Chereads / Penakluk Hati Sulaiman / Chapter 6 - Diam-Diam Ada Rasa

Chapter 6 - Diam-Diam Ada Rasa

"Suapi aku!" seru Ule.

Maryam tidak mendengarnya dia tetap anteng menikmati pesananan makanannya sendiri. Tapi yang namanya Ule seorang play boy berpengalaman tidak mau pasrah begitu saja.

"Besok aku akan sah jadi suamimu! Ayo suapi aku!" titah Ule sambil memegang tangan Maryam dan menggeser kursinya agar bisa berhadap-hadapan.

Maryam celingak celinguk karena malu dilihat orang.

"Sayang, ayo!" untuk yang kedua kalinya Ule menyeru dia supaya menyuapinya.

Ule merengek seperti anak kecil, sejenak Maryam membayangkan jika Ule adalah Fandi yang merengek minta disuapi makan.

"Ini !"

Akhirnya Maryam menyuapi makan Ule sambil saling menatap.

"Le, sepertinya aku sudah jatuh cinta. Bukan hanya tampan tapi bola matamu mampu menyihir hatiku yang sekian lama membeku!" gumam Maryam.

"Ehm, tangan kamu yang sangat halus ini membuat satu suapan makan setara dengan sepiring penuh. Aku sudah kenyang sayang!" Ule menahan tangan Maryam yang hendak menyuapinya lagi sambil mengelus lembut bibirnya.

Maryam segera menepisnya karena dia sadar itu tempat umum, meski semua pengunjung kafetaria tersebut fokus pada kegiatan makannya masing-masing namun

"Oh iya, ngomong-ngomong kamu kenapa tidak mau menemani wanita yang mau melahirkan tadi? Apa karena tidak mau jauh-jauh dari aku atau ada hal-hal yang membuatmu trauma Ule mencoba cari topik pembicaraan yang lain.

" Sembilan tahun silam saat aku mau melahirkan Fandi tiba-tiba ada berita jika suamiku meninggal dunia karena kecelakaan pesawat, kala itu ayah aku lah yang mengazani Fandi dan keesokan harinya aku harus melihat suamiku yang sudah menjadi mayat," jelas Maryam sambil menangis.

"Dan dari sanalah aku mengalami trauma berat tentang banyak hal termasuk menikah," Maryam mempertegas pernyataannya.

Ule mengelus rambut Maryam yang tengah tertunduk dan menangis. Lalu Ule mengangkat kepala dan mengusap air matanya serta menatap mata Maryam seraya berucap.

"Aku akan membuatmu melupakan semua kesedihan yang kau alami!"

Cup

Ule dengan tidak ada rasa malunya mengecup kening dan pipi Maryam di depan banyak pengunjung kafetaria.

"Oh iya, kita harus segera kembali ke ruangan Ibu kamu. Aku nggak enak lo kalau harus terus di sini!" ucap Maryam sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan dia dan bangkit dari tempat duduknya.

"Ayo!" sahut Ule.

"Sebentar aku ke kasir dulu! Kamu pasti nggak punya uang kan untuk bayar makan kita!" Maryam meledek Ule.

Ule mengedikkan kedua bahu dan tangannya karena memang dia menyadari hal itu.

"Untuk biaya pengobatan Ibu kamu juga aku transfer saja ya! Aku males bolak balik ke ruang administrasinya!" cetus Maryam.

"Nih ketikkan no rekeningnya di ponsel aku!"

Setelah Ule mengetikkan nomornya, Maryam mengetikkan pula nominal yang akan dia transfer dan memperlihatkannya ke Ule.

"Ini ya sudah aku transfer sekaligus untuk biaya bengkel motor kamu!" jelasnya.

"Angkanya besar sekali nih, sisanya lumayan banget juga buat tambah-tambah biaya wisudaku," gumam Sulaiman.

***

Dua hari kemudian.

"Bagaimana para saksi sah?"

"Sah!" jawab beberapa orang yang ada di sana tak terkecuali Marina adik Maryam yang sangat tidak rela jika Ule menikah dengan kakaknya.

Untuk yang pertama kalinya Maryam mencium tangan Ule dengan penuh rasa hormat, meski usianya lebih muda namun sebagaj istri Maryam wajib taat dan hormat pada Ule.

"Selamat ya Kak, semoga kalian bahagia dunia dan akhirat!" Marina berjabat tangan dengan Maryam dan berpelukan serta mengucapkan selamat meski di hatinya masih banyak rasa benci yang terpendam.

"Ya Mar, terima kasih ya!" jawab Maryam.

Namun Marina enggan bersalaman dengan Ule, dia langsung angkat kaki ke apartemennya karena tidak mau membayangkan Ule menikmati malam pertama dengan kakaknya sendiri di rumah orang tuanya.

"Bu, Yah! Aku pamit dulu, kebetulan aku masih punya tugas kuliah yang banyak sekali!"

Marina pamit pada kedua orang tuanya tanpa mempedulikan tamu dari keluarga Ule yang ingin bersilaturrahmi dengan keluarga Maryam.

"Nak, apa tidak bisa duduk dulu barang satu atau dua jam lagi untuk kumpul dulu bersama kami?" tanya sang ibu.

"Bu, aku sudah berusaha legowo lelaki yang aku cintai menikah dengan Kak Maryam. Jadi aku mohon hargai aku! Aku butuh waktu untuk melupakan ini semua!"

Jawaban Marina membuat ayah dan ibunya sangat sedih. Kedua orang tuanya tak mampu menahan kepergian anaknya tersebut.

"Bu! Yah! Kami juga pamit. Aku mau mengawali pernikahan di rumah kami," ujar Maryam .

Kedua orang tuanya Maryam semakin sedih, karena baru saja ditinggalkan anak bungsunya sekarang ditambah anak sulungnya yang baru kembali mrnempuh hidup baru setelah sembilan tahun menjanda.

"Fandi jangan ikut Mama dulu! Di sini temani Kakek dan Nenek yah!" bujuk Kedua orang tua Maryam pada Fandi yang terlihat sudah siap ikut pulang dengan Maryam.

Maryam mengambil posisi jongkok supaya bisa sejajar dengan postur tubuh Fandi.

"Sayang, besok Mama ke sini jemput kamu! Sekarang Kakek dan Nenek sangat kangen sama kamu!" bujuk Maryam pada Fandi.

Fandi mengangguk dan memekuk kakek dan neneknya.

"Berangkatlah! Biarkan anakmu bersama kami dulu! Kami sangat kesepian," lirih ayah Maryam melepas kepergian anak perempuannya.

"Yes!"

Hati Ule sangat senang sekali bisa menikmati malam pertama dengan puas tanpa Fandi. Dia pun langsung mengambil kunci yang disimpan dalam tas kecilnya lalu membuka pintu mobil untuk Mayam. Sedangkan Ibu dan Tante Susi pulang diantar oleh supirnya Maryam.

"Sayang, di rumah kamu ada madu kan?" tanya Ule.

"Ada sih, tapi untuk apa?"

"Ya untuk aku minum lah biar aku kuat di malam pertama!"

Ungkapan Ule membuat Maryam salah tingkah lagi, mau senyum tapi dia tahan namun sesuatu yang ada di antara kedua pahanya berdesir panas serasa ada yang berbeda.

Rumah Maryam cukup luas jadi Ule harus ekstra hati-hati dalam memasukinya.Usai mobil dimasukan ke garasi dia beranjak ke gerbang serta semua pintu dan jendela juga dipastikan sudah terkunci.

"Sayang, waktunya eksukusi malam pertama!" seru Ule sambil menggendong Maryam masuk ke dalam kamar.

Tiba di sebuah kamar yang rapi dan sangat harum, Ule kembali menanyakan madu.

"Sayang madunya di mana?" tanya Ule.

"Sebentar aku bawakan!"

Maryam beranjak ke dapur untuk mengambil sebotol madu dan teh hangat.

"Sekalian jaitun sayang!" seru Ule kemudian.

Setelah madu yang diminta Ule ada di hadapannya. Ule langsung meminumnya dua sendok makan.

Satu persatu pakaian Ule dilucuti sampai tersisa hanya kolor boxer saja, Maryam masih malu-malu dan hanya diam.

Aku buka yah!" tawar wisnu.

Kebaya pengantin yang dikenakan oleh Maryam dibuka perlahan dan satu pesatu oleh Ule yang tidak dia sisakan satu helai pun dari tubuhnya.

"Ouh sayang, bentuknya masih bulat sempurna. Aku suka ini! bisik Ule sambil mengoles madu disekeliling dua gundukan dada Maryam lalu memijatnya terlebih dahulu dengan lembut,"

"Kenapa nggak langsung saja sih Le? Aku ini sudah nggak tahan," gumam Maryam sambil menahan rasa nikmatnya dipijat karena gengsi.

Setelah selesai memijat Ule melanjutkan aksinya dengan menjilat, hal tersebut memancing badan Maryam semakin menegang. Kakinya bergerak ke kanan dan ke atas menahan rasa geli dari lidah Ule.

"Pelan-pelan dulu sayang ya, biar nggak tegang!" bisiknya pada telinga Maryam sembari menggigitnya.

"Augh ....!"

Mulut Maryam spontan mengeluarkan perasaannya yang membuat Ule senyum karena bahagia bisa bikin Maryam puas.