"Mas, aku pengen honeymoon," kata Alana manja. Dia kini ada di pelukan sang suami setelah mereka melakukan hubungan badan untuk keduakalinya.
"Honeymoon, kemana?" tanya Andre sambil membelai rambut sang istri dengan lembut.
"Gak usah ke luar negeri. Kita cukup honeymoon keluar kota aja gimana? Ke Bali misalnya," jawabnya sambil menatap wajah sang suami yang begitu mempesona.
"Boleh, besok pagi kita berangkat. Tapi kamu beneran sudah sembuh kan? Kalau masih sakit mending kita tunda dulu,"
"Aku sudah sembuh, Mas. Selama mas berada di samping aku, aku pasti baik-baik saja."
"Iya sudah, besok kita honeymoon ke Bali seperti yang kamu mau. Kita honeymoon seminggu ya,"
"Seminggu? Tapi mas kan izin ke Zahra cuma tiga hari. Apa gak papa jika Mas gak pulang selama seminggu?" tanya Alana.
"Gak papa sayang, dia pasti ngerti kok,"
"Terus gimana dengan pekerjaan Mas? Apa papa gak marah jika mas cuti terus?"
"Enggak mungkin marah dong sayang. Aku kan kerja bukan ke orang tapi di perusahaan papaku sendiri. Lagian juga papa dan mama taunya aku cuti karena pernikahanku sama Zahra. Mereka tak mungkin tau kalau aku sama kamu mau honeymoon. Nanti aku juga akan minta bantuan Zahra untuk memberikan penjelasan sama papa kalau tiba-tiba mama atau papaku nelfon Zahra."
"Baiklah, Mas. Aku percaya kamu bisa atur semuanya."
Mereka pun terus mengobrol hingga tak sadar keduanya ketiduran karena memang jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi.
Di saat mereka baru tertidur, di rumah yang berbeda. Zahra malah baru bangun dari tidurnya. Baginya tidur 3 jam sudah lebih dari kata cukup. Ia segera mandi, sholat malam lalu berdoa. Terakhir ia berdzikir dan membaca Alqur'an sambil menunggu adzan shubuh tiba.
Setelah adzan Shubuh terdengar, ia pun menghentikan baca Al-Qur'annya. Ia lalu duduk diam sambil menjawab adzan.
Selesai adzan, ia langsung sholat qobliyah shubuh, lalu lanjut sholat shubuh.
Selesai sholat, Zahra pun membersihkan rumah, mencuci baju dan menjemurnya. Lalu lanjut nyapu dan ngepel. Terakhir, ia memasak untuk dirinya sendiri. Sambil nunggu masak, ia pun mengambil Hpnya di dalam kamar, ternyata ada chat masuk dari Reyhan, Andre suaminya, mama mertuanya dan Uminya.
Reyhan
[Assalamualaikum, sudah bangun?]
Andre
[Assalamualaikum, Za. Aku kayaknya seminggu gak pulang. Gak papakan? Tolong jika abah, umi, mama dan papa nanya. Kamu kasih alasan apa gitu, jangan bilang kalau aku gak pulang ke rumah. Iya sudah gitu aja]
Mama mertua
[Assalamualaikum menantu mama? Gimana, betah di rumah barunya? Reyhan gak bikin ulah kan? Dia gak cuekin menantu mama kan? Kalau Reyhan nyakitin kamu, bilang sama mama ya. Biar mama yang kasih pelajaran sama itu anak. Jangan menutup-nutupi kejelekan suamimu. Nanti kalau di biarkan malah makin semena-mena sama kamu.]
Umi Hilda
[Assalamualaikum Neng. Lagi apa? Sudah bangun? Jangan lupa masak, kasihan suamimu. Harus bangun lebih awal dari suamimu ya Neng. Belajar jadi istri sholehah]
Zahra yang membaca empat pesan tersebut pun, hanya bisa menghela nafas. Sambil goreng ikan, ia pun membalas pesan mereka semua. Untung kemarin saat belanja, Zahra belanja cukup banyak jadi untuk saat ini ia gak perlu belanja lagi dan tinggal masak aja.
Mas Reyhan
[Waalaikumsalam. Aku udah bangun, Mas. Ini lagi masak.]
Mas Andre
[Waalaikumsalam. Iya, Mas. Gak papa]
Mama Mertua
[Waalaikumsalam. Alhamdulillah, Zahra betah, Ma. Dan Mas Andre pun juga memperlakukan Zahra dengan sangat baik. Jadi mama jangan khawatir.]
Umi Hilda
[Waalaikumsalam, Umi. Iya Umi, InsyaAllah Neng akan terus belajar menjadi istri sholehah. Maaf baru bales soalnya Neng lagi sibuk bersih-bersih rumah sedari tadi dan sekarang Neng juga lagi masak]
Setelah membalas pesan uminya, Zahra pun mengangkat ikan ke dalam piring. Lalu ia lanjut membuat sambal dan sayur sop.
Sambil nunggu sayur sop matang, ia pun memegang Hp nya lagi.
Ia mendapatkan pesan dari Reyhan lagi.
[Wah ... kayaknya enak tuh. Bolehlah bagi-bagi hehe]
[Iya, nanti aku bawakan]
Setelah itu, Zahra menaruh hp nya lagi dan mengangkat sop dan menaruhnya di baskom. Lalu ia pun menata semuanya di atas meja.
Menatap makanan tersebut, entah kenapa Zahra kehilangan selera makan. Dulu saat ia tinggal bersama kedua orangtuanya, maka setiap pagi, wajib sarapan pagi bersama. Dan dari kecil Zahra selalu makan di temani kedua orangtuanya. Tapi kini setelah menikah, seharusnya ia sarapan pagi di temani suaminya, tapi suaminya malah tak mau pulang selama seminggu ke depan. Yang katanya tiga hari, malah nambah menjadi seminggu.
Zahra harus buat apa, membantahnya pun percuma, yang ada malah bertengkar dan itu malah membuat suasana makin mencekam dan menegangkan. Lebih baik ia mengalah saja dan membiarkan suaminya melakukan apa yang ia suka. Karena tak selera makan, akhirnya ia pun membungkus makanan tersebut menjadi tiga, untuk dirinya, Reyhan dan juga Anna, sahabatnya.
Setelah selesai membungkusnya, ia pun segera mandi untuk siap-siap berangkat kerja.
Di tempat yang berbeda, suami istri juga lagi bersiap-siap, bukan pergi ke tempat kerja. Melainkan untuk berbulan madu ke Bali. Ya, Alana seperti mulai mengabaikan perasaan Zahra dan hanya memikirkan diri sendiri. Rasa ego mulai merasuki dirinya. Ia tak sadar bahwa dirinya hanya istri kedua dan sudah membuat sang suami tak berlaku secara adil. Bukannya mengingatkan agar bisa memperlakukan Zahra dengan baik. Ia malah bahagia saat tau hanya dirinya yang di perioritas.
Sedangkan Zahra yang sudah selesai bersiap-siap, ia segera pergi, tak lupa ia membawa 3 bekal sekaligus. Namun saat ia keluar rumah dan mengunci pintunya, tiba-tiba seseorang ada di hadapannya.
"Assalamualaikum," sapanya dengan ramah.
"Waalaikumsalam. Maaf ada apa ya?" tanya Zahra heran.
"Saya cuma mau mengantar mobil ini."
"Mobil? Tapi saya gak pesen mobil." Zahra bingung, bagaimana mungkin ada mobil mewah di depan rumahnya bahkan dirinya tak pernah memesan mobil. Lagian dari mana ia punya uang buat pesan mobil. Mobil yang sering ia pakai dulu, di pakai oleh kedua orangtuanya, dan tak mungkin Zahra mengambil mobil tersebut dari mereka.
"Ini dari Tuan Reyhan."
"Mas Reyhan?" ulang Zahra.
"Iya, Non." sahut laki-laki itu.
Zahra pun langsung menelfon Reyhan, hanya deringan kedua. Reyhan pun langsung mengangkatnya.
"Assalamualaikum, Za." Sapa Reyhan lebih dulu.
"Waalaikumsalam, Mas. Aku mau nanya, ini ada yang antar mobil katanya dari Mas Reyhan. Apa bener?" tanya Zahra.
"Iya. Itu mobil kantor buat kamu. Sebagai asisten CEO, kamu berhak mendapatkan fasilitas dari kantor termasuk mobil. Jadi tolong di terima ya,"
"Tapi Mas, aku gak enak sama yang lain."
"Ngapain gak enak, Za. Sebelum kamu juga ada Pak Didit dan dia pun mendapatkan fasilitas mobil, malah bukan hanya mobil tapi juga rumah. Soalnya juga kan pekerjaan asisten itu sama banyaknya dengan CEO. Bahkan pekerjaan kamu berkali-kali lipat di banding karyawan yang lain. Jadi sudah selayaknya kamu mendapatkan fasilitas yang sama."
"Baiklah, Mas. Jika memang seperti itu. Aku terima mobilnya. Makasih ya, Mas."
"Iya, Za. Kamu hati-hati ya mengendarai mobilnya."
"Iya, Mas. Aku udahin dulu ya, soalnya aku udah mau berangkat kerja nih."
"Iya, Za. Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam."
Setelah itu Zahra pun menutup teleponnya. Lalu ia menerima kunci mobil dari pria tersebut.
"Makasih ya, Pak."
"Sama-sama, Non. Dan ini surat-suratnya ya. Tolong di terima." Laki-laki itupun memberikan surat-surat mobil kepada Zahra. Zahra pun menerimanya dengan senang hati.
"Iya, Pak. Sekali terimakasih."
"Iya, non."
Lalu setelah itu laki-laki itu pun pergi, ia menghampiri temannya yang menunggu di luar.
Zahra yang mendapatkan mobil tersebut pun merasa bahagia. Baru satu hari ia bekerja, tapi ia sudah mendapatkan mobil mewah seperti ini. Bagaimana jika berbulan-bulan apalagi bertahun-tahun, mungkin bisa lebih dari ini.
Gajian nanti, ia juga bisa memberikan seperempat gajinya untuk kedua orang tuanya. Seperempatnya lagi akan ia sedekahkan.. Sedangkan setengahnya akan ia manfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.
Dengan semangat, ia memasukkan surat-suratnya ke dalam tas. Lalu ia masuk ke dalam mobil, sedangkan tiga bekal yang ia bawa, ia taruh di kursi sebelahnya.
Dengan mengucap basmallah, Zahra pun mulai berangkat ke kantor dengam mobil barunya.