"Alecta, darimana saja kau?" Tegur Liliana saat mendapati anaknya yg baru saja kembali. "Bukankah ibu sudah bilang untuk langsung pergi ke kamar?"
"Ma-maaf bu.. aku… aku tadi ke toilet dulu." Jawab Alecta terbatah, sambil menyembunyikan kalung liontin yg diambilnya dari kamar Glacia.
"Untuk apa kau ke toilet lain, kamar kita punya toilet sendiri.. Apa kau menyembunyikan sesuatu?" Ucap Liliana menatap tajam kearah anaknya.
Alecta menggelengkan kepalanya dan terlihat gugup. "A-aku lupa, tadi aku sudah dekat dgn toilet pelayan jadi aku ke sana saja, tidak ingat kalo dikamar kita punya toilet sendiri."
Liliana menyipitkan matanya utk mengamati putrinya, sebenarnya dia tau bahwa anaknya sedang berbohong dan menyembunyikan sesuatu dari ibunya. Namun Liliana tak mau terlalu banyak bertanya, seolah dia sedang mengintrogasi Alecta, dia berencana utk mengikuti putrinya saja utk mencari tau sendiri apa yg sedang disembunyikan Alecta.
"Baiklah, ini makanan utk ikanmu. Lain kali jangan terlalu sering berkeliaran dan membuat masalah dgn putri Glacia. Kau tau dia tidak bisa diajak bercanda, lebih baik kita menghindari masalah daripada mencarinya. Kau mengerti?" Jelas Liliana.
Alecta mengangguk dan tersenyum simpul.
"Cepat bersihkan dirimu dan segeralah tidur. Ini sudah larut." Sambung Liliana.
"I-ibu.. boleh aku bertanya sesuatu?" Ucap Alecta, terdengar meragu.
"Tentu sayang, tanyakan saja."
"Putri Glacia mau kemana? Ta-tadi aku melihatnya memakai pakaian yg berbeda dan beberapa butler membawakan tasnya…" Tanya Alecta.
"Ooh.. dia akan pergi selama beberapa hari ke kerajaan tetangga. Raja negeri sebelah mengundang putri kesana, yah.. putri Alecta menyebarkan surat sayambara, ibu rasa anak Raja tersebut tertarik dan sangat ingin melihat putri Glacia." Ucap Liliana, terdengar malas membicarakannya.
"Aneh… bukankah yg harusnya datang adalah mereka dan bukannya putri Glacia."
"Sayang, kita tidak punya cukup biaya utk membuat penyambutan para tamu yg datang dari negeri sebelah. Ibu rasa Putri Glacia mencoba utk menutupi krisis kerajaan kita dan mencari tambahan utk membiayai acara sayambara nanti, itu sebabnya dia menawarkan diri utk pergi kesana dan menerima undangan Raja Cloude."
Alecta mengangguk mengerti. Ada bagusnya juga, putri Glacia tidak akan tau bahwa kalungnya hilang. Setidaknya utk sementara, dia tidak tau apa yg akan terjadi ketika putri galak tersebut kembali. Lagipula, kenapa dia meninggalkan kalung berharganya? Apa dia tidak menyukainya lagi? Pikir Alecta.
***
"Hallo.. hmm.. kakak cantik.. apa kau ada disini?" Bisik Alecta. Dia berusaha mencari keberadaan roh putih yg dia temui kemarin utk mengembalikan kalungnya yg dicuri putri Glacia selama ini. Gadis ini juga tidak sabar utk mengetahui kebenaran tentang putri Alecta dan pangeran ke-7 naga laut bernama Nadish tersebut.
Selama beberapa menit sosok itu tak kunjung muncul. "Apa aku hanya berhalusinasi? Atau sosok itu benar-benar hantu jahil yg dibilang Nicholas?" Gumam gadis kecil itu.
Alecta menatap dirinya dari pantulan air disungai. Dia menggengam kalung liontin itu dan berdecak kagum. Tak peduli berapa kali dia melihatnya, liontin itu selalu membuatnya terpukau. Karna iseng dia mencoba kalung itu dan memakainya dilehernya. Sembari bergaya di pantulan air gadis itu terkekeh.
"Cantik, seperti seorang Putri." Ucap seseorang. Alecta terkejut dan mundur dari pantulan itu. Dia mendapati Nicholas dibalik batu sedang memandangi dirinya.
"Sudah berapa lama kau disitu?" Ucap Alecta mendegus.
Pria kecil itu tertawa dan mendekati Alecta. "Belum lama. Darimana kau mendapatkan kalung indah itu? Entah mengapa.. terlihat agak aneh." Ucap Nicholas sembari memasati kalung dileher Alecta.
Alecta meneguk salivanya, dia tidak tau apakah dia harus berkata jujur atau tidak dgn Nicholas. Tapi, Nicholas adalah anak yg baik dan dia teman satu-satunya. Dia rasa tak ada salahnya utk memberitau anak itu semuanya. Alecta menoleh kanan-kiri utk mengecek apakah ada seseorang disekitarnya lalu menunduk.
"Hm.. sebenarnya.. ini kalung liontin punya putri Glacia." Bisik gadis itu.
Nicholas tersentak dan ikut menoleh kanan-kiri saat mendengarnya. Dia menyuruh Alecta utk mendekat ke batu agar tidak ada orang yg bisa melihat mereka. "Apa yg kau lakukan? Kau mencuri?" Ucap Nicholas.
"Tidak, ini bukan kalung miliknya. Putri Glacia-lah yg mencurinya. Jika aku katakan lebih banyak, kau tidak akan percaya." Ucap Alecta menunduk.
Nicholas menghela nafas dan memegang kedua tangan Alecta. "Bukankah kita teman? Aku akan mempercayaimu, aku tau kau gadis yg baik." Ucap Nicholas tersenyum simpul.
Alecta terlihat ragu utk mengatakannya tapi dia sangat ingin memberitau pria kecil dihadapannya.
"Ingat saat aku bilang aku sedang bicara dgn seseorang dan kau malah mengejekku karna aku bicara sendirian?" Ucap Alecta. Nicholas mengangguk dan mendengarkan dgn seksama.
"Sudah kubilang aku benar-benar bicara dgn seseorang. Dia adalah seorang gadis, wajahnya cantik. Tapi pakaiannya terlihat rusak, banyak robekan dan bercak tanah. Rambutnya dicepol, dan dia memiliki mata lavender. Aku tdk bisa memberitaumu warna rambut atau pakaiannya karna hampir seluruh tubuhnya berwarna putih dan tembus pandang. Hanya matanya yg memancarkan warna ungu yg indah. Dia bilang dia adalah roh yg baik dan aku bisa memanggilnya kakak."
Nicholas menyipitkan matanya.
"Tunggu dulu, mata lavender… sepertinya aku pernah dengar ciri-ciri seperti itu.." Gumamnya.
"Ah entahlah, pokoknya dia memintaku utk mengambilkan barang miliknya yg dicuri putri Glacia. Dia bilang tanpa benda ini, dia sangat kesepian." Ucap Alecta sembari memegangi kalung liontin dilehernya.
Nicholas berusaha berpikir keras, dimana dia pernah mendengar cirri-ciri gadis dgn mata lavender tersebut. Tapi dia tidak bisa mengingatnya. "Apa ibumu tau soal ini? Dan.. apa putri Glacia tau?"
Alecta menggeleng. "Aku tidak tau apa yg akan terjadi ketika dia tau kalo kalungnya hilang. Putri Glacia pergi utk beberapa hari ke negeri seberang."
"Sebaiknya kau membuat kalung tiruan dan mengembalikannya ke kamar putri Glacia. Agar dia tidak curiga." Ucap Nicholas.
"Bagaimana bisa? Apa kau tidak lihat seberapa cantik kalung ini? Benda apa yg bisa sama dgn bentuk liontin ini?" Ucap Alecta.
"Sama seperti kalian, kami juga punya pasar dibawah laut. Banyak yg menjual benda-benda berkilau yg hampir mirip dgn liontin tersebut. Aku akan membantumu." Ucap Nicholas.
"Terima kasih banyak Nicholas." Ucap Alecta.
"Aku akan mencarinya sekarang, Alecta.. tunggu disini yah." Ucap Nicholas bersemangat.
"Eh.. tu-tunggu-"
Nicholas sudah menyelam dgn cepat. Dia sangat bersemangat. Sebenarnya, Nicholas hanya tidak mau temannya mendapat masalah besar. Berdasarkan cerita yg dia dengar dari orangtuanya, Nicholas sangat tau bagaimana sifat putri Glacia, dia mungkin akan memberikan hukuman berat pada Alecta, meski dia anak kecil putri Glacia tidak peduli, dan bahkan ibunya juga akan kena juga.
Nicholas punya ke-khawatiran berlebih utk beberapa hal, apalagi hal-hal yg berkaitan dgn orang-orang yg dia sayangi.
Alecta menghela nafas. "Dasar Nicholas…" Umpat gadis itu. Dia melepaskan kalung itu dilehernya. Dia masih berpikir bahwa mungkin liontin ini adalah giok pangeran Nadish yg mereka cari selama ini. Tapi dia tidak punya keberanian utk mengatakannya pada Nicholas. Disaat Alecta hanyut dalam pikiran kecilnya, sebuah tangan menyenggol bahu gadis itu dan mengulurkan apel. Alecta terbelalak saat melihat apel itu dan langsung berbalik.
"Kakak!" Teriaknya.
"Sssttt. Kecilkan suaramu." Bisik roh tersebut.
Alecta meraih apel itu dan menyimpannya ditas kecil yg selalu ditenteng gadis itu. Dia tersenyum lebar dan menunjukan kalung itu.
"Lihat, aku berhasil mendapatkannya!" Ucapnya sumringah.
Sosok itu hanya tersenyum simpul dan mengelus kepala gadis itu. "Aku tau kau pasti bisa. Terima kasih dan maaf sudah merepotkanmu yah."
Alecta menggeleng. "Sama sekali tidak. Aku senang bisa membantu kakak, lagipula aku jg tidak suka dgn putri Glacia yg jahat."
Sosok itu meneteskan air mata saat memandangi kalung ditangan Alecta. Dia tidak bisa menyentuhnya tapi merasa terharu saat melihatnya. "Nadish… bagaimana kabarmu?" Gumamnya.
Alecta tersentak mendengar hal itu. Tangannya yg terulur dia jatuhkan. "Jadi… kalung ini memang benar.. giok biru dari pangeran naga laut, Nadish?" Ucap Alecta tak percaya.
Sosok itu mengangguk. Perlahan dia membingkai wajah gadis kecil itu. "Kau adalah Putri Alecta yg sesungguhnya. Kau hanya belum menyadarinya."
"A-apa maksud kakak?" Ucap Alecta kecil mundur beberapa langkah.
Kalung itu bergetar, Alecta yg kaget tidak sengaja menjatuhkannya di dekat makam putri Alecta. Angin mulai menjadi semakin kencang dan dedaunan mulai berjatuhan. Langit yg cerah menjadi mendung, Alecta terbelalak saat air dari sungai tersebut naik dan memutari kalung tersebut, membentuk seekor naga.
Saat air tersebut berhenti dan tumpah ke tanah, munculah sosok tinggi dgn postur tegas dan mata biru laut yg indah. Sosok laki-laki yg sangat tampan. Dia terkekeh dan mendekati gadis kecil itu.
"Terima kasih, Alecta sayangku." Ucapnya. Gadis itu hanya bisa terdiam dgn mulut yg mengangah. Suara dari pria tersebut sangat manis dan rasanya membuat telinga meleleh saat mendengarnya. "Tapi, tetaplah menjadi gadis baik seperti yg ku kenal. Di kehidupan kali ini, aku ingin kau membuang semua amarah dan kebencianmu pada orang-orang dimasa lalu kita. Tolong ingat kata-kataku Alecta, jika kau membalas kejahatan dengan kejahatan… maka balas dendam tidak akan pernah berakhir. Aku sangat mencintaimu."
Pria tersebut memberikan kecupan dikening gadis kecil itu dan tersenyum simpul. Lalu perlahan menghilang bersamaan dgn hembusan angin dan dedaunan yg berterbangan.
"Semuanya tergantung pada dirimu, kakak hanyalah jelmaan Putri Alecta yg diciptakan oleh pangeran Nadish, dia berusaha memperingatimu. Jangan, membuat kesalahan yg sama." Lanjut sosok putih dari seorang gadis dibelakang Alecta.
Gadis kecil itu melongo saat melihat sosok itu juga ikut menghilang. Dia terduduk lemas ditanah dengan mata yg mengeluarkan air mata. "Kenapa aku menangis? Tunggu dulu.. apakah itu tadi benar-benar nyata? Kenapa merasa sedih dan terharu?" Ucapnya sembari mengusap air mata yg terus berucucuran dipipinya.
Dia merangkak dan meraih kalung itu. Banyak hal yg tidak dia mengerti membebani pikirannya. Alecta memegang dahinya yg dicium oleh sosok laki-laki tadi. "Apakah dia pangeran Nadish?" Pipi kecilnya memerah sembari menatap kalung itu. Bagaimana tidak? Wajahnya terlihat seperti malaikat, dgn pesona dan suara yg manis seperti itu, bahkan seorang gadis kecil pun akan terpesona.
Namun, masih banyak pertanyaan yg terlintas dibenak gadis itu. Apa yg pangeran Nadish dan jelmaan putri Alecta maksud? Atau… apakah dia sendiri adalah putri Alecta? Dia sama sekali tidak mengerti, lalu apa yg harus dia lakukan dgn kalung liontin ini? Gadis kecil itu berdiri dan menatap sungai di dekatnya.
Dia hampir saja jatuh karna terkejut oleh Nicholas yg tiba-tiba muncul dipermukaan.
"Ya ampun! Kau mengejutkanku!" Protes gadis itu.
Nicholas hanya terkekeh. Dia menunjukkan giok bercahaya berwarna biru. "Lihat, aku mendapatkannya. Dan aku pastikan bahwa ini bukanlah tubuh dari naga laut yg mati, ini hanyalah batu biasa yg dibuat oleh suku kami sebagai perhiasan."
Alecta mengamati dan membandingkan giok itu dgn kalung yg dipegangnya. "Tapi, warnanya agak gelap. Sedangkan yg asli berwarna biru muda."
"Putri Glacia tidak akan terlalu memperhatikannya. Benda ini terkadang akan bercahaya seperti giok pangeran Nadish. Aku yakin putri Glacia tidak akan curiga." Ucap Nicholas.
"Hm… baiklah. Daripada tidak sama sekali." Ucapnya.
Nicholas mengangguk dan naik ke ujung sungai dan duduk disebelah Alecta. Mereka melepas mainan liontin tersebut dan menggantikannya dgn giok palsu yg mirip. Namun, Nicholas tersentak saat melihat giok dari liontin yg sudah dilepaskan dari kalungnya tersebut. Bentuk dan teksturnya benar-benar tidak asing. Nicholas mengamati giok asli dari kalung itu.
"Ada apa?" Ucap Alecta kebingungan.
"Apa kau tidak merasa aneh dgn giok yg ada pada liontin ini?" Ucapnya.
Alecta tersentak. Dia ingat bahwa giok tersebut adalah tubuh pangeran mereka selama ini dicari. Dia meneguk salivanya sembari memainkan jarinya karna gugup.
"Alecta…?" Tegur Nicholas.
"Se-sebenarnya… sebenarnya itu bukan giok biasa." Ucapnya.
"Lalu?"
"Itu adalah giok pangeran ke-7 dari Naga laut, tubuh pangeran Nadish yg hilang."
Nicholas langsung meletakkan giok tersebut dgn pelan. Matanya melotot mengamati giok indah tersebut. "Alecta.. ka-kau.. kau yakin?"
"Aku berani sumpah bahwa aku sudah melihat pangeran Nadish muncul dari giok tersebut. Terserah kau mau percaya atau tidak, tapi sepertinya… Pangeran Nadish sendiri yg berusaha memintaku utk membantunya dan hanya aku yg bisa melihat dia." Jelasnya.
Nicholas mengela nafas dan sedikit kecewa. "Alecta.. kenapa kau tidak memberitauku dari awal?" Ucapnya.
"Maafkan aku. Awalnya aku juga tidak yakin, tapi setelah dia muncul dihadapanku. Aku baru yakin bahwa ini giok pangeran kalian."
Nicholas menggaruk kepalanya yg tidak gatal. "Aku harus ke laut dan memberitau orangtuaku. Giok ini adalah mayat pangeran Nadish, aku tidak bisa sembarangan membawanya." Ucapnya gelisah.
"Nicholas, aku serahkan giok ini padamu. Bawa kembali ke kerajaan naga laut dan beri tau Raja kalian. Kalo kau harus memanggil orangtuamu dulu, bukankah akan menambah masalah lain? Bagaiamana jika mereka marah padaku?" Ucap Alecta yg sama paniknya.
"Aku juga tidak tau. Apa yg harus kulakukan dan apa yg harus ku katakan pada mereka jika mereka bertanya darimana dan bagaimana aku mendapatkannya?"
"Begini, bilang saja bahwa kau menemukannya di dekat makam putri Alecta. Bilang saja giok ini terkubur ditanah dan kau tidak sengaja melihatnya."
"Berarti aku harus jujur bahwa selama ini aku sering ke permukaan dan bermain ke sungai ini? Meski orangtuaku sudah melarangku?"
"Apa kau punya cara yg lebih baik?" Ucap Alecta. Nicholas terdiam dan memandangi kalung tersebut.
Alecta yg sudah pusing dgn urusan ini melepas tas kecilnya dan mengeluarkan apel yg dia simpan tadi. Dia memasukkan giok berharga itu ke dalam tas dan memakaikannya kepada Nicholas. "Apa yg kau lakukan?" Ucap Nicholas bingung.
"Bawa giok itu pulang dan kembalikan ke keluarga pangeran Nadish." Ucap Alecta.
Nicholas menghela nafas dan mengangguk pasrah. "Ingat, kalung yg liontinnya sudah diganti dgn giok tiruan ini harus cepat kau kembalikan ke kamar putri Glacia." Ucap pria kecil tsb.
"Kau tenang saja. Akan langsung aku kembalikan saat kembali ke istana."
Alecta tersenyum simpul, Nicholas hanya terdiam memandangi wajah gadis itu. Ini bukan pertama kalinya Nicholas terkesima dgn senyuman manis dari Alecta, tapi yg jelas Nicholas memang sudah menyukai Alecta semenjak mereka pertama kali bertemu. Tapi suka bukan berarti selalu mengarah ke hal ambigu seperti berpacaran. Dia tau bahwa mereka hanya anak kecil dan sahabat adalah kata yg lebih cocok utk mereka.
"Hey.. kau mulai lagi." Alecta menjetikkan jarinya dan terkekeh. "Aku tau aku cantik. Tapi kau harus segera pergi."
Nicholas yg tersadar dari lamunannya hanya geleng kepala dan terkekeh.
Saat mereka hendak berpamitan pergi, sebuah suara dari balik pohon membuat mereka mematung.
"I-ibu?!" Ucap Alecta tersentak.
Liliana ada disana berdiri dgn mata yg terbelalak, menatap ekor panjang yg bergerak dibawah air. "Jadi selama ini… kau berteman dgn naga laut?" Ucapnya.
Nicholas yg sama terkejutnya mencoba utk bicara tapi Alecta langsung memotong ucapannya. "Pergi! Cepat pergi sekarang…" Teriak Alecta.
Nicholas terlihat kebingungan dan dia sangat ingin mengatakan sesuatu.
"Aku bilang pergi! Nicholas…kumohon.." Ucap Alecta. Anak laki-laki itu menatap sayu ke arah Alecta dan memegangi tas yg ditentengnya, langsung menyelam dan pergi dari sungai tersebut.
Liliana yg melihat hal itu hanya bisa berdiri di tempat.
"Ibu… a-aku… aku bisa jelaskan." Ucap Alecta.
Liliana mencengkram kedua lengan Alecta dan menatapnya tajam. "Apa kau tau seberapa bencinya putri Glacia pada bangsa Naga Laut? Mereka sudah berjanji utk tidak muncul di hadapan rakyat Nocturnus lagi. Jika Glacia tau tentang temanmu itu, maka dia pasti akan memburunya sampai akar…"
Alecta menunduk. "Tapi dia baik, ibu. Dia pernah menolongku saat aku hampir tenggelam ke sungai. Dia juga satu-satunya teman yg kupunya."
Bukan hanya itu, Liliana juga terbelalak saat melihat kalung yg ada ditangan putrinya tersebut.
"Bukankah ini kalung putri Glacia? Apa yg sudah kau lakukan?!"
"A-aku.. aku akan mengembalikannya nanti."
Liliana memegang kepalanya karna pusing. "Ya ampun Alecta, kenapa banyak sekali masalah yg kau buat. Jika dia tau, maka semua rencana Ibu selama bertahun-tahun ini akan hancur, putri Glacia pasti akan memenggal kepala kita."
Alecta menggeleng. "Tidak, itu tidak akan terjadi! Aku janji, aku akan segera mengembalikan kalung ini dan semuanya akan kembali seperti semula."
"Berhenti bicara omong kosong Alecta, seharusnya kau memikirkan hal ini sebelum berani bertindak hal-hal ceroboh!"
"Maafkan aku ibu... Aku tidak akan mengulanginya lagi. Tapi tolong jgn beritau putri Glacia tentang Nicholas, aku tidak mau dia dan keluarganya diburu." Isaknya.
Liliana menghela nafas kasar dan menarik lengan putrinya. "Ayo ikut ibu pulang."