Dengan sangat terpaksa Senna turun dari mobil dengan perasaan yang terombamg-ambing, bagaimana tidak? Di sana Langit sudah menunggunya, entah apa yang akan di bicarakan Langit.
"Halo Senna" ucap Langit yang wajahnya kembali sumringah dengan kedatangan Senna.
"Eh. I-iyaa, ada apa ya?" jawab Senna dengan gugup, tubuhnya gemetar. Perasaan senang atau sedih berada di dalam hatinya saat ini. Tap, Senna tetaplah manusia biasa yang suasanya hatinya juga lama-lama akan terkontrol kembali.
"Bagaimana acaranya?" tanya Langit sambil memandang wajah Senna lama.
"Sukses" jawab Senna singkat.
"Kenapa handphone mu tidak bisa dihubungi?"
"Em, batrainya habis" Senna mencari alasan seadanya. Dirinya masih berdiri ketika tangan Langit menggapai tangannya dan menariknya untuk duduk dalam sofa yang sama.
Senna yang masih kaget dengan sikap Langit, kembali gugup karena Riko yang sudah selesai dari urusannya menemui mereka diruang tamu.
"Hai, sorry tadi kebelet. Jadi nggak sengaja nyuekin lo" Riko segera menjabat tangan Langit.
"Nggak papa. Thank you sudah ngantar dia dan bantu dia selama disini" ucap Langit sambil mengusap lembut punggung Senna dengan tangan kirinya yang lebar.
"Gue adiknya. Gue ditakdirkan jadi babunya selama gue hidup" jawab Riko cepat. Langit tersenyum tipis.
"Oh ya, bisa minta tolong panggilkan tante Sri didalam? Saya mau pamit sekalian bawa dia ke balik ke hotel. Kasihan ibunya sendirian"
"Bentar, gue panggil dulu" Riko kemudian bergerak menjauh menuju dapur.
"Langit, sejak kapan kamu bisa membawa ku sesuka hatimu? Kita nggak dalam hubungan yang baik-baik saja sekarang. Lagipula aku masih senang disini " Senna menatap sebal kearah Langit.
"Kamu pasti capek" ucap Langit sambil menatap mata Senna dalam.
"Berhenti sok peduli" Senna masih sangat marah dengan sikap Langit. Apa maksudnya dia tiba-tiba datang dan bersikap seperti seorang kekasih. Bahkan sangat protektif. Jika memang Langit menyayanginya, Senna benar-benar tidak mengerti kenapa Langit enggan berkomitmen dengan dirinya.
"Loh, Langit sudah mau nganter Senna pulang ya?" tanya tante Sri dari ujung ruangan. Tante Sri keluar dari dapur sambil membawa berbagai kudapan manis yang pastinya Senna suka.
"Iya tante, terima kasih banyak saya diperbolehkan istirahat sebentar disini" jawab Langit sambil berdiri.
"Ini tante bawain jajan-jajan enak tolong bawakan ke ibumu ya. Tante lama nggak ketemu ibumu. Sampaikan salam tante buat ibumu" Tante Sri memberikan Langit 1 kotak besar berisikan macam-macam kudapan.
"Buat Senna mana?" tanya Senna sambil cemberut. Padahal Senna sudah gede rasa mengira itu untuknya.
"Ini buat kamu" ucap tante Sri sambil memberikan kotak yang lebih kecil pada Senna.
"Wah, aku merasa beda kasta" ucap Senna sambil menerima kotak yang lebih kecil.
"Makasih banyak tante. Nanti saya sampaikan. Tante jaga kesehatan ya. Saya pamit dulu" Langit kemudian mencium tangan tante Sri.
"Senna juga balik dulu. Makasih banyak. Love you so much" ucap Senna sambil mencium pipi tantenya.
"Riko, aku balik dulu. Jangan bandel" ucap Senna kemudian. Riko mengajak Demar dan Keanu untuk mengantarkan Senna kedepan pintu.
"Hati-hati Sen, besok kamu ke Surabaya loh. Salam buat ibumu" ucap tante Sri sebelum kemudian masuk kedalam kamar.
Saat diambang pintu, Riko berbisik pelan pada Senna,
"Lo harus cerita sama gue. Kalau dia masih gantungin lo, gue bakal terbang ke Surabaya buat nonjok dia"
Senna membalas dengan pelukan. Dirinya sungguh beruntung memiliki Riko. "I will miss you" batin Senna haru.
"Minggu depan gue sama Keanu udah di Surabaya. Kalau lo masih di sana, kita bisa kulineran bareng" ucap Demar.
"Oh bagus deh kalau gitu. Nggak sabar ketemu kalian berdua di Surabaya" ucap Senna lembut sambil melepas pelukannya pada Riko.
"Bye, cepetan nembak gebetanmu, sebelum dia keduluan orang lain" ucap Senna sambil mengacak rambut Riko.
Dirinya kemudian berjalan kearah mobil. Langit lebih dulu masuk dan duduk dibalik kemudi. Setelah mobil itu keluar dari pagar, Riko dan Demar kembali masuk untuk melanjutkan PUBG. Keanu masih mematung dipintu depan sampai mobil yang membawa Langit dan Senna menghilang dari pandangannya. Entah mengapa, dirinya ingin segera ke Surabaya dan memastikan Senna baik-baik saja.
"Senna?" kata Langit dengan mengemudi mobil.
"Kenapa?"
Jantung Langit berdegup sangat kencang, hatinya berkata, "Mungkin sekarang waktunya, Langit. Jangan menunda lagi."
"Maaf, tapi bolehkah aku berbicara satu hal? Mungkin ini bisa bersifat penting, bisa juga tidak penting. Tergantung dari jawabanmu" Akhirnya Langit memberanikan diri berbicara kepada Senna, ia juga di sadarkan oleh ucapan Senna kepada Riko sebelum berada di mobil tadi. Langit tidak ingin Senna di miliki orang lain, mendengar itu hatinya merasa tak enak jika hal yang seperti itu benar-benar kejadian.
Mendengar perkataan Langit yang seperti itu tentu membuat Senna juga bingung dan penasaran apa yang akan di bicarakan oleh Langit? Memikirkan itu juga membuat Senna langsung menjawabnya, "Apa itu? Katakan saja!" dengan lantang Senna menjawab.
Apakah penantian Senna selama ini akan sesuai dengan apa yang telah ia pikirkan? Atau kah justru sebaliknya?
"Emmmm...." ucap Langit cuek.
"Katanya mau berbicara? Kok malah berdehem doang? Jadi nggak?" pertanyaan bertubi-tubi dari Senna membuat Langit tertekan, ia harus mengatakannya sekarang juga.
"Aku suka sama kamu, Senna!" ucap Langit pelan, setelah mengatakan itu Langit langsung mengeluarkan napasnya dalam-dalam, sudah seperti menyelesaikan ujian yang sangat berat.
"Hah? Apa? Bisa di ulangi?" Senna terkejut tak percaya, maka dari itu meminta Langit mengulangi perkataannya.
Sebenarnya Senna sudah mendengarkan, tetapi ia ingin memastikannya lagi. Apakah yang di ucapkan Langit benar? Atau Senna salah mendengar?
Langit memberhentikan mobilnya di pinggir jalan. Lalu ia mendekat ke arah telinga Senna, "Aku suka sama kamu, Senna" bisik Langit yang tak mungkin jika Senna tidak mendengarkannya lagi.
"Teruss?" jawab Senna yang mencoba memancing Langit.
"Mau jadi pacar aku? Bahkan calon istri!" teriak Langit lantang, ia tidak mau menerima jawaban dari Senna yang tidak mendengar perkataannya. Dengan lantang dan tegas, hingga Senna sampai terkejut mendengarnya.
Senna menutup hidung dan mulutnya menggunakan tangan kirinya, menandakan ia sangat tak percaya akan hal ini. Moment yang di nantikan selama bertahun-tahun, akhirnya membuahkan hasil. Tidak sia-sia Senna telah menunggu Langit selama ini.
"Kenapa diam aja?" tanya Langit.
Senna mengambil napas lalu membuangnya, "Iya, aku mau!" jawab Senna dengan perasaan senang, dan sangat yakin mengatakan jawaban itu. Kali ini Senna benar-benar Senang, mendapatkan kepastian dari orang yang di cintainya selama ini, "Fiuhhh" batin Senna merasa lega.
"Maaf jika selama ini aku tidak segera mengucapkan ini, aku sangat gugup Senna. Pahamilah, baru sekarang ini aku tersadar bahwa jika cinta patut untuk berani bicara. Maaf!"