Chereads / Love Of The Water Dragon / Chapter 3 - Chapter 3: Sesuatu yg Tidak Beres

Chapter 3 - Chapter 3: Sesuatu yg Tidak Beres

"Wahh! Cantik sekali.. bagaimana kau mendapatkannya?" Seru Alecta.

"Ada banyak dibawah laut, simpan agar kau selalu ingat denganku." Ucap Nicholas.

Alecta kecil memasukkan ikan kecil dgn sirip indah tersebut ke dalam cangkir istana yg dia ambil. "Aku akan cari wadah yg lebih besar sesampainya di istana, terima kasih!" Ucapnya.

"Kau harus jaga dgn baik, jangan sampai mati loh."

"Iya iya aku tau. Tapi.. haruskah kita memberinya nama? Dia ikan laki-laki kan?"

"Benar. Ayo, berikan dia nama." Seru Nicholas.

Mereka berdua berpikir keras untuk mencarikan nama yg bagus untuk ikan bernuansa kebiru-biruan tersebut.

"Ahh aku tidak tau." Keluh Alecta. "Kau saja yg berikan nama…."

"Sekarang ini dia adalah ikanmu, kau yg harus memberinya nama." Kekeh Nicholas.

Alecta mendengus dan berusaha berpikir lagi. Namun tiba-tiba sebuah bisikan lewat ditelinga gadis kecil itu.

"Nadish~"

Alecta tersentak dan langsung menoleh ke belakangnya.

"Ada apa?" Ucap Nicholas.

Alecta berdecih saat tak menemukan apapun. Tapi sepertinya ada yg mencoba utk memberinya rekomendasi nama yg bagus.

"Hmm… bagaimana dgn Nadish?" Ucapnya.

Nicholas tersentak. Dia menyipitkan matanya dan memandangi Alecta dgn tajam. "Dari mana kau tau nama itu?"

"Memangnya kenapa? Te-terlintas saja dipikiranku…"

"Nadish itu kekasihnya putri Alecta. Menurut cerita, mereka berdua mati bersama. Sampai sekarang, kami tidak menemukan raganya, padahal Nadish adalah pangeran ke-7 dari kerajaan Naga laut dan ayahnya sangat sedih. Entah siapa yg telah mengambilnya…" Bisik Nicholas.

"Ooh.. apa kalian masih mencari tubuhnya sekarang?" Tanya Alecta.

"Tentu saja! Tidak ada yg tau dimana raganya. Ada yg bilang mungkin diambil seseorang atau jatuh ke tempat lain, karna bentuknya giok kecil.. pasti manusia tidak tau bahwa itu adalah tubuh naga air."

"Tu-tunggu.. apa maksudmu?"

"Oh, aku lupa memberitaumu. Saat naga laut meninggal, tubuh mereka akan berubah menjadi giok biru yg berkilauan. Orangtuaku bilang, manusia suka benda-benda berkilau yg cantik dan terlihat mewah, mereka yakin giok biru jelmaan pangeran Nadish diambil keluarga kerajaan. Karna saat itu, dia mati disebelah putri Alecta, dan mayat putri Alecta ditemukan oleh prajurit istana."

Alecta kecil terdiam. Dia teringat dgn ucapan sosok putih yg memintanya utk mengambil kalung liontin putri Glacia. Gadis itu sangat ingat bentuk dan ciri liontin itu karna dia sangat menyukainya. Setiap kali putri Glacia memakainya, dia selalu berdecak kagum dan sangat ingin menyentuhnya.

Jika dilihat lebih dekat, liontin itu seperti memperlihatkan lautan luas yg disinari oleh sinar bulan yg terang, dan saat diterpa matahari liontin itu akan berkilauan dan memancarkan pesonanya. Alecta sadar bahwa itu bukan liontin biasa, dia mulai berpikir bahwa mungkin.. liontin itu adalah giok biru dari pangeran Nadish yg hilang, dan sosok cantik yg dia lihat pagi tadi adalah putri Alecta.

"Hey, ada apa? Kenapa kau melamun?" Tegur Nicholas.

"Eh? Ti-tidak ada…" Jawab Alecta.

"Hari ini kau agak aneh, Alecta. Sebaiknya kau pulang dan beristirahat dulu, aku khawatir kau kelelahan." Ucap Nicholas.

Alecta menghela nafas, dia menatap Nicholas sejenak. Rasa penasarannya sangat tinggi, sebenarnya masih banyak hal yg ingin dia ketahui tentang suku Naga laut, tapi hatinya terasa gelisah dan kepalanya sedikit pusing. Dia ingin segera mengecek liontin itu dan mengembalikannya kepada sosok putih tersebut.

"Ya.. mu-mungkin kau benar." Alecta memegangi cangkir istana yg berisi ikan cantik pemberian Nicholas dan berdiri. "Kalo begitu, sampai ketemu besok."

Nicholas mengangguk. "Hati-hati.. istirahatlah yg cukup." Lambai anak itu. Alecta hanya melemparkan senyuman dan berbalik untuk kembali ke istana.

***

"Apa? Menyebarkan surat sayambara ke semua negeri seberang? Tuan putri, kita sedang mengalami krisis dan kau malah memikirkan soal-"

"Aku tau. Karna itu, ini adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan keadaan kerajaan. Apa kau punya cara yg lebih baik dari ini?" Ketus Glacia.

"Apa kau yakin? Pernikahan bukanlah permainan, putri. Sekali kau menikah, maka kau-"

"Aku tidak peduli bahkan jika aku harus menikah dgn pangeran muda atau tua. Aku punya rencana, dan aku yakin bahwa aku akan berhasil." Ucapnya.

Pengawal pribadi raja Daniel yg terbilang cukup muda itu menyipitkan matanya dan menatap tajam ke arah putri Glacia. "Aku punya perasaan buruk soal itu. Kau pasti merencanakan sesuatu yg jahat. Apa aku benar?"

Putri Glacia mendengus, dia menyilangkan kedua tangannya dan duduk di sofa. "Bukan urusanmu."

"Tidak, aku tidak akan membuat surat itu." Jawab pengawal tersebut.

"Kau berani membantah perintah putri mahkota? Kau harus membuat surat sayambara tersebut! Titik."

"Putri, kau tidak boleh sembarangan menikahi orang. Pernikahan harusnya di dasari oleh cinta, bukan karna harta. Kau bahkan menyuruhku untuk merahasiakan hal ini pada ayahmu. Wanita sepertimu tidak pantas mendapatkan pasangan yg tidak baik atau bahkan lebih tua darimu." Ucapnya.

"Aku sendiri yg akan memberitau ayah saat rencanaku sudah berhasil. Lagipula memangnya kau siapa? Kekasihku? Kau itu cuma bawahanku dan tidak punya hak untuk menasihatiku, aku tidak peduli. Asalkan aku bisa hidup mewah dan bersenang-senang seperti sebelumnya." Bantahnya.

Pengawal dan sekaligus kapten istana itu menurunkan alisnya. "Baik. Semuanya ada konsekuensinya. Jangan sampai tindakanmu ini akan benar-benar menghancurkan kerajaan kita. Pikirkan baginda raja, ayahmu sangat mempercayaimu." Ucapnya dan segera pergi meninggalkan kamar putri Glacia dgn hentakan kaki yg keras.

Putri Glacia yg tadinya terlihat marah sekarang terdiam karna ucapannya, entah mengapa dia merasakan sesuatu dimata Riven saat mengatakan itu. Sesuatu yg terlihat kecewa dan sedih. Dan hal tersebut membuatnya sedikit takut. "Ah tidak, aku pasti bisa. Glacia tidak pernah gagal melakukannya rencananya. Memangnya dia siapa, terserah aku ingin menikah dgn siapapun." Tegasnya pada dirinya sendiri.

Dia melirik kalung liontion diatas meja riasnya dan terduduk lemas di sofa. "Kenapa aku tidak bisa mendapatkanmu, Nadish. Kenapa kau harus memilih Alecta? Apa memang… kau tidak ditakdirkan untukku?" Gumamnya.

***

Riven yg marah membanting pintu kamarnya dan mengusap kasar wajahnya. "Dia selalu saja seperti ini, sama sekali tidak mau mendengarkan ucapan orang lain. Dasar." Gerutunya.

Dia menatap mawar yg sudah layu di atas meja kerjanya dan menghela nafas. "Tersisa 1 kelopak lagi, kurasa aku memang tidak punya kesempatan. Ck.. memangnya apa yg kuharapkan darinya? Putri yg angkuh seperti dia tidak mungkin menerima pe…" Ia tersentak di ujung kalimat.

Riven menunduk dan menyadari betapa menyedihkannya dia yg tidak pernah sanggup menyatakan perasaannya pada putri Glacia.

Dia berdiri dan meraih mawar itu, surat cinta yg tidak pernah berani dia berikan pada Glacia itu dia remuk dan dibuang ke perapian bersamaan dgn mawar yg sudah layu tersebut.

"Aku menyerah, putri Glacia. Kau benar, memangnya aku siapa? Aku… hanyalah pengawal.. dan kau seorang putri mahkota." Gumamnya.

Dia memilih untuk mengubur perasaannya selamanya. Namun meski begitu, dia tetap akan berusaha melindungi Glacia dan menuntunnya ke jalan yg lebih baik, sebisa mungkin.

Riven adalah anak dari kapten pasukan istana yg sebelumnya, mereka secara turun-menurun sudah melayani yg mulia raja Daniel dgn setia. Saat ayahnya meninggal karna perang melawan suku naga laut yg murka karna pangeran mereka mati, Riven lah yg menggantikan posisi ayahnya sebagai kapten pasukan dan pengawal pribadi raja.

Riven sudah dilatih sejak kecil, dan dia memiliki kemampuan yg hebat dan mempuni. Selain itu, dia terkenal dgn wajah tampan dan hatinya yg lembut. Tidak heran dia banyak diincar oleh para pelayan dan gadis-gadis di sekitar istana. Namun Riven ternyata sudah menaruh hati pada putri Glacia sejak dia masih kecil.

Saat dia pertama kali diperkenalkan oleh ayahnya ke istana, saat itulah dia melihat putri Glacia yg sedang dihukum utk berlutut ditaman kerajaan selama berjam-jam. Riven kecil langsung terpesona oleh wajah imut Glacia yg merah dan bercucuran air mata, dia mendekatinya dan membantu memberikan minuman pada putri Glacia. Seperti karakternya yg angkuh, awalnya putri Glacia menolak pemberian dari anak biasa kecuali jika dia adalah pangeran. Tapi Glacia tidak tahan dan terpaksa menerimanya.

Riven tidak pernah marah setiap kali Glacia mengejek atau menyuruhnya pergi, dia tau bahwa putri Glacia bersikap begitu agar orang lain tidak meremehkannya dan tidak menginjak-injak dirinya, dia juga tau bahwa Glacia sangat ingin diperhatikan. Oleh karna itu Riven hanya melemparkan senyuman saat dia diperlakukan kurang baik oleh Glacia.

Sayangnya, Riven tidak bisa selalu berada di istana dan mengikuti ayahnya karna dia juga harus mengurus ibunya diluar istana, dia juga punya kakak perempuan angkat yg harus dijaga.

Dia tidak ada disaat-saat putri Glacia iri dgn kakaknya dan stress memikirkan Nadish yg lebih menyukai kakaknya. Dia tidak ada saat Glacia sangat sedih karna tidak ada yg peduli dengannya, semua orang hanya memuji dan memperhatikan Alecta. Riven hanya sebentar berada diistana, setelah itu dia menyesal karna tidak bisa melakukan apapun untuk menemani Glacia yg waktu itu kesepian.

Namun setelah kematian ayahnya dan dia diangkat sebagai kapten pasukan, dia sudah bertekad untuk selalu berada disisinya dan membantu Glacia mengurus kerajaan. Melindungi dan menemaninya. Andai saja, putri Glacia mau meluangkan waktu sejenak utk menyadari bahwa dia tidak sendirian dan masih ada yg memperhatikannya selama ini.

***

"Alecta, darimana kau dapat ikan ini?" Tanya Liliana.

"Dari sungai. Aku mohon jangan dibuang, a-aku menangkapnya dgn susah payah." Ucap gadis kecil itu panik.

Liliana menghela nafas dan hanya bisa menggeleng. "Akhir-akhir ini kenapa kau suka sekali bermain kesana? Padahal ibu sudah melarangmu."

"A-aku bosan di istana bu, a-ku kesepian." Jawabnya menunduk.

Liliana tersentak, benar juga, dia selalu memarahi Alecta karna bermain keluar sampai dia tidak sadar bahwa anaknya kesepian di istana besar ini dan dia yg tidak bisa selalu menemaninya. Mungkin itu sebabnya dia menangkap ikan ini, sebagai temannya. Liliana tidak jadi marah dan mengelus kepala putrinya itu.

"Baiklah. Ibu tidak akan membuangnya. Tapi janji, jangan main jauh-jauh dari istana yah."

"Jadi ibu mengizinkanku keluar sekarang?"

"Ya, asalkan kau berjanji."

"Baik! Aku janji. Terima kasih bu." Seru Alecta. Liliana tersenyum, namun senyumnya memudar saat tiba-tiba Alecta menyebut nama seseorang.

"Nadish, kau pasti lapar kan? Aku akan carikan makanan untukmu. Ah, aku yakin di dapur istana punya banyak makanan, aku akan cek dulu.."

"Alecta tunggu…" Cegat ibunya. Liliana menunduk dan menatap tajam ke arah Alecta. "Siapa.. nama ikan ini tadi?"

"Nadish.. memangnya kenapa bu?" Jawabnya lugu.

Liliana menatap ikan cantik berwarna biru itu. Dia baru sadar bahwa ini ikan yg hanya hidup dilaut dalam dan bukan di sungai. Lalu bagaimana anaknya yg kecil ini bisa menangkapnya?

"Darimana kau dapat nama itu?" Tanyanya sekali lagi.

Alecta tersentak, dia ingat kata-kata Nicholas soal hati-hati dalam menyebut nama tersebut. Dia benar-benar lupa. "Kenapa kau diam nak?" Ucap Liliana.

"Eh… a-aku.. aku mendengar cerita putri Alecta dari beberapa pelayan istana yg sedang mengobrol. Namanya cocok dgn ikanku, ja-jadi.. jadi aku menamainya begitu." Jawabnya terbatah.

Liliana memang sering menceritakan putri Alecta, tapi dia tidak pernah menceritakan kisah tragis yg terjadi pada putri Alecta dan kekasih naga lautnya, Nadish. Bahkan dia sendiri tidak pernah menyebut nama itu di depannya. Pelayan istana? Apa itu benar? Atau putrinya mendapatkan nama itu dari seseorang…? Kecurigaan mulai muncul dibenaknya, tapi dia tidak mau terus bertanya pada anaknya atau dia akan khawatir dan menyembunyikan lebih banyak hal.

"Baiklah.. menguping itu tidak baik. Lain kali jangan lakukan lagi." Ucap Liliana tersenyum simpul. Gadis kecil itu menghela nafas dan mengangguk, lalu keluar untuk mencarikan makanan untuk ikannya.

"Ada yg tidak beres dgn anakku, aku harus mencari taunya." Gumam Liliana.

***

"Hampir saja.." Hela gadis kecil itu.

Saat dia sedang berjalan menuju dapur istana, dia tidak sengaja berpapasan dgn putri Glacia dikoridor istana.

"Ughh.. kau lagi. Dasar tikus liar..." Ucapnya.

Alecta hanya mendengus dan menatap sinis ke arahnya. Dan dia mengingat sesuatu, putri Glacia memakai kalung itu. Liontin cantik yg diminta sosok putih kemarin.

"Hey anak kecil, kenapa menatapku seperti itu? Cepat menyingkir dari jalanku.." Usir Glacia.

Alecta kecil di dorong oleh Glacia untuk menyingkir, karna geram dia berteriak. "Putri jahat!"

Glacia tersentak dan menghentikan langkahnya. "Apa kau bilang?"

"Aku tidak suka putri Glacia, kau jahat." Tegas Alecta kecil.

Glacia mendekat dan menjewer telinga anak itu dalam hitungan detik. "Jaga ucapanmu anak kecil, kalau bukan karna ibumu, aku tidak akan membiarkanmu berkeliaran bebas di istanaku!"

"Aduh..! Sakit.. lepaskan! Putri jahat!" Alecta yg meronta tak sengaja memutuskan liontin itu. Yah, anak kecil itu punya tujuan.

Glacia tersentak dan terbelalak. "Beraninya kau!" Saat dia hendak mengangkat kipasnya utk memukul Alecta, seseorang berhasil mencegahnya.

"Putri Glacia!" Tegur pria yg tak asing lagi oleh mereka.

Glacia berdecih saat melihatnya sedangkan Alecta kecil langsung berlari ke belakangnya.

"Kak tampan, tolong bantu aku.." Rengek Alecta sembari memegangi jubah pria itu.

"Tuan putri, ada apa? Kenapa kau sampai marah pada Elina yg masih kecil ini?" Tanyanya. Ya, Liliana menyamarkan nama anaknya dilingkungan kerajaan.

"Cih, ini bukan urusanmu, Riven." Dengusnya dgn tangan yg disilangkan.

Pria itu menghela nafas dan melihat sebuah kalung yg tergeletak dilantai, dia segera memungutnya dan memberikannya pada Glacia. Alecta sendiri dari tadi memasati kalung itu.

"Ini milikmu kan?" Ucap Riven.

"Bukan, itu bukan miliknya." Sahut Alecta.

"Eeh? Lalu, punya siapa?" Kekeh Riven pada gadis kecil itu.

"Anak kecil! Tau apa kau?!" Sekali lagi Glacia dicegat oleh Riven saat dia hendak memukul Alecta.

"Dasar putri jahat!" Teriak Alecta.

Glacia benar-benar kesal dan bersikeras ingin memukul Alecta sehingga Riven harus memegangi kedua tangan gadis itu. Pria itu terdiam sejenak saat wajah putri yg disukainya berada sangat dekat dgn dirinya, namun dia ingat bahwa dia sudah mengubur rasa sukanya. Glacia menepis tangan pria itu dan menggeram. "Menyebalkan." Ucapnya.

"Apa kata orang saat mereka tau putri Glacia memukul anak kecil? Bersikaplah lebih bijaksana, kau seorang putri mahkota." Jelas Riven.

Glacia menatap geram ke arah Alecta dan berdecih, dia merampas kalung di tangan Riven dan menghentakan kaki kembali ke ruangannya.

Riven yg jantungnya berdegup kencang menghela nafas panjang. "Elina, lain kali kau tidak boleh seperti itu pada putri Glacia yah?"

"Tapi dia memang jahat kak." Ucap Alecta.

"Tetap saja, kau harus bicara sopan pada orang yg lebih tua. Lagipula dia seorang putri, sifatnya memang kurang baik tapi kau tidak perlu membalasnya dgn sikap yg kurang baik juga, kalo begitu kau sama saja dengan putri Glacia. Apa kau mengerti?"

Alecta menunduk dan mengangguk. "Aku mengerti. Terima kasih kak tampan karna sudah menolongku."

Riven tersenyum simpul dan mengelus kepala Alecta, lalu pamit utk pergi mengurus urusannya.

Niat Alecta yg ingin ke dapur batal karna mengingat kalung itu. Dia berkeinginan kuat utk mengambilnya. Gadis itu memikirkan cara dan menunggu dibalik vas bunga besar yg ada dikoridor dekat ruangan putri Glacia, menunggu sampai putri tersebut keluar dari tempat nyamannya. Namun sebelum itu, Alecta sudah menuangkan beberapa minyak tipis dilantai yg tak jauh dari pintu masuk ruangannya. Gadis itu teringat bahwa ibunya selalu mengunci ruangan setiap kali akan meninggalkannya, mungkin putri Glacia juga akan melakukan hal yg sama dan gadis itu sudah merencanakan semuanya.

***

Selang beberapa menit kemudian, putri Glacia keluar dgn gaun yg berbeda. Mungkin dia ingin pergi ke suatu tempat. Dan benar saja, dia langsung mengunci kamarnya. Namun sebelum dia sempat melangkah lebih jauh dari pintu masuk kamarnya, dia tergelincir oleh minyak tersebut. Alecta melihat kunci tersebut jatuh ke dekat vas bunga lain di dekat putri Glacia.

"Ugh, pelayan! Pelayan!" Teriak Glacia. Dia sedikit kesulitan berdiri karna sepatu dan gaunnya, selain itu lantainya licin.

Sebelum putri Glacia menoleh ke belakang dan menyadari bahwa dia menjatuhkan kuncinya, Alecta spontan keluar dari tempat persembunyiannya, untuk mengalihkan perhatian.

"Kau?!" Ucap Glacia geram.

Alecta terkekeh dan mengejek putri yg jatuh dilantai tersebut.

"Ini tidak lucu! Dasar anak kecil sialan.. tunggu saja…" Glacia memaksakan dirinya utk berdiri dan memberikan hukuman pada Alecta.

Gadis itu enggan untuk kabur dan memejamkan matanya saat putri tersebut mengangkat tangannya.

"Ada apa yg mulia?" Tegur pelayan pribadinya, siapa lagi kalo bukan Liliana. Dia terkejut saat melihat anaknya yg hendak dipukul oleh putri. "Oh ya ampun…" Liliana langsung menghampiri dan melindungi anaknya.

Glacia sekali lagi berdecih dan menahan amarahnya. "Kenapa kau selalu beruntung.." Bisiknya geram.

"Apa yg dilakukan Elina sampai putri marah seperti itu?" Ucap Liliana.

Glacia memilih untuk diam, sebenarnya dia hanya tidak suka anak kecil ini menertawakannya. Glacia paling tidak suka dipandang rendah dan diremehkan, apalagi diejek dan ditertawakan, meski dia adalah anak kecil sekalipun.

"Aku harap kau bisa mendidik anakmu dgn baik, Liliana." Tekannya. "Hanya karna aku izinkan dia berkeliaran di istana, bukan berarti dia juga bebas bersikap dan bertindak sesuka hatinya."

Liliana menatap Alecta yg hanya bisa menunduk. "Maafkan saya putri, saya akan memberinya pelajaran nanti. Harap tuan putri bisa memaklumi anak kecil seperti Elina.."

"Baik. Kali ini aku maafkan. Tapi aku tidak akan memberikan kesempatan kedua. Ughh…" Putri Glacia berdecih dan membetulkan penampilannya. "Oh iya, bersihkan minyak itu. Suaraku mau habis karna terus memarahi kalian semua. Suruh pelayan mengerjakan tugasnya dgn baik, kau kan kepala pelayan. Dasar." Ketusnya dan pergi dgn kesal.

Liliana membungkuk dan mengangguk.

"Apa yg kau lakukan disini? Kau membuat ibu khawatir saja." Ucap Liliana.

"Maaf, aku hanya ingin ke dapur utk mengambil makanan Nadish."

"Alecta, ibu minta… jgn sebut nama itu saat kau masih berada di istana. Mengerti?" Bisiknya.

Alecta lupa lagi, dia mengangguk tanpa banyak bertanya.

"Ibu akan mengambilkannya, cepat kembali ke kamar." Ucapnya. Alecta mengangguk dan pura-pura berjalan kembali. Saat ibunya sudah mengarah ke dapur Alecta berlari dan langsung mengambil kunci yg jatuh di dekat vas tersebut. Seolah takdir berpihak pada gadis kecil itu, dia menemukan bangku kayu kecil di dekat vasnya, langsung saja dia gunakan untuk membuka pintu dan membawanya masuk utk menutupnya.

Gadis itu terkesima saat melihat kamar putri mahkota tersebut, benar-benar mewah dan glamour. Namun dia tidak lupa dgn tujuannya. "Aku harus cepat menemukannya…' Gumam gadis itu.

Dia melihat cahaya biru yg berkelap-kelip diatas kasur, karna tampak mencurigakan, gadis itu memanjat dan naik ke atas kasur. Dan benar saja, dia menemukan kalung liontin yg dia cari. Matanya tak berkedip saat melihat kalung cantik tersebut, kilauannya terpantul ke mata gadis itu. "Indah sekali…" Gumamnya. "Apa ini… giok biru pangeran Nadish?"

Alecta menjatuhkan kalung itu saat merasakan getaran singkat dari kalungnya. "Apa itu tadi?" Gumamnya.

"Cepat pergi dari sini, Alecta." Bisikan kembali terdengar di telinga gadis kecil itu, suaranya terdengar tidak asing. Karna tak mau pikir panjang, Alecta mengantongi kalung itu dan langsung beranjak keluar dari kamar berbahaya tersebut. Tepat saat Alecta berhasil mengunci pintunya lagi, dia melihat banyangan perempuan terpantul dari koridor sayap kanan dan hendak menuju kemari. Gadis itu meletakkan kunci tadi di dekat vas agar terkesan seperti terjatuh secara tidak sengaja.

Alecta segera bersembunyi, untung saja. Jika dia telat se-detik saja, maka dia akan ketahuan. Putri Glacia kembali dgn raut wajah panik sambil menoleh ke bawah, seperti sedang mencari sesuatu. Glacia tersenyum lega saat dia melihat kuncinya yg ada dilantai dekat vas, langsung dipungut dan dimasukkan ke dalam saku. Sekali lagi dia mengecek pintu kamarnya, masih terkunci. Dan dia pergi lagi dgn buru-buru.

Keliatannya putri Glacia kembali untuk mencari kunci kamarnya yg hilang, terlihat jelas bahwa dia takut seseorang masuk dan mengambil barang berharganya.