Mata Yin Lianto di penuhi kebencian. Ketika ia melihat putri tirinya yang kini hanya bisa jadi sampah. Berbeda dengan dulu yang membanggakan, hingga semua orang menghormatinya. Tepatnya, tidak ada yang berani memandang dirinya dengan tatapan merendahkan.
"Awalnya aku datang kemari untuk mendapatkan foto ayahku lagi, sepertinya aku tidak perlu melakukannya hari ini!" ucap Lin Yue yang berdiri dari lantai dengan memegang pipinya yang sudah sakit dan perih. Akibat kuatnya tamparan dari Yin Lianto.
Setelah mengatakan kalimat tersebut, Lin Yue memilih pergi dari hadapan ketiganya yang menatap kepergiannya dengan sinis.
"Kita jual saja rumah ini?" ide Yin Anna yang tetiba terpikir harga rumah yang kini di tempati dan menjadi sengketa perusahan.
"Kita lihat perkembangannya dulu! Apakah harganya akan naik atau sebaliknya, jangan gegabah dalam mengambil keputusan."
Yin Anna melihat ke arah Yin Lianto. Apa yang di katakan oleh suami keduanya memang benar. Mereka harus melihat perkembangan selanjutnya, agar bisa mendapatkan ke untungan yang besar.
Ketika Lin Yue pulang ke apertemennya. Shin Han langsung berdiri dari tempat duduknya untuk menyambut kepulangan Lin Yue.
"Kak, pipimu kenapa?" tanya Shin Han cemas, tepatnya emosi membara. Tapi masih di sembunyikan di dalam hati.
"Aku menampar pipiku sendiri! Agar tetap tersadar," alasan Lin Yue.
"Kenapa?" tanya Shin Han yang tidak percaya dengan dahi mengerutnya.
"Supaya tidak ketiduran dalam bis," Lin Yue masih mencari alasan untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi padanya.
"Baiklah, aku percaya sama Kakak!" ucap Shin Han berwajah polos.
"Aku tidak apa-apa! Percayalah," balas Lin Yue yang berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
Tatapan mata Shin Han berkilat-kilat, ia ingin tau. Siapa yang berani memukul wanitanya.
"Benar-benar cari mati denganku!" batin Shin Han.
Lagi-lagi Lee Sung yang malang harus mengerjakan tugas selanjutnya yang tidak pakai acara lama.
"Tuan muda Shin, apa yang sebenarnya terjadi pada anda hingga seperti ini!" gerutu Lee Sung dalam hati.
***
Selesai mandi, Lin Yue menyantap makanan yang di sajikan di atas meja.
"Kamu yang masak?" tanya Lin Yue yang suka dengan masakkan yang sedang ia makan.
"Bukan, aku belum bisa memasak! Tapi suatu hari, aku yakin. Aku bisa memasak lebih enak dari yang ini," ucap Shin Han dengan mata-mata berbinarnya dan di balas dengan senyuman lembut oleh Lin Yue.
"Belajar pelan-pelan, suatu saat kau akan bisa melakukannya!" kata Lin Yue dengan mengacak-acak rambut Shin Han dengan gemas.
Setidaknya, Lin Yue merasa ia tidak terlalu kesepian. Saat ia mati nanti, karena ia sudah mempunyai banyak kenangan terindah dengan Han.
Shin Han memandangi kedua mata almond Lin Yue yang berkabut. Hatinya semakin perih dan perih. Seperti daging di tubuh di iris-iris tipis, kemudian di siram dengan air cuka.
"Kak, aku akan selalu di sisimu. Selamanya bersama denganmu, jangan sedih dan menanggis lagi!" ucap Shin Han yang berpindah tempat duduk.
Dalam pelukkan Shin Han yang hangat. Lin Yue yang selama ini tidak pernah menanggis sejak keluar dari penjara. Untuk pertama kalinya ia menaggis tersedu-sedu seperti ini. pertemuan dirinya dengan ibu kandung yang selama ini tidak menyayanginya membuat perasaan Lin Yue tertekan. Di tambah dengan kejadian barusan, seolah-olah ia adalah orang asing di mata ibunya.
***
Seminggu berlalu sejak kejadian tersebut, Lin Yue menatapi kalender yang sudah menunjukkan tanggal 25 dan berarti ia akan gajian sebentar lagi. Senyuman bahagia menghiasi bibirnya.
"Kenapa melihat kalender terus? Apa ada yang ingin kamu beli?" tanya Lim Er yang satu rekan kerja dengan Lin Yue di dinas kebersihan.
"Ya, aku ingin beli ponsel!" jawab Lin Yue jujur.
Dengan adanya ponsel, ia bisa menghubungi Han. Begitu juga dengan Han yang bisa menghubunginya. Jika salah satu di antara mereka berdua terlambat pulang kerja.
"Benar juga, zaman sekarang sebuah ponsel sangat penting!" ucap Lim Er yang menepuk bahu Lin Yue. Kemudian mengajak Lin Yue untuk duduk bersama-sama menyantap cemilan manis.
"Sebentar lagi musim dingin akan berakhir dan hari raya akan semakin dekat. Apa kau punya rencana untuk pulang kerumah orang tuamu?" tanya Lim Er hati-hati.
Lim Er sunggu heran, gadis seusia Lin Yue mau bekerja di dinas kebersihan dan pencuci piring di restoran. Salah satu yang dapat di simpulkan oleh Lim Er adalah Lin Yue berasal dari kampung yang miskin. Kemudian merantau ke kota untuk mengubah nasib untuk menjadi lebih baik.
"Tidak! aku akan merayakan hari raya di sini! biaya pulang sangat mahal dan sekarang sudah terlambat untuk beli tiket," ujar Lin Yue lirih. Walaupun ia ingin sekali pulang ke desa untuk melihat keandaan bibi Ling. Yang merupakan adik dari ayahnya yang tidak menikah selama ini. karena di anggapada gangguan mental, padahal bibinya hanya mengalami keterbelakangan mental sedikti. Akibat terlalu di siksa sama ibunya dulu.
"Benar juga, beli tiket sekarang pasti sudah naik berlipat-lipat harganya."
Lin Yue hanya menangkapi dengan senyuman atas apa yang di katakan oleh Lim Er barusan.
Waktu menujukkan jam pulang, semua staff dinas kebersihan mulai bersiap-siap pulang. Sedangakan Lin Yue merapikan peralatan yang tidak tertata baik pada tempatnya. Baru ia pulang ke apertemen.
"Selamat pulang Kak," sapa Shin Han dengan senyuman cerianya.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Lin Yue yang curiga. Karena tidak biasanya Han tersenyum-senyum seperti itu.
"Aku beli bubur daging, kebetulan lagi discon besar-besaran. saat aku bagi-bagi brosur di dekat penjual bubur," alasan Shin Han untuk menipu Lin Yue.
"Kalau begitu, aku mandi dulu. Baru kita makan bersama-sama," balas Lin Yue yang mengacak-acak rambut Shin Han.
Seperti biasa, senyuman Lin Yue membuat hati Shin Han pilu. Tanpa sengaja, ia memutar cincin di jari kelingkingnya. Untuk menyakinkan dirinya tidak akan terjerat cinta yang akan membuat hatinya kembali sakit.
Setelah Lin Yue masuk ke dalam kamar mandi, Shin Han langsung menghubungi Lee Sung untuk mencari tahu apa yang di lakukan oleh Lin Yue hari ini, melalui salah satu ponsel mini yang ia pakai.
Lee Sung yang mendengar permintaan bosnya, langsung segera mengerjakan apa yang di perintahkan Shin Han padanya.
Tidak ingin berlama-lama, Shin Han memutuskan panggilan teleponnya menjadi mati total. Untuk mencegah panggilan yang masuk secara mendadak.
Sedangkan Lin Yue yang sudah selesai mandi, di kejutkan oleh dering ponselnya. ia langsung mengangkatnya, karena penasaran dengan nomor penelpon yang tertera di layar ponsel.
"Kak, ini aku," ucap Yin Merry dari balik ponsel.
Lin Yue terdiam sesaat, sembari berpikir kenapa Yin Merry bisa tahu nomor ponselnya.