Keesokan paginya.
Song Tianchen bangun dan melihat kearah kedua putra dan istrinya. Yan Mao mengatakan bahwa dia akan tidur didekat dinding. Anak-anak mereka berada diantara mereka. Tempat tidur kayu ini benar-benar kecil untuk mereka berempat.
Lagipula Si kembar juga sudah besar, jika 3 tahun yang lalu, tempat tidur terasa luas, tapi sekarang jelas berbeda. Song Tianchen bangun dan kedua putranya juga bangun. Begitu keduanya melihat kearah Ayahnya.
Mereka tersenyum cerah. "Ayah... Ayah..."
Song Tianchen tersenyum. "Baiklah, baiklah. Ayo turun, biarkan Daddymu tidur lebih lama lagi. Kedua anak itu menganggukkan kepalanya. Song Tianchen mengendong keduanya dan keluar dari kamar. Ketika Ayah Yan dan Daddy Yan mengobrol di dapur, mereka melihat kearah Song Tianchen dan cucu-cucunya.
Ayah Yan berpura-pura sedih. "Cucuku setelah kedatangan Ayahnya, dia melupakan kakeknya."
Kedua anak itu tertawa, Song Tianchen menurunkan mereka berdua. Kedua anak kurus dan berkulit gelap itu memeluk kaki kakeknya. "Kakek yang baik. Dabao dan Erbao tidak pernah melupakan kakek."
Ayah Yan tertawa. "Kakek tahu, kakek tahu. Sekarang cuci wajah dan gosok gigi kalian. Kita akan sarapan bersama nanti."
Kedua anak itu menganggukkan kepalanya. Mereka pergi ke tempat dimana ada air dan mulai mencuci wajah mereka. Ayah Yan menatap kearah Song Tianchen. "Dimana A-Mao?"
Song Tianchen tersenyum, "Dia masih tertidur, biarkan saja dia tertidur. Dia pasti tidak bisa tidur karena tempat tidur kayu kami terlalu sempit."
Ayah Yan menganggukkan kepalanya. "Kapan kamu akan membangun rumah?"
"Hari ini, Ayah, aku akan pergi ke pasar dan mencari tenaga kerja." Song Tianchen berbicara. Lalu Ayah Yan menyela, "Sekarang musim tanam sudah lewat, biasanya para penduduk mulai menganggur. Lebih baik menggunakan tenaga kerja penduduk desa."
Song Tianchen menganggukkan kepalanya. "Ayah, bisakah kamu mengumpulkan orang-orang untuk membangun rumah?"
Ayah Yan menganggukkan kepalanya. "Tentu, serahkan saja ini kepada ayahmu." Ayah Yan tersenyum bangga, Song Tianchen melihat Ayah mertuanya, dia tidak bisa menahan lucu dihatinya. Orang tua ini sama sekali tidak berubah.
Ayah Yan menatap menantunya. "Rumah seperti apa yang kamu inginkan?"
Song Tianchen berpikir, "Aku akan membangun rumah bata biru. Dan juga memperluas halaman rumah dan membangun tembok. Tapi sebelum itu, aku akan bertanya pada Istri-ku dulu."
Ayah Yan sedikit terkejut. "Kamu ingin membangun rumah bata? Itu akan menghabiskan banyak uang."
Song Tianchen tersenyum, "Selama tinggal di sini nyaman, aku tidak masalah menghabiskan banyak uang."
Ayah Yan menghela napasnya dengan lembut. Putra dan menantunya benar-benar pandai menghamburkan uang. Daddy Yan akhirnnya selesai memasak. Dia menata semua makanan di atas meja.
"Dimana A-Mao?"
"Dia masih tertidur." Song Tianchen tersenyum, Daddy Yan mengerutkan alisnya. "Anak itu, sejak kapan dia menjadi suka bangun telat seperti ini."
Song Tianchen tertawa kecil. "Daddy, biarkan saja dia tidur lebih lama. Tidak perlu mencemaskannya."
Daddy Yan mengerutkan bibirnya. Dia akhirnya tidak bisa berkata-kata. Setelah cucu-cucunya masuk ke dapur. Mereka berdua mengambil tempat didekat Ayahnya. Yan Mao akhirnya bangun dengan tubuh yang sakit.
Tadi malam dia tidak bisa tidur karena anak-anaknya tidur sambil menendangnya. Ketika dia masuk ke dapur, dia menemukan keluarganya sudah berkumpul dimeja makan. Yan Mao merasa sedikit malu.
Song Tianchen tersenyum. "Istri, cuci wajah dan sarapan bersama."
Yan Mao menganggukkan kepalanya. Oh, suaminya benar-benar perhatian. Dia sangat beruntung masuk ke sini.
Yan Mao duduk di samping suaminya, mereka berenam makan dengan tenang. Kedua anak nakal tidak lagi makan seperti orang kelaparan. Mungkin mereka merasa malu dengan Ayah mereka.
Setelah makan, Song Tianchen dan Yan Mao pergi ke depan rumah. Mereka berdua duduk berdampingan. Dabao dan Erbao sedang berlarian di halaman. Song Tianchen memegang tangan Yan Mao.
"Istri..."
Suara magnetis membuat tubuh Yan Mao tanpa sadar menjadi tegang. Sungguh suara sexy seperti ini. Siapa yang bisa menahan diri? Dia sudah berpantang selama 30 tahun, dan masih belum mencicipi adik kecil siapapun.
Song Tianchen menggosok tangan Yan Mao yang tegang. Dia tersenyum. "Istri, aku ingin bertanya, rumah seperti apa yang kamu inginkan?"
Yan Mao menatapnya. "Kamu ingin rumah seperti apa?"
Song Tianchen tersenyum, "Aku ingin membangun beberapa kamar di sayap barat dan timur. Tidak hanya itu, aku juga berniat membangun kamar susun untuk beberapa budak nanti."
Yan Mao tidak berpikir untuk membeli budak, tapi dia punya rencana untuk membuat rumah besar. Yan Mao berpikir sebentar lalu menatap suaminya. "Aku ingin punya halaman di belakang rumah. Aku ingin berkebun anggur."
Song Tianchen mengerutkan alisnya. "Kamu ingin berkebun anggur. Apakah kamu yakin?"
Yan Mao menganggukkan kepalanya. "Aku ingin berkebun anggur."
Suami itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah, aku mengerti. Kalau begitu aku akan membeli banyak tanah di sekitar rumah kita."
Yan Mao merasa senang, dia menganggukkan kepalanya dengan patuh. Song Tianchen melihat betapa semangat Istri kecilnya. Dia mencium dahi Ger itu. Yan Mao memerah.
Ayah Yan dan Daddy Yan memperhatikan mereka, keduanya hanya tersenyum, Ayah Yan pergi bersama dengan Song Tianchen. Mereka pergi ke rumah Kepala Desa. Ketika Kepala Desa mendengar bahwa Song Tianchen dan Ayah Yan pergi ke rumahnya. Dia segera kembali.
"Kepala Desa." Song Tianchen menyambutnya. Kepala Desa tersenyum. "Apakah kalian menunggu lama?"
Song Tianchen menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali. Kami baru saja sampai."
Kepala Desa menatap sosok Song Tianchen, dia merasa bahwa orang ini benar-benar berubah. Dari tempramen, sikap dan tubuhnya. Benar-benar seperti orang lain. Song Tianchen sebelumnya sebenarnya agak kurus dengan tempramen cerita.
Ketika keluarganya emmaksanya untuk pergi ke medan perang, Kepala Desa cukup marah dan sedih. Keluarga Song memiliki banyak tanah, kenapa dia tidak menjual salah satunya. Sedangkan Song Tianchen bekerja keras di kota dan menghasilkan uang, dia harus pergi ke medan perang.
"Anak tertua Song, apa yang kamu butuhkan?"
Kepala Desa juga mendengarkan apa yang terjadi di rumah Song kemarin. Dia tidak mengatakan apapun. Dia menatap sosok Song Tianchen. Pria itu tersenyum. "Kepala Desa, aku ingin membeli tanah di sekitar rumahku."
Kepala Desa mengerutkan alisnya. "Seberapa banyak Yang kamu inginkan?"
"Selain rumah Ger Tong, aku akan membeli semuanya."
Mata Kepala Desa segera melebar. "Membeli semuanya?"
Song Tianchen menganggukkan kepalanya. "Kepala Desa, ada yang salah membeli semuanya?"
Pria itu menggelengkan kepalanya. Dia menatap kearah Song Tianchen. "Di semua tanah itu, banyak yang lahan kering dan tidak bisa digunakan. Apakah kamu yakin untuk membelinya?"
"Ya, istriku memintanya. Jadi aku akan membelinya." Song Tianchen tersenyum. Kepala Desa menghela napasnya dengan lembut, Song Tianchen ini benar-benar sangat menyukai istrinya. Tapi tidak masalah, ini adalah hal yang bagus untuk mereka.
"Kepala Desa, berapa banyak uang yang aku butuhkan untuk membeli tanah?"
"Semuanya adalah lahan kering di bagian perumahanmu. Dan itu semua adalah 10 mu tanah. Apakah kamu yakin membelinya?"
Song Tianchen tersenyum. "Ya, aku akan membelinya."
Kepala Desa menganggukkan kepalanya. "Jika kamu ingin membelinya. Besok pergilah denganku ke yamen. Aku akan membantumu menguruskan tanah itu."
Song Tianchen tersenyum. "Baiklah. Besok aku akan pergi bersama dengan Kepala Desa."