Chereads / Istri Di Atas Kertas / Chapter 42 - Menyindir Kedua Orang Tua Zahra

Chapter 42 - Menyindir Kedua Orang Tua Zahra

Di saat Andre dan Alana menikmati waktu mereka bersama dengan kedua orang tua Alana, berbeda dengan Zahra yang hanya menikmati waktu bertiga dengan kedua orang tuanya. Kebetulan hari ini adalah hari Minggu sehingga Zahra libur bekerja begitupun dengan Abahnya.

"Abah, bagaimana kalau kita ke rumah Papa Agus dan Mama Ayu?" tanya Zahra.

"Boleh, kapan?" tanya balik Ahmad.

"Hari ini, Umi mau ikut?" tanya Zahra ke Hilda.

"Iya dong, masa iya umi di tinggal sendirian di sini, tapi sebelum pergi, ya mending kita telfon dulu, takutnya mereka gak ada di rumah," jawab Hilda.

"Iya sudah Abah saja yang nelfon, Neng mah sungkan kalau nelfon duluan," ujar Zahra.

"Baiklah."

Setelah itu Ahmad pun menelfon Agus, namun ternyata Agus dan sang istri tak ada di rumah.

"Gimana, Bah? Mereka ada di rumah?" tanya Zahra.

"Mereka gak ada, katanya keluar dan pulang besok pagi," jawab Ahmad.

"Wah, kalau begitu kita jalan jalan saja, Bah. Biar gak bosen juga di rumah terus," ajak Zahra.

"Boleh, sudah lama juga kan kita bertiga gak keluar bareng," sahut Ahmad.

"Kita ke Pantai Maharaja yuk," ajak Hilda semangat.

"Wah, aku setuju. Sudah lama kita gak ke pantai," ujar Zahra yang tak kalah semangat.

"Baiklah, ayo kita siap-siap, mumpung belum siang," ucap Ahmat memberi perintah.

"Siap, bos." Mereka bertiga pun segera bersiap siap, tak lama kemudian, mereka bertiga keluar dengan baju santai, begitupun dengan Zahra, namun walaupun baju santai, ia tetap memakai baju longgar begitupun dengan hijbabnya yang sampai menutup dada, Hilda pun juga memakai yang sama. Mereka bertiga menggunakan baju couple. Kebetulan dua tahun lalu mereka sempat membeli baju pantai yang mereknya sama, tentu warnapun juga sama yaitu warna hitam.

"Kita pakai mobil yang mana?" tanya Ahmad.

"Milik Abah saja bagaimana? Mobil yang aku bawa kan mobil kantor, jadi gak etis rasanysa kalau di buat jalan jalan," sahut Zahra.

"Baiklah, biar Abah saja yang menyetir ya, nanti gantian," ujar Ahmad.

"Siap," balas Zahra.

Lalu mereka pun segera masuk ke mobil milik Ahmad, Zahra duduk di belakang sedangkan Ahmad sendiri duduk di belakang kemudi, Hilda duduk di samping Ahmad.

Sepanjang jalan mereka pun bercengrama agar suasana tak sepi. Seperti biasa mereka seringkali melawak sehingga membuat suasana benar benar terasa berbeda. Zahra bersyukur suaminya pergi ke luar kota, karena kalau gak gini, ia gak bisa kumpul bareng keluarganya dan bisa menikmati waktu bersama seperti ini.

Namun di tengah perjalanan, tiba-tiba mobilnya berhenti mendadak.

"Kenapa, Bah?" tanya Zahra.

"Mogok kayaknya," jawab Abah sambil membuka sabuk pengamanannya lalu ia pun keluar dari mobil, diikuti oleh Zahra dan juga Hilda.

Ahmad pun membuka mesin depan namun karena dirinya yang kurang mengerti mesin, akhirnya ia gak tahu apa yang mesti diperbaiki.

"Gimana, Bah?" tanya Zahra.

"Abah gak ngerti mesin ini,"

"Uwaduh, mana ini jauh dari perumahan," keluh Zahra.

"Coba telfon seseorang yang bisa bantu," usul Hilda.

"Aku gak enak kalau ngerepotin yang lain, lagian temenku di hari libur gini ya pasti jalan-jalan juga bareng keluarganya, aku gak enak kalau ganggu liburan mereka gara-gara kita. Aku juga gak punya kenalan yang punya bengkel atau yang ngerti mesin," jawab Ahmad.

Saat mereka tengah mengobrol tiba-tiba ada mobil yang berhenti di depan mobil mereka, dan tiba-tiba seseorang turun dari mobil dan menghampiri mereka.

"Assalamualaikum," sapa laki-laki tersebut.

"Waalaikumsalam, Mas Reyhan," ucap Zahra kaget.

"Loh Zahra, kamu di sini," ujar Reyhan yang tak kalah kagetnya, karena ia tak menyangka bisa bertemu dengan Zahra. Tadi ia turun karena ia melihat ada mobil yang mogok, dan ia hanya ingin membantunya, tapi siapa sangka ia malah melihat Zahra di sini, sungguh ini sangat kebetulan sekali.

"Iya, ini mobil Abah mogok," balas Zahra.

"Siapa dia Za?" tanya Ahmad.

"Oh ya Bah, kenalin ini Mas Reyhan senior aku di kampus dulu dan sekarang jadi atasanku di perusahaan, dia juga pemilik hotel tempat dulu aku dan Mas Andre menikah. Mas kenalin ini Abah dan Umi," ujar Zahra saling memperkenalkan satu sama lain.

"Salam kenal, Om. Saya Reyhan," tutur Reyhan lembut sambil mencium tangan Hilda dan Ahmad bergantian.

Melihat sikap Reyhan yang begitu sopan membuat Hilda dan Ahmada pun merasa menyukainya.

"Saya Ahmad, ayahnya Zahra dan ini istri saya, Hilda, Uminya Zahra," ujar Ahmad tersenyum ramah.

"Oh ya ini mobilnya mogok ya?" tanya Reyhan.

"Iya, enggak tahu kenapa tiba-tiba berhenti dan gak bisa di nyalahin lagi," jawab Ahmad.

"Boleh saya lihat dulu?" tanya Reyhan.

"Oh ya silahkan," sahut Ahmad.

Reyhan pun segera mengecek, untung ia sedikit banyak mengerti tentang mesin, sehingga ia bisa mengecek kerusakannya.

"Wah ini harus ke bengkel om, bagaimana kalau saya panggilkan seseorang?" tanya Reyhan.

"Iya boleh, asal gak merepotkan," ucap Ahmad yang merasa terbantu sekali.

"Baik, Om." Reyhan pun langsung mengambil hp nya di saku celananya, lalu ia pun menelfon kenalannya.

"Waalaikumsalam. Mas, ada di mana?" tanya Reyhan setelah telfon terhubung.

"Aku boleh minta tolong," pinta Reyhan. Sedangkan Zahra, Ahmad dan Hilda hanya diam mendengarkan.

"Gini bisa gak datang ke Jalan Raharja, gak jauh dari Perumahaan Atalasa,"

"Ya mobilnya mogok kayaknya harus di bawa ke bengkel, aku gak bisa kalau terlalu parah gini, takutnya kalau di paksa, malah bikin rusak,"

"Iya, kalau bisa sih usahakan 15 menit lagi sudah sampai ya,"

"He'em, bareng Mas Dion saja."

"Oke, makasih ya, Mas."

"Siap, besok aku traktir deh,"

"Yoi, aku udahin dulu. Assalamualaikum." Setelah Reyhan mematikan Hp nya, ia pun langsung menghadap ke ayahnya Zahra lagi.

"Ini om mau kemana ya, biar saya antar, masalah mobil, nanti akan ada teman saya yang akan ke sini dan membawanya ke bengkel. Kalau sudah selesai, biar nanti langsung di antar ke rumah om," ucap Reyhan

"Aku sama Abah dan Umi mau ke Pantai Maharaja, Mas," jawab Zahra menyela.

"Kalau diizinkan biar aku yang ngantar," ujar Reyhan.

"Emang kamu gak sibuk?" tanya Hilda.

"Enggak, Tante. Ini malah sebenarnya cuma jalan ke sana kemari, karena bosen di rumah," balas Reyhan tersenyum.

"Kalau kami gak ngerepotin, ayo kita ke pantai bareng, senang-seneng mumpung hari libur," ajak Ahmad.

"Iya, boleh. Ayo masuk ke mobil, biar mobil om nanti jadi urusan teman saya. InsyaAllah gak akan hilang, saya jamin," ucap Reyhan meyakinkan.

"Baiklah."

Akhirnya Zahra dan kedua orang tuanya pun ikut Reyhan, mereka masuk ke dalam mobil Reyhan. Ahmad duduk di depan samping Reyhan, sedangkan Zahra duduk di belakang bareng Hilda. Zahra duduk tepat di belakang Reyhan sehingga sesekali Reyhan bisa melihat ke arah Zahra melalui kaca spion yang ada di depannya.

"Kamu gak liburan sama istri kamu?" tanya Ahmad memecah keheningan.

"Saya belum nikah, Om," jawab Reyhan menjawab jujur.

"Loh kenapa, saya rasa kamu sudah cukup umur untuk menikah terlebih kamu sangat tampan dan mapan, pasti banyak wanita yang mengantri ingin jadi istri kamu," ujar Ahmad heran mendengar Reyhan yang belum menikah.

"Mungkin memang banyak yang menginginkan saya di luar sana, sayangnya saya tak tertarik sama mereka semua, saya hanya mencintai satu orang dari dulu sampai sekarang, tapi sayangnya dia sudah menikah karena dijodohkan," balas Reyhan tertawa ketir.

"Loh, kenapa kamu gak soba memperjuangkan dia dulu sebelum dia di jodohkan sama orang tuanya?" tanya Ahmad yang merasa tertarik dengan jawaban Reyhan.

"Saya fikir, saya masih ada waktu karena dia baru saja lulus kuliah dan masih ingin jadi wanita karir. Saya ingin memberikan dia kesempatan buat mengejar karirnya, sebelum saya datang untuk memeninangnya, tapi siapa sangka Tuhan berkehendak lain,"

"Wah kasihan sekali nasib percintaan kamu, terus bagaimana, kamu masih berharap padanya?" tanya Ahmad.

"Harapan itu pasti ada, tapi saya mencoba untuk menekan perasaan saya, agar tak ada siapapun yang tahu, cukup Allah lah yang tahu betapa besar saya menyayangi dan mencintai dia selama ini. Jika memang dia jodoh saya, kelak dia pasti akan bersatu dengan saya, namun karena sekarang dia sudah berjodoh dengan orang lain, saya hanya bisa mendoakan kebahagiaan dia. Tapi sayangnya ....." Reyhan tak meneruskan kata-katanya.

"Sayangnya kenapa?" tanya Hilda yang dari tadi mendengarkan, dan ia merasa penasaran saat ucapan Reyhan di gantung.

"Istrinya, wanita yang teramat saya cintai, hanya di anggap ISTRI DI ATAS KERTAS." Reyhan menjawab dengan perasasan terluka, terluka karena Zahra di perlakukan dengan tidak baik.

"Maksudnya?" tanya Ahmad penasaran.

"Di lembar surat nikah, dia memanglah istrinya. Namun kenyataannya dia tidak pernah di anggap seorang istri oleh suaminya. Bahkan suaminya tak memberikan nafkah lahir batin, bahkan saya yakin 100% kalau dia masih perawan sampai detik ini. Kadang saya tak mengerti, kenapa ada orang tua yang egois, hanya demi ingin besanan dengan sahabatnya, dia sampai mengorbankan kebahagiaan putrinya. Dan lebih mirisnya lagi mereka tak tahu, bahwa suami yang di nikahkan dengan putrinya saat ini juga mempunyai istri lain di luar sana dan kini tengah mengandung. Dan suaminya selalu beralasan dengan masalah pekerjaan, padahal kenyataannya dia sibuk dengan istri keduanya," ucap Reyhan yang tahu semuanya. Karena diam-diam ia meminta seseorang untuk memata-matai suami Zahra.

Mendengar hal itu membuat Ahmad, Hilda dand Zahra diam. Entah kenapa Zahra merasa apa yang di ucapkan oleh Reyhan itu adalah dirinya, begitupun dengan Ahmad dan juga Hilda, mereka merasa Reyhan tengah menyindir mereka berdua.

"Kamu tahu dari mana?" tanya Ahmad.

"Karena saya meminta seseorang untuk mencari tahu tentang suami dari wanita yang saya cintai," sahut Reyhan.

"Kenapa kamu gak bilang ke wanita itu tentang suaminya yang ternyata punya istri lain?" tanya Ahmad yang mulai kepo.

"Saya ini hanya orang luar, walaupun saya mencintainya namun saya tak punya hak untuk masuk ke dalam masalah rumah tangganya. Saya hanya jadi pemantau saja, apa yang akan terjadi ke depannya, akankah wanita yang saya cintai melepaskan suaminya setelah tahu kenyataannya atau memilih untuk bertahan. Dan saya yakin mertua dari wanita itu pun sudah tahu hanya saja mereka memilih diam," ucap Reyhan yang seakan tahu semuanya. Memang jika orang kaya, tinggal ia mengeluarkan uang sedikit membayar seseorang, maka dengan sekejap mata, ia akan mendapatkan informasi yang ia inginkan secara detail, namun tentu uang yang di keluarkan pun tak sedikit, namun ia tak masalah untuk itu. Yang penting info penting yang ingin ia ketahui, sudah ia dapatkan.

"Mas, apakah kamu membicarakanku?" tanya Zahra membuat Reyhan diam.

"Aku gak bisa jawab, Za. Maaf," ujar Reyhan membuat Zahra langsung diam seketika.

"Kenapa Zahra bertanya seperti itu? Apakah Zahra masih perawan atau suaminya sering pergi dengan alasan pekerjaan, dan ternyata dia pergi ke rumah istri yang lain. Apa yang di maksud Reyhan itu benar-benar Zahra. Karena jika di telah kembali, apa yang di ucapkan oleh Reyhan seperti menyindirku yang ingin berbesanan dengan sahabatku. Ya Tuhan ... jika benar ini terjadi, betapa bodohnya aku yang tega menjerumuskan putriku ke dalam jurang penderitaan," gumam Ahmad dalam hati.

Tak lama kemudian, mereka pun akhirnya sampai di pantai. Lalu, Reyhan segera memarkirkan mobilnya, setelah selesai barulah mereka turun dari mobil dan berjalan menuju pantai.

Anehnya, jika tadi di rumah, Zahra, Hilda dan Ahmad begitu semangat mau pergi ke pantai, tapi tidak untuk sekarang. Fikirannya benar benar kacau gara-gara omongan Reyhan tadi saat di mobil.

Sedangkan Reyhan sendiri sejujurnya ia tidak mau berkata hal demikian, namun siapa sangka, di saat ia merasa kesal karena informasi yang ia dapatkan tadi malam, tiba-tiba paginya ia malah bertemu Zahra dan kedua orang tuanya, jadi ia memanfaatkannya untuk menyindir mereka, karena gara-gara keegoisan kedua orang tua Zahra, membuat Zahra menderita seperti ini.