Keesokan harinya, saat Zahra bangun benar saja tidak terjadi apa-apa di antara dirinya dan sang suami. Ia pun perlahan-lahan bangun untuk melaksanakan sholat malam seperti biasa dan lanjut ngaji sambil nunggu adzan Shubuh tiba.
Zahra memilih sholat di mushola karena mukenah dan sajadahnya ada di sana.
Hingga saat memasuki waktu Shubuh, Zahra kembali ke kamar untuk membangunkan sang suami.
"Mas ... bangun yuk, sholat shubuh dulu. Nanti kalau masih ngantuk bisa tidur lagi," tutur Zahra lembut.
Andre yang mendengar suara Zahra pun langsung bangun, ia menganggukkan kepala lalu setelah itu ia pun bangun dari tidurnya dan langsung pergi ke kamar mandi.
Sambil nunggu suaminya selesai, Zahra menyiapkan sarung, baju koko dan peci. Lalu ia menunggu sang suami di Musholla. Sambil nunggu ia berdzikir sebentar.
"Kita sholat berjamaah lagi ya," ujar sang suami tiba-tiba membuat Zahra kaget.
"Iya, Mas," jawab Zahra tersenyum manis.
Lalu mereka pun sholat berjamaah lagi seperti tadi malam.
Sehabis sholat, Andre menemani Zahra ke pasar untuk membeli sayur mayur, daging, bumbu, ikan, dan lain sebagainya. Mereka memilih untuk jalan kaki sekalian olah raga.
"Za, kita kayak orang lagi pacaran ya," ujar Andre sambil menggenggam tangan sang istri.
"Iya, Mas," sahut Zahra pendek karena ia bingung mau ngrespon gimana.
Sesampai di pasar, Zahra langsung memilih apa yang ingin ia beli tanpa menawar. Selesai membeli semuanya, Andre yang melihat istrinya kewalahan, langsung mengambil alih belanjaan sang istri.
"Mas, beli jajanan tradisional yuk, enak loh," ajak Zahra.
"Oke, ayo."
Mereka berjalan menghampiri ibu-ibu yang jualan di depan pasar.
"Mas, milih yang mana?" tanya Zahra.
"Emmm apa ya, klepon aja deh, enak kayaknya," balas Andre.
"Apalagi?"
"Gak ada, itu aja."
"Oke.
"Bu, klepon lima ribu ya sama bikang dua, teeus dadar satu," ucap Zahra.
Ibu itu pun menganggukkan kepala lalu ia mengambil daun dan mengisinya dengan klepon lalu dadar dan Bikang.
"Berapa semuanya?" tanya Zahra ramah.
"Klepon lima ribu, bikang dua, empat ribu dan dadar satu, dua ribu. Total 11 ribu," sahut Andre.
Zahra langsung memberikan uang 15 ribu, sepuluh ribuan dan lima ribuan.
"Kembaliannya buat ibu aja," ujar Zahra sambil memberikan uangnya.
"Makasih ya, Nak."
"Sama-sama." Setelah mengambil jajannya, Zahra pun langsung pergi bersama Andre.
Sepanjang jalan, mereka masih berjalan bergandengan tangan. Sejujurnya Zahra merasa risih, bagaimanapun dirinya bukan anak remaja lagi yang bergandengan tangan seperti mau nyebrang jalan. Tapi dirinya tak bisa untuk menolaknya, bagaimanapun sang suami sudah berusaha untuk berubah dan belajar mencintainya.
"Kita mampir ke taman dulu yuk bentar," ajak Andre saat mau melewati taman.
"Boleh." Akhirnya mereka berdua pun menuju taman, dan duduk di kursi yang menghadap ke jalan. Mereka duduk santai menikmati hidup sambil melihat mobil yang berlalu lalang di samping mereka ada pohon besar yang di kelilingi tanaman bunga berwarna-warni.
Zahra mengambil kue yang ia beli dan memberikannya ke Andre. "Nih, sambil makan."
Andre menoleh ke arah Zahra dan mengambil kue yang di sodorkan oleh Zahra.
"Enak ya kue nya, sudah lama rasanya gak makan kue seperti ini," ujar Andre saat ia makan kue klepon.
"Iya, kalau aku dulu saat sebelum nikah. Umi kalau ke pasar pasti tak pernah lupa beliin aku sama Abah kue tradisional. Karena memang aku dan Abah suka banget sama kue tradisional," balas Zahra.
"Kamu haus?" tanya Andre.
"Enggak juga, kenapa?" tanya balik Zahra.
"Kalau kamu haus, biar aku belikan air," jawab Andre.
"Enggak, minum di rumah aja. Lagian juga gak terlalu haus," tutur Zahra.
"A ...." Andre menyodorkan kue klepon di depan mulut Zahra.
Zahra yang masih makan dadar, langsung cepet-cepet menghabiskannya. Lalu ia pun menerima kue klepon yang di suapi oleh sang suami.
"Makasih," ujar Zahra di sela-sela makan kue kleponnnya.
"Aku juga mau dong di suapi," ucap Andre manja, layaknya anak kecil.
Zahra pun menyodorkan kue dadar yang masih separuh ke mulut sang suami. Andre pun langsung menerimanya dengan senang hati. Ia memakan dadar itu sambil menatap Zahra membuat Zahra salting.
"Jangan di liatin gitu," protes Zahra.
"Kenapa?" tanya Andre pura-pura polos.
"Aku malu," gumam Zahra yang masih di dengar oleh Andre.
"Kamu cantik," puji Andre.
"Aku tau." Zahra melengos ke arah lain karena ia malu jika terus di tatap oleh sang suami.
"Ayo kita pulang," ajak Zahra. Karena ia merasa sudah cukup lama berada di taman. Sedangkan dirinya setelah ini harus masak agar sang suami bisa sarapan pagi di rumah.
"Ayo." Andre lagi-lagi memegang tangan Zahra, seakan-akan takut kehilangan sang istri.
Sesampai di rumah, Zahra langsung mengambil lagi belanjaan yang di pegang suaminya dan langsung ia bawa ke dapur untuk ia cuci dan menaruhnya di kulkas. Agar sayuran yang baru ia beli, bisa di pakai sampai besok. Jadi besok ia tak harus pergi ke pasar lagi.
Andre sendiri memilih duduk di dapur dan memandangi sang istri yang sibuk ke sana kemari.
"Mas, aku buatkan teh apa kopi?" tanya Zahra.
"Teh aja deh, bosen kopi," jawab Andre tersenyum gemas ke arah sang istri.
Zahra tentu merasa resah saat suaminya terus memandangi dirinya, namun ia berusaha untuk bersikap ia biasa aja.
Setelah membuatkan teh untuk sang suami, ia pun lanjut memasak. Hingga sejam kemudian, akhirnya semua masakan tersaji di atas meja.
"Mau makan dulu atau mandi dulu?" tanya Zahra.
"Makan dulu deh, biar nanti habis mandi, siap-siap, langsung berangkat,"
"Iya udah." Zahra langsung mengambilkan piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk pauk. Tak lupa segelas air putih juga ia siapkan.
Selesai makan, Zahra dan Andre mandi secara bergantian. Sebenarnya bisa saja Zahra mandi di kamar sebelah tapi ia memilih untuk menunggu sang suami. Sambil nunggu suaminya selesai mandi, Zahra menyiapkan baju kerja suaminya dan yang lainnya sehingga sang suami langsung memakai baju yang sudah di siapkan.
Tepat jam setengah delapan, Andre dan Zahra pun sama-sama siap. Sebelum berangkat, mereka masih memanfaatkan waktu untuk sholat dhuha di musholla. Awalnya Zahra yang sholat dulu, tapi tiba-tiba saja Andre juga ikut-ikutan sholat. Mungkin ia merasa, ia ingin berubah agar bisa mengimbangi sang istri yang rajin sholat.
"Za, aku antar kamu ya ke kantor," ujar Andre.
"Iya, Mas." Zahra yang sudah terbiasa bawa mobil sendiri, akhirnya untuk pertama kalinya ia di antar oleh Andre.
"Iya udah ayo, biar gak kesiangan."
Andre dan Zahra pun berangkat menggunakan mobil milik Andre.
Sepanjang jalan mereka ngobrol apa saja sehingga suasana tak lagi sepi. Hingga Andre tiba di sebuah perusahaan besar. Sejujurnya ia tak menyangka istrinya bisa bekerja di perusahaan ini terlebih sebagai sekertaris CEO utama.
"Aku turun dulu ya, Mas."
"Iya." Sebelum Zahra turun, Andre pun mencium kening sang istri. Zahra hanya tersenyum lalu ia mencium punggung tangan suaminya.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam."
Zahra pun turun, Andre membuka jendela mobil agar bisa melihat Zahra. Lalu ia melambaikan tangan. "Aku pergi ya,"
"Iya hati-hati."
"Siap." Andre pun langsung tancap gas menuju kantornya. Anna yang memang dari tadi menunggu Zahra di luar kantor melihat dengan jelas apa yang ada di depan mata.
Ia pun segera menghampiri Zahra. "Tumben, di anterin?" tanya Anna kepo.
"Yups, lagi kepengen aja," jawab Zahra tersenyum.
"Aku seneng kalian seperti ini. Aku harap kamu dan Kak Andre bisa semakin harmonis."
"Aaamiin."
"Ayo masuk." Ajak Zahra
"Ayo." Mereka berdua pun langsung masuk ke dalam kantor.
Sedangkan di perusahaan yang berbeda. Andre yang baru turun dari mobil langsung pergi kantornya namun di cegat oleh Agus, papanya sekaligus pemilik perusahaan.
"Kenapa telat?" tanya Agus datar.
"Maaf, Pa. Tadi masih nganter Zahra dulu ke tempat kerjanya,"
"Lain kali jangan di ulangi lagi. Walaupun kamu anak pemilik perusahaan, tapi jangan buat kebiasaan sering bolos kerja dan telat kerja. Papa gak suka,"
"Iya, Pa. Maaf. Aku ke ruanganku dulu,"
"Hm."
Untung saat Agus menegur Andre suasana sepi karena semuanya sibuk kerja hingga tak ada yang mendengarnya. Sejujurnya Agus ingin Andre seperti dulu, yang rajin kerja tak seperti sekarang. Suka telat, suka bolos dan suka pulang lebih awal. Membuat ia geram tapi ia berusaha untuk menahannya karena ia masih ingin mencari tau apa yang membuat anaknya berubah seperti ini karena sebagai laki-laki, ia merasa Andre sedang ada main dengan wanita lain.
Agus pun segera pergi setelah menegur Andre, karena ia masih ada urusan lain yang harus ia kerjakan.
Baru aja Andre duduk, ia langsung mendapatkan tamu yang tak lain Sofyan.
"Dre aku gak nyangka kamu bener-bener bajingan," hardik Sofyan geram. Untung pintu sudah ia tutup dan ruangan itu kedap suara hingga teriakannya tak akan terdengar keluar.
Ia emang sudah menunggu Andre sejak tadi pagi. Sayangnya Andre datang telat, dan tadi saat ia ingin nyamperin, ia malah keduluan Agus, Papanya Andre. Sehingga ia terpaksa menunggu Andre masuk ke dalam ruangannya, dan barulah ia langsung mengikutinya dan masuk ke ruangan itu tanpa mengetok pintu lebih dulu. Ia tau ini di kantor, tapi ia sudah geram dan tak bisa menahan rasa kesalnya lagi.
"Kamu apa-apaan sih, datang-datang bilang aku bajingan." Andre tak terima dengan apa yang di ucapkan oleh sahabatnya itu.
"Aku sudah tau rahasia kamu, aku tau kalau kamu sudah menikahi Alana. Beberapa hari setelah kamu dan Zahra menikah. Bahkan kamu menghabiskan waktu kamu lebih banyak di rumah Alana. Kamu mengabaikan Zahra, Dre. Kamu menyakiti Zahra, kamu juga sudah tega mendholimi Zahra, Dre. Jika kamu memang tak mencintainya, lebih baik kamu lepas Zahra agar ia bisa mencari kebahagiaan di luar sana dan menikah dengan laki-laki yang memang pantas untuknya. Bukan seperti kamu, laki-laki brengsek yang tak punya hati nurani.
Sekarang aku tau, kenapa kamu sering bolos kerja dan pulang lebih awal. Karena kamu harus pulang ke rumah Alana kan dulu kan?
Bahkan kamu juga pergi honeymoon ke Bali bareng Alana tanpa memikirkan perasaan Zahra, Dre. Kamu juga tega membawa Alana pulang ke rumah Zahra saat Zahra harus pergi keluar kota karena pekerjaan. Sungguh Dre, kamu bener-bener brengsek. Aku pastikan kelak kamu akan menyesal Dre.
Aku gak akan bilang ke siapapun tentang ini. Tapi saat kamu dalam keadaaan terpuruk. Ingatlah! aku orang pertama yang akan menertawakan keterpurukanmu itu, kebodohanmu yang tega menyianyiakan istri sebaik Zahra
Dan yah, buka hp mu, karena aku tak mau Alana terus menerorku dan menanyakan kamu ada di mana." Sofyan langsung pergi gitu aja tanpa memberikan kesempatan buat Andre bicara.
Sejujurnya ingin rasanya ia memukul Andre, memberikan ia pelajaran. Namun ia sadar, ia gak boleh emosi. Karena bagaimanapun ia masih ada di tempat kerja.
Sofyan merasa marah karena Zahra, yang sudah ia anggap seperti adiknya sama seperti Anna di permainkan seperti ini. Ingin rasanya ia membongkar semua rahasia Andre di depan Zahra. Namun sebagai orang luar, ia berusaha untuk menahannya sebisa dia, semampu dia. Ia akan memberikan kesempatan buat Andre untuk berfikir mana yang pantas untuk ia pertahankan dan mana yang harus ia buang.
Sebenarnya Sofyan sudah lama curiga, namun tiba-tiba saja tadi dini hari, Alana menelfonnya dan menangis-nangis. Awalnya ia bingung kenapa Alana seperti itu, setelah ia menanyakan barulah Alana menceritakan semuanya. Entah bagaimana Alana mempunyai nomer dirinya. Walaupun Alana dan Sofyan saling kenal, namun Sofyan sudah lama tak menyimpan nomernya.
Dan setelah Alana bercerita, Sofyan langsung merasa kesal, geram, marah dan benci pengecut yang hanya bisa memainkan perasaan perempuan.
Sedangkan Andre yang mendapatkan caci maki seperti itu merasa shok. Ia tak menyangka kalau Sofyan sudah tau semuanya.
Ia pun langsung mengambil Hp dan mengaktifkannya. Dan setelah itu banyak pesan yang masuk ke dalam hpnya. 90 persen adalah chat dari Alana semua.
Dan saat ia membaca salah satu pesannya, ia pun merasa shok. Saat itu juga ia langsung pergi lagi dan bergegas menuju rumah Alana tanpa menghiraukan karyawan yang lain yang melihat Andre lari bak di kejar setan.
Kira-kira apakah isi pesan tersebut?