Chereads / Takdir semesta / Chapter 6 - Rasa yang tak harusnya ada

Chapter 6 - Rasa yang tak harusnya ada

Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB.

Terdengar gelak tawa ketiga manusia yang masih sibuk dengan suatu perbincangan hangat layaknya sebuah keluarga pada umumnya, ketiga manusia itu tak lain adalah Hafsah, Hardian dan ibu mereka. Tepat disebuah ruang kecil yang dipenuhi cahaya lampu dengan aneka ragam warna menyilaukan, Iya, saat ini mereka sedang berada di sebuah tempat karaoke didalam mall yang jaraknya tidak cukup jauh dari tempat tinggal mereka.

"Huft cukup cukup! Nanti aku bisa bisa pipis disini." Hardian mencoba mengatur nafasnya. Lelucon yang dibuat hafsah berhasil menggelitik perut hardian dan ibu mereka.

"Ays kau ini anak jorok!" Ibu Hardian memukul pelan kepala anak keduanya.

"His mama! Berhenti memukulku seperti itu! Aku sudah besar sekarang." Celetuk Hardian. Dengan mimik wajah cemberut nya.

"Sudah besar apanya ha? Barusan kau bilang mau pipis dicelana! Dan kau bilang kau sudah besar? Aish kau ini!" Ujar wanita yang merupakan ibu Hafsah dan Hardian, matanya menatap tajam ke arah Hardian yang masih cemberut.

"Hhh cukup cukup!! Ini hari bahagia. Kenapa harus berdebat dihari bahagia ini!" Ujar Hafsah mencoba menengahi perdebatan keduanya. Ia tidak rela jika rencana yang sudah ia siap kan dari beberapa hari yang lalu kacau begitu saja.

"Hei ayolah!! Hardian cepat ambil kue nya!" Bisik Hafsah di telinga adiknya.

Hardian beranjak bangkit dari tempat duduknya. Ia masih mengerucutkan bibirnya pertanda kesal. Pada usia yang sudah dikatakan remaja harusnya hardian tidak lagi diperlakukan seperti anak kecil.

Selang beberapa menit kemudian hardian muncul dengan kue berbentuk bulat di tangan nya.

"Happy birthday to you.. happy birthday to you... Happy birthday... Happy birthday... Happy birthday mama" ujar Hardian di iringi tepuk tangan Hafsah yang kini berdiri disampingnya.

Raut wajah wanita separuh baya itu berubah sendu. Seketika saja perasaannya menghangat, air mata sudah terlebih dahulu jatuh begitu saja melewati kedua pipinya. Rasa syukur tak henti henti nya ia ucapkan atas nikmat hidup yang telah Allah berikan pada keluarga kecilnya.

"Panjang umur ma, sehat selalu,hardian dan kakak sangat sayang mama!" Hardian memeluk erat tubuh wanita yang telah melahirkan nya. Tak mau kalah Hafsah pun ikut merangkul keduanya.

"Terimakasih nak. Maaf mama belum bisa menjadi orang tua terbaik untuk kalian!" Ujar wanita separuh baya itu suaranya terdengar begitu berat.

Ada perasaan haru dihati Hafsah. Meski ia tumbuh dikeluarga dengan ekonomi rendah tapi kehangatan dan keutuhan kasih sayang yang tercipta dikeluarga kecilnya selalu memberikan kekuatan pada nya agar bisa terus bertahan selama ini.

"Ah seandainya papa masih ada. Pasti kebahagiaan hari ini akan terasa begitu lengkap." Ujar Hafsah dalam hati. Dirinya masih memeluk erat tubuh Hardian dan ibunya.

"Ma..ini untuk mama. Semoga mama selalu terlihat bersinar dengan kalung ini, tak banyak yang Hafsah minta dari mama. Hafsah hanya ingin mama selalu sehat dan terus berada di samping Hafsah dan Hardian." Hafsah melepaskan pelukannya. Tangan nya mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru dari dalam saku bajunya. terdapat kalung emas yang berdesign simple tapi tidak menghilangkan kesan mewah pada kalung tersebut.

"Pasti harganya mahal nak. Mama tidak bisa menerima nya." Ujar wanita separuh baya itu. Tangannya kembali memberikan kotak kecil yang merupakan kado dari Hafsah untuk nya.

"Kalung ini tak sebanding dengan semua kasih sayang yang mama berikan untuk Hafsah dan Hardian ma. Bahkan meskipun Hafsah membelikan ratusan kalung seperti ini ke mama. Itu tidak akan mampu membayar semua pengorbanan mama yang telah bersusah payah melahirkan dan membesarkan kami berdua." Ujar Hafsah, manik matanya sudah berderai air mata.

"Terimakasih nak." Wanita separuh baya itu kembali memeluk erat putra putrinya. Hatinya benar-benar merasa bahagia hari ini.

"Maaa.." hardian melepaskan pelukan nya.

Hafsah dan ibunya serentak menghapus air mata yang tersisa di pelupuk mata mereka. Kini keduanya memandang ke arah hardian yang menundukkan kepalanya.

"Maaf Hardian belum bisa memberikan apa apa! Tapi maa kue ini hardian dan kakak sokongan membelinya. Uang Hardian juga ada ma, tidak hanya uang kakak yang membeli kue ini." Celetuk nya yang membuat Hafsah dan ibunya terkekeh geli mendengar penuturan Hardian yang terlalu jujur.

"Sungguh ma! Hardian ikut membantu membeli kue ini." Lanjut nya mencoba terus meyakinkan wanita yang telah melahirkannya

"Baiklah baiklah! Mama ucapkan terimakasih ya nak. Kalian adalah harta paling berharga bagi mama." Ujar wanita separuh baya itu. Tangan nya mengusap halus pucuk kepala Hardian.

"Mama tidak bertanya, hardian mendapatkan uang darimana!"

"Ays kau ini cerewet sekali hardian! Merusak suasana saja!" Ketus Hafsah ia memukul pelan bahu adiknya.

"His mama harus tahu kak! Ma.. Hardian memenangkan pertandingan bola basket disekolah dan Hardian mendapatkan uang dari sana." Ujar Hardian dengan begitu antusias.

"Selamat ya nak. Mama bangga sekali memiliki kalian berdua!" Wanita separuh baya itu kembali memeluk erat kedua anaknya.

Malam terus beranjak, mereka kini telah sampai ditempat tinggal mereka. Perayaan kecil dari kedua putra putrinya benar benar membuat nya ingin terus hidup dan membersamai kedua anak kesayangannya.

******

Hardian memarkirkan sepeda nya di area parkir sekolah. Kini kaki nya melangkah menuju kelasnya. Jam menunjukkan pukul 07.00 WIB, hardian ingat bahwa dirinya belum mengerjakan PR matematika nya padahal jam kedua nanti PR itu harus dikumpulkan.

"Hardian!" Panggil seorang wanita.

Mau tak mau Hardian membalikkan badannya nya, menatap ke arah sumber suara.

"Sedang buru buru kah?" Tanya wanita itu lagi. Langkahnya mendekat ke arah Hardian.

"Em iya chel, maaf ya tapi aku ada urusan mendesak sekarang!" Jawab Hardian mencoba menjelaskan.

"Oke oke baiklah, tapi jam istirahat nanti temani aku ya." Pinta Rachel.

"Kemana?"

"Bolos." Jawab Rachel setengah berbisik di iringi senyum manis diwajahnya.

Hardian melotot ke arah Rachel yang sudah berlalu pergi meninggalkan nya. Ia sedikit kaget dengan pernyataan yang didengarnya barusan. Hardian tidak pernah bolos sekolah seperti kebanyakan anak laki laki seusianya. Iya Hardian sangat menghargai ilmu, baginya ilmu adalah sumber untuk membantunya mencapai impian nya dimasa depan, Hardian sangat menyadari bahwa biaya sekolah nya tidak lah gratis dan kakak nya Hafsah mencari uang hingga larut malam hanya untuk membiayai sekolah nya dan juga kebutuhan sehari-hari karena itulah Hardian berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengecewakan ibu dan juga kakaknya.

Kringggg!!! Bel istirahat berbunyi.

Terlihat segerombolan siswa siswi SMA Nusantara berhamburan keluar dari kelas mereka masing-masing. Hardian melirik arloji di tangan nya, jam menunjukkan pukul 09.00 WIB. Ia bergegas menuju mushola di sekolahnya, Hardian berniat untuk melakukan shalat Dhuha seperti biasanya.

"Hardian tunggu!" Teriak Rachel yang membuat Hardian berbalik menatap nya.

"Kau pasti lupa ya! apa yang ku katakan tadi pagi?" Sambung Rachel, matanya terus menatap ke arah Hardian yang mulai mengalihkan pandangan nya.

"Maaf chel, aku harus melaksanakan shalat Dhuha" jawab Hardian seraya menundukkan kepala, matanya tak berani menatap sosok wanita cantik didepannya.

"Hmm memang nya sepenting itu ya? Wajib kah?"

Hardian mengerutkan keningnya, ia bingung dengan pertanyaan yang diajukan oleh Rachel.

"Kenapa dia bertanya? Apa dia tidak mengetahui shalat Dhuha itu hukumnya sunnah. Aish jangan jangan dia tidak pernah melaksanakan shalat Dhuha!" Ujar Hardian dalam hati, matanya kini menatap penuh tanya kepada Rachel.

"Hhh terserah lah, sana shalat! Aku tunggu disini ya! Jangan lama lama!" Cetus Rachel seraya memposisikan dirinya duduk disebuah bangku kecil didekat mushola.

"Kau tidak shalat?" Tanya Hardian.

"Aku?? Kau menyuruhku shalat? Memangnya boleh?" Rachel balik bertanya.

"Ays kau ini bercanda ya? Memangnya pernah ada larangan shalat! Meskipun hukum shalat dhuha itu sunnah, bukan berarti allah tidak akan memberikan pahala. Justru pahala nya besar apabila dikerjakan!" Jelas Hardian. Ia benar benar tidak mengerti akan sikap Rachel.

"Allah?" Rachel mengerutkan keningnya.

"Iya, Allah!! Kenapa? Jangan bilang kalau kamu juga tidak tahu allah!" Hardian berdecak kesal.

"Allah itu tuhannya umat islam kan? Shalat juga hanya untuk para muslimkan?"

"Ays kau ini kenapa! Pertanyaan mu semakin aneh saja! Hiss terserahlah, aku mau shalat dulu" Hardian membalikkan badannya. Baru saja ia ingin mengambil langkah menuju tempat wudhu, tapi Rachel kembali menghentikan nya.

"Aku bukan seorang muslim hardian!" Ujar Rachel

Sontak saja Hardian mematung. Ia bingung harus berkata apa lagi.

"Ays pasti dia berbohong! Oke hardian abaikan!! abaikan saja Rachel ya! Dia hanya bercanda!" Ujar Hardian dalam hati. Sebelum akhirnya pergi meninggalkan Rachel.

Rachel yang tidak mendapatkan jawaban dari Hardian, akhirnya memutuskan untuk berjalan mengikuti langkah Hardian.

"Hardian sungguh!!! aku bukan muslim seperti mu!" Ujar Rachel tepat berdiri disamping Hardian yang telah menggulung kan lengan baju seragam nya untuk segera mengambil wudhu.

"Rachel ini tidak lucu!" Hardian menatap tajam Rachel yang terlihat bingung.

"Aku tidak sedang melucu Hardian! Aku tidak tahu bagaimana cara shalat! Aku juga tidak tahu urutan apa saja yang kau lakukan sekarang ini. Aku tidak mengenal tuhan! Aku tidak tahu seperti apa wujud tuhan itu dan sudah aku katakan padamu bahwa aku ini bukan seorang muslim." Ujar Rachel matanya menatap teduh ke arah Hardian.

Terdengar suara bisikan beberapa orang yang juga sedang mengantri untuk mengambil wudhu.

"Dia ateis kan!"

"Iya dia itu tak bertuhan."

"Dia bukannya memang tak punya agama!"

"Hei ayahnya itu bukan orang Indonesia"

Hardian menghela nafas dalam dalam. Ia bingung harus mengatakan apalagi! ia sendiri tertampar keras dengan kenyataan yang ada. meskipun sebelumnya sempat kuat menyangkal bahwa Rachel mungkin bercanda padanya. tapi kini mau tak mau Hardian harus menerima bahwa inilah kenyataan nya. padahal ia baru saja berniat untuk memiliki hubungan lebih dekat dengan sosok Rachel, tapi sepertinya ia harus menyerah atas perasaannya yang kian bersemi.

"Kalian tahu hukum ghibah? Tidak malu kah membicarakan orang lain didekat mushola yang menjadi tempat beribadah?" Ujar Hardian mencoba menggertak beberapa orang disekitarnya.

Setelah mengambil wudhu akhirnya hardian bergegas masuk kedalam mushola. ia tak menghiraukan Rachel yang masih terus berjalan mengikutinya.

"Aku ingin shalat. Tunggu saja aku di sana!" Tegas Hardian yang hanya dibalas anggukan oleh Rachel.