"Bu, minggu depan kan aku ulang tahun. Boleh nggak aku rayain di rumah undang teman-teman aku?" tanya Marina pada kedua orang tuanya.
Bu Murni dan Pak Rudi saling bertatapan penuh tanya karena seumur hidup Marina tidak pernah merayakan namanya perayaan ulang tahun berbentuk pesta.
"Konsepnya seperti apa Mar?" tanya Bu Murni.
"Ya pesta lah Bu, layaknya anak muda zaman sekarang. Ada musik dan makanan enak!" jawab Marina santai.
Bu Murni mengetuk-ngetuk pipinya dengan telunjuk, membayangkan semeriah apa pesta yang akan digelar anaknya.
"Maksud kamu, nyanyi dan joged-jigedan lalu mabuk-mabukan?" Bu Murni bertanya kemudian dengan nada tinggi.
"Sejak kapan kamu bergaya hidup seperti itu, kedua anak ibu terutama Kakakmu ibu arahkan untuk tasyakur mengundang anak yatim piatu, ngajak mereka makam bersama sekaligus memberi santunan supaya kita di do'akan hidup kita berkah!"
Marina geram ketika dia terus dibanding-banding drngan Kakaknya.
"Bu, bisa nggak sih untuk tidak membanding-bandingkan aku dengan Kakak! Era aku dan dia beda, lagian aku cuma ijin urusan biaya aku kan kerja aku juga punya uang srndiri. Sudah Bu aku rayakan di apartemen aku saja!"
Sambil berlalu Marina melawan semua yang dinasihatkan oleh kedua orang tuanya, Marina keluar dari ruangan perawatan Pandi dan segera pergi ke kafetaria mencari minuman dingin untuk menghilangkan dahaga sekaligus cari inspirasi.
"Kalau di apartemen apa memungkinkan? Duh gimana ya, caranya supaya aku bisa jebak si Ule biar tidur sama aku?" gumam Marina sambil memandang foto Ule di layar ponselnya yang dia abadikan di akun media sosialnya.
" Ah ..."
Marina mengeluarkan bunyi petikan dari gesekan jari telunjuk dan jempolnya, ekspresi jika dia mendapatkan ide.
"Kafe di bawah apartemen aku itu cukup lah untuk menampung sekitar lima puluh orang undangan, oke aku nggak mau tahu apa pun alasannya si Ule harus datang. Bagusnya sih tanpa Kak Maryam tapi gimana caranya?"
Marina kembali merenung mencari ide supaya pas acaranya nanti Ule datang tanpa Maryam. Kedua tangannya menopang dagu sambil sesekali menyeruput jus alpukat yang dia pesan tadi.
"Sudahlah, aku minta bantuan Helena dan Fikri supaya menyiapkan undangan sekaligus jebakannya!" pikirnya.
Usai menemukan ide, Marina bergegas berangkat ke kos-kosan temannya itu untuk menceritakan rencana yang akan dia laksanakan beberapa hari lagi. Karena Marina punya kelebihan menyetir yang handal dia mampu menerobos kemacetan ibu kota dengan mengambil jalur alternatif.
"Sampai juga," ujar Marina saat mobilnya tepat berada di halaman kos-kosan Helena dan Fikri.
Tok Tok Tok
Marina mengetuk pintu kamar Helena, sudah sampau tiga kali namun tak kunjung dibuka padahal motornya terparkir di depan kamarnya pertanda jika Helena tak ke mana-mana.
Agh
"Cepat semburkan sayang!"
Tak sengaja Marina mendengar desahan dan erangan dari dalam kamar kos-kosan Helena, dia tempelkan telinga ke pintunya untuk meyakinkan suara siapa itu.
"Kurang ajar, si Helena. Siang bolong begini pake ada acara bercinta segala, tapi dengan siapa ya? Setahuku dia tidak punya pacar?" gumam Marina.
Karena penasaran Marina ngerjain Helena dengan meneleponnya, supaya dia merasa tidak merasa terganggu.
Dreeet dreeet
Getaran suara handpone Helena yang dia simpan di samping televisi tak dihiraukan. Mereka tetap fokus pada permainan panas penuh hasrat.
"Ya ampun, udah diketuk pintu, udah di telepon kenapa nggak urung dibuka ini pintu. Ya ampun Helena, cowok kamu itu segagah apa sih?" Marina kesal tapi dia tetap menunggunya karena tidak ada lagi teman yang bisa diajak kerjasama selain dia.
Marina sampai satu jam ketiduran duduk merunduk di motor Helena, dia merasa tanggung jsuh datang ke sana.
Satu jam kemudian.
"Mar ...!"
"Kamu dari kapan di sini?" tanya Helena usai menepuk bahunya.
Marina mengerjapkan matanya pelan, dia baru sadar jika dia ketiduran. Dia langsung mengecek tasnya karena takut ada barang yang hilang.
"Di sini aman Mar, tenang aja isi tas kamu utuh kok!" ujar Helena.
Marina menyapu ke sekitar kos-kosannya, karena sebelum dia tertidur dia mendengsr ada suara lelaki yang berdesah mesra di dalam beserta Helena.
"Kamu cari apa sih Mar, bukankah srmua barangmu masih utuh?"
"Ayo masuk!"
Helena menyeret tangan dan tubuh Marina ke dalam kamarnya sekaligus menyuruh duduk di atas sofa minimalis.
"Kamu duduk dulu, aku ambilkan minum!" seru Helrna.
"Nggak usah aku bawa kok air botol mineral!" Marina menolak.
Marina menolak tawaran Helena drngan mata terus menyapu ke seluruh ruangan, namun kamar Helena sangat rapi sekali. Tak ada sedikit pun Marina mencium jika Helena habis mrlakukan sesuatu.
"Ada apa dengan matamu yang tidak berhenti menyapu ruangan aku?"
Marina diam todak menjawab, dia langsung bicara rencananya pada Helena tentang ulang tahunnya.
"Minggu depan aku mau bikin pesta ulang tahun kecil-kecilan nih di kafe yang ada di apartemenku, aku mau kamu membantuku!" ajak Marina sembari meneguk air botol yang dua telat untuk mengambilnya.
"Hel, kamarmu rapi amat?" Respon Marina saat mengelilingi seluruh isunya.
Helena sudah tahu jika mereka masih punya unek-unek ini tapi Helena memilih diam.
"Kamu tidur sendirian kan?" Marini tanya kemudian.
"Kamu sebenarnya ke sini ada perlu apa sih? nanya muluk dari tadi," Helena balik bertanya.
Marina diam dan mengambil ponselnya lalu menyalakannya.
"Kamu masih ingat drngan cowok ini nggak?" Marina menunjukkan wajah Ule dari ponselnya.
Helena malah tertawa terbahak-bahak lalu meneguk sebotol minuman soda dari kulkas mininya.
"Bukannya ini Kakak ipar kamu? Tepatnya cowok yang tak sempat kamu nikmati!"
"Ya elah kamu masih ingat rupanya, kamu juga sempat godain dia kan?" sahut Marina.
Marina dan Helena sepasang sahabat yang selalu terbuka dalam segala hal termasuk masalah cinta.
"Iya Hel, aku itu penasaran sama ini cowok. Pasalnya aku udah banyak berkorban sama dia tapi dia nggak pernah sekali pun dia menanggapinya. Secara mengejutkan tiba-tiba dia muncul bersama Kakakku dan menikahinya!"
Helena mengernyitkan dahinya, lalu dia menggelenggkan kepala.
"Jadi kamu mau memanfaatkan momen pesta ulang tahun kamu untuk bisa mencuri si Ule itu ke kamar kamu?"
Helena dengan mudahnya menebak pikiran Marina.
"Kamu kok nggak pernah salah tebak pikiran aku sih?"
Helena menepuk bahu Marina dan memeluknya dari belakang sofa lalu berbisik.
"Kamu iri kan sama Kakak kamu, bisa nikmati tubuh sis pack Ule? Nggak kebayang kan gagahnya dia di ranjang?"
Kata-kata Helena semakin menggoda Marina untuk mempercepat acaranya.
"Bagaimana kalau pestanya dimajukan saja? Kakak mu jadi ada alasan menunggu anaknya dan Ule mu itu bisa datang sendiri!"
Lagi-lagi Helena membuat Marina takjub dirinya, ide sang sahabat membuat dia tidak mau menolak sarannya.
"Ide yang sangat bagus sekali!" Marina memetikkan suara dari gesekan jempol dan telunjuknya.
Marina senyum-senyum sendiri sambil memandangi wajah Ule di ponselnya, begitu juga dengan Helena.
"Maafkan aku Mar, aku butuh cuan untuk mempertahankan hidup di kota besar ini. Jadi kamu harus kerja cerdas untuk dapat dollar sekulkas!"