istri dan memeluknya.
Lalu mereka pun tidur bersama sambil berpelukan.