"Ha ha ha. Tidak ada," tawa Fei Long. "Hanya saja, kau kan sudah kuberitahu kalau Ginnan itu sebetulnya anak kandung ibu angkatku."
"Soal itu—iya."
"Dia adalah pewaris yang sesungguhnya, Sayang. Apa menurutmu itu hal kecil?"
"Ck, iya. Tapi apa hubungannya?" kata Veer dengan alis berkerut-kerut. "Lagipula Miss Rocress tidak pernah ada di sisinya. Sekonglomerat apapun dia. Memang itu akan berefek ke Ginnan?"
"Menurutmu?"
"Yang pasti sepupuku sedang kesulitan sekarang," dengus Veer. "Dan itu tak akan mengubah apapun."
Kali ini, gantian Fei Long yang menghela nafas panjang. Kalau sudah begini, Veer pasti tak bisa didebat samasekali. Kekasihnya itu memang keras kepala, dan Fei Long lebih tahu bagaimana cara mengendalikannya setelah ada di posisi pasangan.
"Baiklah tunggu sebentar," kata Fei Long. Dia pun beranjak dan menepuk pucuk kepala Veer. "Aku akan mengambil ponsel terlebih dahulu."
"Untuk?"
"Akan kutunjukkan sesuatu padamu."
Fei Long tersenyum menyeringai saat itu. Hal yang membuat Veer makin bingung, hingga sang kekasih kembali dengan sebuah foto di layar ponsel.
"Ini siapa?" tanya Veer penasaran. Dia memandangi gambar lawas itu dan mengecek si pengirim sekilas. Oh, Rocress. Tapi Veer pikir wanita itu tidak pernah mengadopsi bocah semasa mudanya. Hanya Fei Long, ditambah 6 lelaki lain yang kini menjadi saudara tirinya. Itu pun saat mereka semua sudah dewasa.
"Sebelum kujawab, coba fokus ke rambut pirangnya," kata Fei Long. Dia menunjuk kepala bocah lelaki itu. Di sana, dia tengah bermain bersama seekor anjing, tersenyum manis, dan Rocress berdiri di sebelahnya untuk menemani. "Lalu pemandangan di belakang mereka. Itu adalah mansion milik si bocah. Miss Rocress ada di sana sebagai kolega kerja ayahnya."
"Oh…" Veer pun berpikir sejenak. "Tapi Miss Rocress terlihat senang sekali. Apa hubungan mereka juga dekat?"
"Benar," kata Fei Long. "Dia sedang memenuhi undangan ulang tahun bocah tadi waktu itu."
Tatapan mata Veer kini melembut. "Dia pasti bocah yang diberkati," katanya. "Lalu, kenapa kau menunjukkanku foto ini?"
Fei Long mengambil ponselnya kembali. "Nanti kujelaskan setelah kutunjukkan satu foto lagi," katanya. "Sekarang lihat."
Kali ini, diam-diam jantung Veer berdebar begitu keras. Sebab foto yang sekarang sungguh berbeda daripada sebelumnya. Memang, orang-orang di dalamnya masih sama. Namun si bocah kini sudah menjelma menjadi pria seumurannya, sementara Rocress duduk di sebelah untuk memainkan grand piano bersama.
Mereka terlihat begitu dekat. Bahkan mungkin, sudah seperti ibu dan anak sendiri.
Kening Veer langsung berkerut begitu dalam saat menyadari sesuatu.
DEG
"Tunggu dulu—" Veer mendekatkan layar ponsel itu karena sempat begitu ragu. "Fei, kenapa dengan mata kanannya?"
Veer dan Fei Long kini bertatapan lurus.
"Pertanyaan yang bagus sekali…" ujar Fei Long.
Veer menjilat bibirnya sendiri karena mendadak bersemangat. "Aku hanya sedikit bingung. Tapi dia benar-benar punya dua warna mata kan?"
"Hm."
"Kupikir tadi hanya imajinasiku," kata Veer. Dia samasekali tak berkedip saat memandangi foto kembali. "Dan dia punya bekas luka. Apa karena kecelakaan?"
"Singkatnya memang begitu," kata Fei Long. "Dia dioperasi di Singapura setelahnya."
"Oh…" gumam Veer. "Untung dia tampan sekali. Kalau tidak—eh?"
Fei Long merebut ponsel sambil merangkul gemas sang kekasih. "Kalau tidak—apa? Jadi kau suka pria seperti dia? Jika iya, aku akan menghukummu malam ini—hahaha…"
"Ughh—hei, sesak!" protes Veer sambil melepaskan tangan Fei Long dari dadanya. "Aku kan hanya memuji. Tapi bukan berarti aku menyukainya, my god!"
"Siapa tahu kan?" kata Fei Long. Dia mengecup bibir Veer sekilas. "Lagipula cinta pertamamu juga berkulit putih. Bukankah wajar kalau aku waspada?"
Veer pun mendorong muka Fei Long kesal. "Ya, ya. Terserah," katanya. "Daripada menggodaku, kenapa tidak teruskan ceritanya?"
"Haha…"
"Jadi kenapa dengan mereka? Aku benar-benar tidak paham…"
Fei Long menarik Veer agar mereka terebah berdua di ranjang. Mereka miring berhadapan, dan Fei Long tampak puas sang kekasih benar-benar tak peduli pria lain sekarang.
"Namanya Aoki Ken," kata Fei Long. "Atau setidaknya, begitulah setelah nama lahirnya diganti."
"Oh…" desah Veer. "Dia bermarga Jepang? Bukankah tadi rambutnya pirang?"
"Baik, kita lewati saja soal itu," jelas Fei Long. Dibelainya pipi Veer perlahan, hingga lelaki itu nyaman dengan pembicaraan mereka. "Yang pasti, Miss Rocress menganggap dia sangat istimewa. Mungkin, di luar aku dan ke-6 saudara angkatku, justru Aoki yang paling dianggapnya sebagai anak."
Kali ini Veer tertegun. "Begitu," katanya. "Sepertinya aku paham kenapa kau tidak mau terlalu dekat dengan Miss Rocress."
"Ya, karena aku selalu jadi yang ketiga, bahkan mungkin kesekian," kata Fei Long. "Tapi tak masalah. Bagaimana pun Ginnan itu putera kandungnya, dan Aoki adalah pengganti peran Ginnan bahkan sebelum akudiadopsi."
"Tapi, Fei…" gumam Veer. "Kalau hubungan ayah Aoki dan Miss Rocress hanya kolega, berarti mereka tak bisa benar-benar jadi keluarga."
"Benar. Karena itulah aku dan ke-6 saudara tiriku ada," jelas Fei Long. "Meskipun begitu, Aoki tetap menjadi kepercayaan Miss Rocress."
DEG
"Maksudmu?"
"Bukankah kau tahu Ginnan hidup di Jepang selama ini?" kata Fei Long. "Jadi, sejak kecil Aoki pindah ke sana karena permintaan Miss Rocress juga. Mungkin, dia ingin terhubung dengan anaknya lewat Aoki, jadi…"
"…dia meminta Aoki berteman dengan Ginnan," tebak Veer.
Fei Long mencolek hidung sang kekasih. "Jenius," katanya dengan tersenyum. "Walau itu hanya rencana awalnya. Karena yang kutahu, Aoki tidak pernah benar-benar mendekati Ginnan. Mungkin, hanya mengawasinya dari kejauhan. Persis seperti yang Miss Rocress lakukan."
Veer kehilangan kata-kata saat mendengar semua faktanya.
"Jadi, begitulah. Sekarang kau tahu kenapa Ginnan tidak pernah disentuh sembarang orang," kata Fei Long. "Karena jika ini sebuah dongeng, sudah jelas jika dia putera mahkotanya."
DEG
"Y-Ya tuhan…"
Fei Long mendekap sang kekasih meski biasanya Veer menolak jenis sentuhan itu. "Sekarang tenangkan dirimu, mengerti? Lagipula kau bukan orang pertama yang tahu kehidupan Ginnan seperti ini."
"Ugh, baiklah—"
"Bagaimana pun tidak pernah benar-benar ada kejujuran di sekitarnya," sela Fei Long. "Dan harusnya Ginnan sudah terbiasa."
"Aku… tidak bisa membayangkan ada di posisinya."
"Ha ha," tawa Fei Long. "Yang penting, bukankah dia hidup dengan baik sekarang? Sepupumu sudah menjaganya. Tinggal tunggu saja bagaimana hubungan mereka berlanjut."
Veer mendongak dan menatap sang kekasih lembut. "Kau benar," katanya. "Tapi apa kita memang harus sembunyikan fakta ini dari Renji? Kupikir akan bagus jika dia tahu."
"Untuk apa?" kata Fei Long. "Selain kepanikan dan rahasia Miss Rocress sulit terjaga, semuanya sia-sia saja."
Veer pun terbungkam sekali lagi.
"Lagipula, tanpa itu, sepupumu sudah sangat mendewakannya," kata Fei Long. "Jadi tak perlu memikirkan Ginnan akan direndahkan lagi, oke? Mereka pasti baik-baik saja."
"Baiklah."
Sore itu, percakapan mereka memang berakhir. Namun sejak Veer tahu tentang semuanya, gambaran Ginnan dalam pikirannya tak lagi sama. Padahal, saat mereka bicara di Belanda, lelaki itu sempat dia rendahkan ke titik terbawah. Tapi sekarang…
Ginnan, harusnya kau yang menjaga sepupuku.