Sesampai di rumah Alana, Andre langsung bergegas pergi ke kamar Alana, di mana ia melihat Alana dengan mata yang bengkak, duduk di samping tempat tidur dengan kondisi mengenaskan. Wajahnya terlihat sangat pucat sekali seperti tak punya semangat hidup.
Andre yang melihatnya merasa tak tega, ini pertama kalinya ia melihat Alana seperti ini. Andre berjalan mendekat, lalu ia berlutut dan membawa Alana ke dalam pelukannya.
"Maaf," ucap Andre sambil mengelus rambut Alana yang berantakan. Entah apa yang terjadi sampai Alana seperti ini.
"Kenapa? Kenapa nasibku seperti ini Mas?" tanya Alana lirih. Kemarin ia seperti orang kesetanan saat ia tak bisa menghubungi suaminya. Bahkan dari kemarin sampai sekarang ia bahkan tak bisa tidur, jangankan tidur, perutnya pun belum terisi.
Sampai akhirnya dini hari, ia memberanikan diri menelfon Sofyan. Sebenarnya sudah cukup lama ia gak pernah saling komunikasi dengan Sofyan, tapi karena ia sudah frustasi gara-gara nomer Andre tak bisa di hubungi, maka akhirnya ia pun menceritakan semuanya ke Sofyan tentang dirinya yang merupakan istri sirri atau istri kedua Andre. Ia tau Sofyan marah, tapi Sofyan memilih diam dan mendengarkan curhatan hatinya.
Ia bahkan meneror Sofyan meminta dia untuk memberitahu Andre kalau dirinya di sini membutuhkan kehadiran Andre untuk ada di sisinya.
"Maaf, kemarin aku pergi ke rumah mama seharian karena papa memintaku ke sana bareng Zahra dan mereka juga mencurigai aku. Untuk itu aku menon-aktivifkan hpku, sayangnya aku lupa mengaktivasi kembali hingga tadi pagi Sofyan datang ke ruanganku dan marah-marah." Andre menjelaskan panjang lebar dan Alana hanya diam mendengarkan.
"Hiks ... hiks ... tapi kamu jahat sama aku, Mas. Aku merasa kamu berubah. Aku seperti orang stress karena terus memikirkan kamu, sedangkan kamu di sana, belum tentu memikirkan aku. Aku gak kuat seperti ini." Alana memukul dada Andre dengan tenaga yang lemah sedangkan Andre hanya diam membiarkan Alana yang terus memukulnya karena ia pantas menerima semua ini.
"Maaf, maaf." Andre bener-bener bingung gak tau harus berbuat apa. Saat ini posisinya pun lagi terjepit. Bukan ia tak peduli sama Alana, tapi ia ingin memberikan kesempatan buat Zahra. Bagaimanapun Zahra juga berhak mendapatkan cinta dan kasih sayang darinya, mendapatkan perhatian dan waktu untuk berdua.
Di tambah sedikit demi sedikit, ia mulai menyayangi Zahra terlebih Zahra begitu sempurna dan saat ini ia ingin belajar menjadi laki-laki sholeh yang pantas untuk Zahra.
Di tambah ia juga sudah berjanji kepada kedua orang tuanya untuk membahagiakan Zahra. Ia juga tak mau kehilangan Zahra, wanita lembut, sabar dan sholehah.
Tapi ia juga tak mau mengabaikan Alana, wanita yang teramat sangat ia cintai. Wanita kedua yang sangat berperan penting dalam hidupnya selain mamanya.
Ia bisa apa, ia akui, dirinya emang egois. Ia tak mau kehilangan Zahra tapi ia juga tak bisa melepaskan Alana begitu saja. Untuk saat ini ia tak bisa memilih, siapa yang harus ia pertahankan dan siapa yang harus ia korbankan. Ia hanya bisa berharap untuk terus memiliki keduanya sampai kapanpun.
Tiba-tiba Andre di buat kaget saat Alana tiba-tiba jatuh pingsan dalam pelukannya.
"Astaga, Alana, kamu kenapa sayang?" tanya Andre cemas.
Ia pun segera mengangkat Alana dan membawa Alana ke rumah sakit terdekat. Sungguh ia tak akan memaafkan dirinya sendiri jika sampai terjadi apa-apa sama Alana.
Andre mengemudi mobil dengan sangat cepat sedangkan Alana ada di sampingnya. Tak lupa ia memasangkan seat belt atau sabuk pengaman untuk menghindari hal-hal yang tak di inginkan.
Sesampai di rumah sakit, Andre langsung meminta dokter yang kebetulan lewat. Lalu dokter tersebut langsung meminta Andre untuk membawa Alana ke sebuah ruangan untuk di periksa.
Sungguh Andre bener-bener merasa cemas sekali.
"Dok, gimana? Istri saya gak papa kan?" tanya Andre khawatir.
"Alhamdulillah istri bapak gak papa. Mungkin dia hanya terlalu banyak fikiran sehingga membuat istri bapak pingsan terlebih dia kini tengah hamil muda." Jawab dokter setelah selesai memeriksanya
"Ha ... hamil, Dok?" ulang Andre.
"Ya dan usia kandungannya sudah empat Minggu," balas dokter tersebut yang kebetulan merupakan dokter kandungan.
"Ya Allah, jadi Alana hamil. Itu artinya bentar lagi aku akan menjadi seorang ayah?" gumam Andre pada dirinya sendiri.
"Nanti saya kasih resep ya, Pak. Dan tebus di apotek."
"I ... iya, Dok."
"Iya sudah, bapak temani dulu istri bapak. Sebentar lagi pasti sudah sadar. Saya permisi ke ruangan saya untuk membuatkan resep obatnya."
"Iya Dok. Terimakasih."
Lalu dokter tersebut pun meninggalkan Andre dan Alana berdua di ruangan.
"Sayang, maafin aku sudah membuat kamu tersakiti seperti ini. Tapi aku janji ke depannya, aku akan berusaha untuk tak lagi menyakitimu. Aku harap kamu dan calon anak kita baik-baik aja," ucap Andre sambil mengelus rambut Alana dengan lembut.
Tak lama kemudian, Alana pun sadar.
"Mas, kita ada di mana?" tanya Alana melihat ruangan yang berbeda tak seperti di kamarnya. Padahal terakhir kali yang ia ingat, ia menangis dalam pelukan suaminya di kamarnya sendiri.
"Di rumah sakit sayang, tadi kamu pingsan. Ah ya, tadi dokter bilang, kamu hamil,"
"Hamil mas?"
"Iya dan usianya 4 Minggu." Sahut Andre.
Alana hanya diam, dan itu membuat Andre heran.
"Kamu kenapa sayang? Kamu tak suka kalau kamu hami?" tanya Alana
"Bukan gitu, Mas. Tapi aku masih memikirkan hubungan kita ke depannya. Aku gak sanggup jika kamu terus ninggalin aku, apalagi seperti kemarin hilang tanpa kabar. Di saat hubungan kita seperti ini, Tuhan malah memberikan anak di tengah-tengah hubungan kita. Aku bukannya tak suka, tapi aku belum siap karena statusku aja masih seperti ini, istri sirri, istri simpanan, istri kedua yang tak semua orang tau. Pasti berat buat ke depannya hamil tanpa ada kamu di samping aku." Alana pun mengungkapkan apa yang ada di hatinya.
"Terus aku harus gimana sayang. Aku tak mungkin menghabiskan waktuku hanya untuk nemenin kamu, selain karena aku harus bekerja, aku juga punya Zahra. Di tambah kini posisiku terancam karena kedua orang tuaku mencurigaiku. Terlebih Sofyan sudah mengetahui hubungan kita, walaupun aku yakin dia gak akan ngasih tau siapapun, tetap aja aku merasa cemas."
"Mas, apakah kamu tak bisa menceraikan Zahra demi aku, demi anak kita? Aku ingin mempunyai keluarga normal seperti lainnya Mas, tak tertekan seperti ini."
"Maafin aku sayang, untuk saat ini aku belum bisa. Setidaknya aku butuh waktu untuk mengurus semuanya, kamu bisa kan sayang tunggu aku menyelesaikan masalahku satu persatu. Bisa kan?" tanya Andre dengan raut wajah yang sangat sedih.
"Aku bisa, tapi Mas hatiku yang gak bisa, sakit mengingat kamu punya istri lain selain aku. Di tambah aku takut kamu mencintai Zahra dan melupakan aku."
"Aku gak akan melupakan kamu sayang, percaya sama aku. Aku mencintai kamu dan anak kita. Jadi tolong jangan berfikir yang macam-macam, dan untuk masalah kemarin, maafin aku. Aku janji hal seperti kemarin tak akan terulang kembali."
"Baiklah, aku kasih Mas kesempatan. Tapi jika Mas membuat kesalahan seperti kemarin, aku akan menghilang dari hidup Mas dan aku pastikan Mas gak akan bisa ketemu aku lagi dan anak kita, selamanya." Ancam Alana membuat Andre takut.
"Jangan gitu sayang, aku gak bisa hidup tanpa kamu." ujar Andre sambil memeluk Alana erat.
"Aku hanya ingin Mas merasakan apa yang aku rasakan. Untuk itu, jangan sampai membuat aku frustasi seperti kemarin jika tak ingin kehilangan aku dan anak kita."
"Iya aku janji."
Saat mereka ngobrol dokter datang dan memberikan resepnya.
"Ini resep obat yang bisa di tebus di apotek ya Pak, obat vitamin penguat kandungan,"
"Terimakasih, Dok."
"Sama-sama."
Setelah itu, Alana pun mengajak Andre pulang karena ia tak mau berlama-lama di rumah sakit. Andre pun mengiyakan. Tak lupa Andre membayar rumah sakit lebih dulu, dan barulah mereka pulang. Di perjalanan, Andre berhenti di depan apotik untuk membelikan obat yang di resepkan oleh dokter tadi.
Selesai membeli obat, barulah ia lanjut pulang bersama sang istri.
Sedangkan di sebuah perusahaan, ada seseorang yang sangat marah. Ya, siapa lagi kalau bukan Agus. Ia marah saat tau anaknya pergi lagi entah kemana.
Ia bener-bener geram, melihat anak satu-satunya seperti itu, keluar masuk ke perusahaan seenak jidat.
Sofyan sendiri pun juga tak terlalu fokus bekerja, ia masih tak menyangka Andre tega mengkhianati Zahra. Di satu sisi ia ingin memberitahu Zahra tentang hal ini, tapi ia juga tak bisa. Karena bagaimanapun dirinya hanya orang luar di sini. Ia tak mau menambah runyam dan membuat dirinya terlalu ikut campur dengan masalah rumah tangga orang lain walaupun itu rumah tangga sahabatnya sendiri.