Lalu apa apaan dia ini, menanggung biaya nya? Darimana dia akan mendapatkan uangnya, cih ini akan tambah merepotkan. "Haru, tenanglah dulu, jangan bergerak." Aku menyadari sesuatu. AI itu sudah dibutakan sehingga dia hanya bereaksi pada suara, dengan kata lain, dia hanya akan menyerang sesuatu yang bersuara, tentu saja yang disekitarnya saja.
Satu satu nya cara untuk melumpuhkan AI adalah dengan menggunakan senjata mesin bertenaga listrik. Namun aku hanya memiliki senjata api saja, peluru yang digunakan hanya akan merusaknya, bukan melumpuhkan nya. "Jauhkan wanita mu dari sana, Akiyama." Suara ini, Kapten. Aku segera menarik tangan Haru dengan cepat dan melompat menuju gedung sebelah yang jaraknya tak terlalu jauh sehingga kami selamat meski pun aku mendapatkan luka lecet, namun luka ini bukan apa apa. Dan ketika aku berdiri, aku melihat Haru yang sepertinya ketakutan, para AI memiliki rasa takut akan aliran listrik seperti yang sedang kapten sengatkan pada AI tadi.
Sebelum Haru kehilangan dirinya, aku menutup mata nya dengan menggunakan tangan kanan ku dan meniup pelan telinga nya, "Tenanglah, Kita menjauh oke?" Kaki nya yang cukup gementaran itu kini melangkah perlahan. Hah, Haru memiliki kebiasaan yang membuatku cukup khawatir terutama karena dirinya yang ceroboh. Sweater yang ia pakai ini adalah baju pertama nya, sehingga dia selalu memakainya ketika di rumah, tanpa memakai bawahan terkecuali celana dalam putihnya.
Dan yang kutakutkan adalah Haru lupa memakai Rok atau celana ketika dalam keadaan genting seperti sekarang, sehingga lihatlah, dia sekarang setengah telanjang, hanya bagian atasnya yang tertutupi, untung saja Sweaternya sampai di paha sehingga yang terlihat hanyalah sedikit dari paha nya, itu cukup aman. Sudahlah, kita lupakan penampilan Haru, aku akan menegurnya nanti.
Yang penting, sekarang adalah para AI yang sudah dilumpuhkan, maksudku adalah nasib mereka. Sepertinya atasan akan mengembalikan para AI itu pada majikan mereka, tentu bukan sekarang. Namun ketika keadaan nya sudah membaik, para AI ini akan diosolasi terlebih dahulu supaya semuanya aman. Siapa tau kalau data mereka masih dikendalikan karena memang senjata canggih yang membuat mereka dapat dikalahkan hanya membuat mereka tak sadarkan diri, bukan mereset data.
Sehingga dengan begitu, kemungkinan mereka akan kembali mengamuk adalah 97% begitulah menurut analisa dari Haru. "Haru, ayo." Aku mengajak Haru untuk turun dari gedung ini, pada akhirnya aku dan Haru sama sekali tidak berguna karena memang seorang Sniper hanya bisa menghancurkan dan membunuh bukan melumpuhkan lawan tangguh seperti AI AI yang lepas kendali tadi. "Akiyama, maaf karena sudah mengganggu waktu istirahatmu, selanjutnya kami akan membawa para AI ini ke tempat isolasi, terimakasih atas kerja sama nya." Kapten.. Dasar, apa gunanya berterimakasih pada diriku yang hanya diam ini. "Tak apa, kapten, aku hanya berdiam diri dan tak bisa melawan AI yang jumlahnya hanya 1, selebihnya para striker lah yang menyerang mereka." Ujarku.
Striker adalah julukan bagi pasukan yang menyerang di garis depan. Omong omong kapten adalah Mage. Penyihir, bukan penyihir yang menggunakan kekuatan spiritual seperti di anime anime, namun kapten menggunakan alat bantu yang membuatnya dapat mengeluarkan energi listrik, yup, sarung tangan bernama Electro itu adalah senjata mematikan, 1 dari 7 senjata mematikan yang ada di militer kami.
Senjata api bernama Wind-Sniper adalah senjata sniper terkuat yang mana senjata itu masih berada di aula larangan. Sehingga aku tak bisa menggunakan nya, untuk mendapatkan senjata Wind-Sniper itu, setidaknya aku harus memiliki pangkat Sniper terbaik dengan akurasi yang paling baik. Saat ini, akurasi ku masih dibawah rata rata sehingga aku tak bisa membidik lawan yang berlari. Berbeda dengan beberapa sniper lain yang sangat mahir.
Setelah ini, aku memutuskan untuk kembali pulang dengan berjalan kaki karena sebelumnya aku terlalu tergesa gesa sehingga melupakan mobilku sendiri. "Master, Haru baru menyadarinya."
Menyadari? Menyadari apa? Itulah yang kutanyakan padanya. Lantas Haru segera menarik ujung bawah dari sweaternya, sehingga paha bagian depan tertutupi sementara bagian belakang malah semakin terbuka sampai memperlihatkan sedikit dari benda sakral berwarna putih itu. Sekarang aku mengerti apa yang disadarinya, salah sendiri, aku tak bisa menolongnya, tidak mungkin kalau aku harus melepas celana panjangku untuk diberikan padanya.
Namun untuk melindunginya dari tatapan mesum para sampah, aku berjalan di belakangnya. Lalu apa lagi sekarang, kami bingung, ketika kami sampai di depan rumah yang sederhana ini. Sederhana, tingkat sederhana di zaman sekarang sangat berbeda dengan zaman dulu.
Rumah sederhana di zaman sekarang setara dengan rumah paling mewah di tahun 2020-an dulu. Aku tak tau sebenarnya bagaimana penampilan rumah di zaman itu, aku hanya mendengar cerita dari kakek ku yang mana waktu itu pun kakek baru berusia beberapa tahun. Aku masuk kedalam rumahku dan duduk di sofa, begitu pula dengan Haru yang ikut duduk dengan penampilan yang masih sama.
Aku sangat ingin mengatakan kalau jika dia terus berpenampilan seperti itu maka aku akan lepas kendali, namun sebagai pria, tak mungkin kan aku mengatakan hal paling memalukan itu. "Hah, entahlah, tapi rasanya ini sangat membosankan, bukan begitu, Haru?" Aku mencoba memecahkan keheningan. Haru menjawab ucapan ku dengan wajah yang masih memerah, tentu saja dia merasa malu karena ulahnya sendiri yang malah memamerkan bagian berharga di tubuhnya.
Aku menyalakan televisi dan melihat siaran tentang penyerangan AI yang mendadak itu. Mereka semua sependapat kalau sang peretas menginginkan kehancuran dunia ini. Namun aku hanya berpaku pada 1 teori, tepat, mereka sengaja memancing Haru ke tempat itu dan berniat untuk mengambilnya.
Untungnya aku berhasil pulang dengan selamat. Jika memang teori ku ini salah, itu berarti keinginan sang peretas bukanlah Haru melainkan keinginan busuk lain nya. Karena menurutku tak mungkin ada manusia yang menginginkan dunia ini hancur sementara dia juga tinggal di dunia ini. "Master, biar Haru buatkan teh."
"Ah, terimakasih, Haru." Aku kembali membaca artikel yang ada di berita online ini. AI pemusnah juga hampir diretas ya, jika saja AI yang berbahaya itu berhasil jatuh ke tangan orang yang salah, maka sudah berakhir kita semua, AI pemusnah adalah AI tempur yang digunakan ketika terdesak, AI itu takkan memandang kawan atau lawan, yang ia inginkan adalah menghabisi semuanya. Jadi tanpa diretaspun, AI ini sudah berbahaya. "Maaf menunggu, Master." Ketika dia meletakan gelas berisi teh itu, tubuhnya tiba tiba hendak tersungkur ke depan, namun dengan cepat aku menangkapnya.
"Haru, kau oke?" Cemasku. Tidak biasanya Haru mengalami gejala aneh seperti ini. "Haru baik baik saja, Master, hanya sedikit kelelahan." Kelelahan.. Ya, apakah aku terlalu memaksanya untuk melakukan pekerjaan? Aku menuntun nya untuk duduk di sofa dan menenangkan pikiran. Bagaimana pun, Haru sudah seperti seorang kekasih bagi ku. Aku yang tak pernah merasakan berpacaran, kini bahkan selalu tidur bersama seorang gadis cantik seperti Haru.
Dilihat dari mana pun, Haru tidak cocok menjadi seorang pelayan, tidak cocok menjadi seorang petarung, dia hanya cocok menjadi gadis seperti gadis gadis umumnya yang membutuhkan rasa kasih sayang. Karena itulah aku tak pernah memperlakukan nya seperti seorang budak, mungkin Hati ku sudah luluh karena ketulusan Haru. Untuk membalas ketulusan nya, sebagai seorang pria dan seorang tuan yang baik, aku akan melindungi, mengajarkan, mencintai, serta menyayangi nya, menyayangi Haru.
Bersambung
(Note : Untuk bab ini masih pengenalan, jadi alurnya masih datar, tentu saja kedepan nya akan ada hal menarik! Terus nantikan lanjutan nya! <3)